Wuku Taun

Revisi sejak 25 Mei 2020 06.55 oleh AABot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

Wuku Taun adalah salah satu upacara adat yang dilaksanakan di Kampung Adat Cikondang, Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Upacara ini dilaksanakan setiap tahun dan mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 sampai dengan 24 Muharam dan puncaknya pada tanggal 15 Muharam (tahun baru Islam) dan dipusatkan di Rumah Adat. Penamaan Wuku Taun berasal dari kata buku yang memiliki makna membuka lembaran baru di tahun yang baru (Islam) dan menutup tahun yang sudah berlalu dengan penuh rasa bersyukur. Tujuan dilaksanakan upacara ini untuk memohon perlindungan Allah Swt., leluhur kampung, penolak bala, memohon keselamatan dan melestarikan tradisi gotong royong yang dianut masyarakat selama bertahun-tahun.[1] Indikasinya terlihat dari para warga yang saling menyumbang untuk acara ini. Ada yang menyumbang beras, tahu, tempe dan bahan makanan lain. Semua bahan makanan dikumpulkan di rumah adat. Para ibu di kampung akan bekerja sama untuk mengolahnya menjadi makanan. Setelah jadi, makanan tersebut akan dimakan bersama-sama.[2]

Makanan

Makanan khusus yang biasa disajikan dalam upacara Wuku Taun adalah rengginang, opak, tek-tek, borondong, ampyang, wajit, buntir, angleng, peuyeum, dodol dan kukuntir yang dibungkus dengan konca (daun pisang). Semua makanan yang disajikan harus dibuat dari beras atau tepung beras. Selain makanan, yang menjadi syarat untuk upacara ini harus ada ayam putih, ayam hitam, dan ayam abu-abu. Ayam putih merupakan simbol nasihat kepada masyarakat, supaya senantiasa memiliki perasaan yang putih bersih atau suci. Ayam hitam merupakan simbol nasihat, supaya masyarakat selalu tanggap dan senantiasa berbuat yang terbaik. Kalau ayam abu-abu melambangkan sikap manusia yang rakus dan harus dijauhi. Semua makanan itu akan dimakan setelah pagelaran beluk dilaksanakan. Selain itu, disuguhkan juga tiga jenis nasi tumpeng. Ketiganya adalah tumpeng ketan dengan olahan ayam putih, tumpeng beras putih dengan olahan ayam hitam, serta tumpeng beras merah dengan olahan ayam berbulu abu-abu.[3]

Pelaksanaan

  • Setelah menginjak tanggal 1-14 Muharam semua persiapan dilakukan. Kaum wanita yang bertugas menumbuk padi terdiri atas lima atau enam orang dengan ketentuan, mereka tidak sedang [[haid[[. Pakaiannya khusus, dilengkapi karembong atau kain yang diselendangkan yang biasanya digunakan untuk menggendong bayi dan kepalanya ditutup kerudung (hijab). Kegiatan menyambut Upacara Wuku Taun dari hari ke hari makin meningkat. Selain menyiapkan beras untuk bahan pembuat nasi tumpeng, kaum wanita membuat opak dan makanan khas masyarakat Kampung Cikondang. Kaum pria secara bergotong royong menyiapkan kayu bakar dan daun pisang yang harus diambil dari kaki Gunung Tilu. Kelak, daun-daun tersebut dijadikan bahan untuk berbagai macam wadah penganan dan lauk-pauk yang digunakan pada puncak upacara yang diselenggarakan tanggal 15 Muharam.
  • Upacara dimulai dengan penyembelihan ayam untuk dimasukkan dalam tumpeng hasil panen padi di ladang] dan padi di sawah. Masyarakat di rumah masing-masing membuat tumpeng berisi ayam. Sebagian masyarakat lainnya dengan sukarela bekerja di rumah adat, mempersiapkan tumpeng, lauk-pauk, dan 12 jenis kue tradisi antara lain ampengan ketan, opak putih dan merah, wajit, ketan, pisang, dan kelontong. Masyarakat yang membuat tumpeng di rumah-rumah akan menyerahkan tumpengnya ke rumah adat dan pekerja di rumah adat akan membalasnya dengan tumpeng lain yang lebih lengkap. Upacara ditutup sore hari dengan doa bersama sebagai tanda syukur atas rezeki tahun lalu.
  • Menjelang tengah hari, puluhan nasi tumpeng yang berasal dari rumah-rumah penduduk dibawa ke rumah adat. Kelak, setelah Kuncen membacakan ijab kabul yang menandai puncak acara tersebut, nasi tumpeng berikut lauk-pauknya dibagikan kembali kepada masyarakat. Sekitar seratus meter arah selatan rumah adat terdapat tiga makam, yaitu makam Anom atau Uwa Idil, Mak Akung, dan Mak Mpuh. Tempat tersebut dipercaya pula sebagai tempat ngahyang atau menghilangnya leluhur mereka yang menjadi penduduk pertama dan sekaligus pendiri Kampung Cikondang.[4]

Referensi

  1. ^ "Upacara Wuku Tahun-Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat". www.disparbud.jabarprov.go.id. Diakses tanggal 2020-05-14. 
  2. ^ "Wuku Taun, Upacara Adat Masyarakat Cikondang - Bobo". bobo.grid.id. Diakses tanggal 2020-05-14. 
  3. ^ Gandapurnama, Baban. "Makanan Spesial dalam Tradisi 4 Abad Kampung Adat Cikondang". detikTravel. Diakses tanggal 2020-05-14. 
  4. ^ "(PDF) Tradisi Wuku Taun sebagai B entuk Integrasi Agama Islam dengan Budaya Sunda pada Masyarakat Adat Cikondang". ResearchGate (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-05-14.