Dr. Tengku Mansur atau Tengku Mansoer (1897 - 1955) adalah Walinegara Negara Sumatra Timur, sebagai bagian dari Republik Indonesia Serikat. Ia juga tokoh pendiri dan Ketua Jong Sumatranen Bond (1917-1919).[1]

Dr.
Tengku Mansur
Walinegara Negara Sumatra Timur
Masa jabatan
28 Januari 1948 – 17 Agustus 1950
PresidenSoekarno
Sebelum
Pendahulu
Jabatan dibentuk
Pengganti
Jabatan dihapuskan
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir17 Januari 1897
Hindia Belanda Tanjung Balai, Asahan, Sumatra Utara, Hindia Belanda
Meninggal6 Oktober 1953
KebangsaanIndonesia
AlmamaterSTOVIA
Universitas Leiden
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Biografi

 
Pelantikan Tengku Mansur sebagai Wali Negara Sumatera Timur

Tengku Mansur lahir di Tanjung Balai, Kesultanan Asahan, 17 Januari 1897. Ia merupakan anak dari Tengku Muhammad Adil (Tengku Babul) dengan Raden Ayu Sariah (berasal dari Cianjur).[2] Tengku Muhammad Adil dan saudara-saudaranya dikenal sangat gencar dalam menentang dan melawan Belanda. Hingga pada tahun 1859 Tengku Muhammad Adil dibuang oleh Belanda ke Buitenzorg (Bogor) untuk menghentikan perlawanannya. Ayahnya menikah dengan empat orang istri dan dikaruniai 12 orang anak.[3]

Mansur merupakan bagian dari keluarga bangsawan, karena Sultan Saibon (Sultan Asahan) merupakan keponakannya.[4]

Mansur memulai pendidikan tinggi di Inlandsch Artsen School (STOVIA) di Batavia tahun 1911. Mansur dicatat sebagai satu-satunya siswa bergelar Tengku saat itu. Satu angkatan dengan Mansur (tingkat satu) adalah Abdoel Moenir Nasution. Kakak kelas mereka di tingkat dua (masuk 1910) adalah Ma’moer Al Rasjid Nasution. Di tingkat tiga (masuk 1909) ada Sjoeib Paroehoeman Harahap dan Soeleman Hasiboean.[5]

Ia mulai berorganisasi dan bergabung dengan pemuda-pemuda nasionalis dan mereka mendirikan organisasi Jong Sumatranen Bond yang mana ia terpilih sebagai ketua (1917).[5] Ia melanjutkan sekolah ke Universitas Leiden, Belanda.

Saat berkuliah di Leiden, ia menikah dengan gadis Belanda[4] bernama Amalia Gezina Wempe (1893-1967). Istrinya kemudian mengganti nama menjadi Siti Akmal.[6]

Dari pernikahan itu, Mansur dikaruniai sepasang anak. Anak pertama seorang putri bernama Tengku Sariah lahir di Leiden, 14 Januari 1925 dan meninggal di Medan, 15 April 1994.[7] Anak kedua seorang putra bernama Dr. Tengku Adil Mansoer lahir di Leiden, 24 April 1927 dan meninggal di Den Haag, 30 November 1979.[8]

Tengku Mansur meninggal dunia di Medan pada 6 Oktober 1953.[2]

Penghargaan

Namanya diabadikan sebagai nama jalan di Medan dan nama rumah sakit umum di Tanjungbalai.

Bibliografi

  • Anthon Reid (2014). The Blood of the People. NUS Press. ISBN 9971696371. 
  • Anthony Muner (2011). The Malays. Jhon Willey&Sons. ISBN 1444391666. 

Referensi