Museum Perundingan Linggajati

museum di Indonesia

Museum Perundingan Linggarjati merupakan salah satu museum yang terletak di Desa Linggarjati dan termasuk kedalam Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan di Provinsi Jawa Barat. Bangunan dengan luas sekitar 800m2 ini merupakan tempat pertemuan penting antara perwakilan Indonesia dan Belanda dalam rangka Perjanjian Linggarjati yang dilaksanakan pada bulan 11-13 November 1946. Menjadi tempat bersejarah, bangunan tersebut akhirnya dijadikan museum yang menyimpan beberapa koleksi naskah perundingan, foto-foto dan meja kursi yang menggambarkan suasana Perundingan Linggarjati. Sebelum menjadi museum seperti sekarang, bangunan yang awalnya milik Ibu Jasitem ini memiliki sejarah panjang kepemilikan serta pemanfaatannya oleh pihak Belanda.

Sejarah

Sebelum menjadi museum bersejarah sekarang, museum ini memiliki sejarah kepemilikan dan pemanfaatan yang begitu panjang oleh pihak Belanda. Pada tahun 1918, museum ini pada awalnya merupakan sebuah gubuk milik ibu Jasitem yang kemudian dirombak menjadi rumah semi permanen oleh seorang bangsa Belanda bernama Tersana pada tahun 1921. Rumah tersebut dibeli oleh keluarga Van Ost Dome yang merupakan bangsa Belanda pada tahun 1930-1935 dan dirombak lagi menjadi rumah tinggal seperti sekarang. Seorang bangsa Belanda lain, Heiker menyewa rumah tersebut pada tahun 1935-1946 untuk dijadikan Hotel bernama Rus Toord. [1]

Saat Jepang masih menjajah Indonesia, hotel tersebut mengalami perubahan terhadap namanya menjadi Hotel Hokay Ryokan. Setelah Jepang kalah dan Indonesia menjajaki kemerdekaannya pada tahun 1945, Hotel Hokay Ryokan diubah namanya menjadi Hotel Merdeka. Karena sebelumnya museum ini lebih sering dimanfaatkan sebagai hotel, kebanyak interior serta pembagian ruangan di museum ini menyerupai bangunan hotel. Ini lah yang menjadi salah satu daya tarik dari Museum Perundingan Linggarjati. Berdasarkan nama museum ini, di Hotel Merdeka terjadilah perundingan Linggarjati yang menjadi salah satu peristiwa paling bersejarah di Indonesia. Di perundingan tersebut, perwakilan dari pemerintah Indonesia dan Belanda dipertemukan. Perwakilan dari Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Sjahrir bersama beberapa anggota, yaitu: Mr. Moh. Roem, Mr. Amir Sjarifoeddin, Mr. Soesanto Tirtoprodjo, Dr. A.K. Gani dan Mr. Ali Boediardjo. Sedangkan perwakilan dari Belanda dipimpin oleh Prof. Scermerhorn bersama para anggotanya, yaitu Max Van Poll, F. de Baer dan H.J. Van Mook. Pertemuan tersebut merupakan salah satu upaya diplomatik untuk memperjuangkan wilayah persatuan Indonesia dari penjajahan.

Pertemuan antara kedua pihak menghasilkan suatu Naskah Linggarjati sehingga gedung ini pun disebut sebagai Gedung Perundingann Linggarjati. Bangunan ini yang merupakan hotel beralih fungsi menjadi markas Belanda di tahun 1948-1950 setelah Agresi Militer Tentara II Belanda. Kemudian di tahun 1950-1975, bangunan ini dimanfaatkan sebagai Sekolah Dasar Negeri Linggarjati.

Jadwal kunjungan

Bagi pengunjung yang ingin memasuki museum dan merasakan suasana Perundingan Linggarjati, museum ini dibuka setiap hari namun memiliki jam buka yang berbeda. Di hari Senin hingga Jumat, museum dibuka pada pukul 07.00 hingga 15.00 WIB sedangkan di hari Sabtu hingga Minggu, museum dibuka pada pukul 08.00 hingga 17.00 WIB. Untuk harga tiket tidak ada patokan khusus dan pengunjung dapat membayar harga tiket secara sukarela. Namun jika pengunjung datang bersama rombongan, disarankan untuk dapat menghubungi pihak museum terlebih dahulu.

Referensi

  1. ^ Direktori Museum Indonesia (PDF). Jakarta: Sekretariat Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. hlm. 286.