Hamengkubuwana VI
Sri Sultan Hamengkubuwana VI (Bahasa Jawa: Sri Sultan Hamengkubuwono VI, 10 Agustus 1821 – 20 Juli 1877) adalah sultan keenam Kesultanan Yogyakarta yang memerintah pada tahun 1855 – 1877, berjuluk Sinuhun Mangkubumi. Dia menggantikan kakaknya, Hamengkubuwana V yang meninggal di tengah ketidakstabilan politik dalam tubuh Keraton Yogyakarta.
Hamengkubuwana VI | |
---|---|
Sri Sultan Hamengkubuwono VI | |
Sultan Yogyakarta | |
Bertakhta | 5 Juli 1855 - 20 Juli 1877 |
Penobatan | 5 Juli 1855[1] |
Pendahulu | Sultan Hamengkubuwana V |
Penerus | Sultan Hamengkubuwana VII |
Kelahiran | Gusti Raden Mas Mustojo 10 Agustus 1821 (Ahad Pon, 21 Dulkaidah Ehe 1748) Kraton Yogyakarta, Yogyakarta |
Kematian | 20 Juli 1877 Kraton Yogyakarta, Yogyakarta[1] | (umur 55)
Pemakaman | |
Permaisuri | Gusti Kanjeng Ratu Kencana Gusti Kanjeng Ratu Sultan |
Wangsa | Mataram |
Ayah | Sultan Hamengkubuwana IV |
Ibu | Gusti Kanjeng Ratu Kencono[1] |
Agama | Islam |
Riwayat Pemerintahan
Nama asli Sultan Hamengkubuwana VI adalah Gusti Raden Mas Mustojo, merupakan putra kedua belas Sultan Hamengkubuwana IV yang lahir pada tahun 1821 dari permaisuri Gusti Kanjeng Ratu Kencono.
Hamengkubuwana VI naik takhta menggantikan kakaknya, yaitu Hamengkubuwana V pada tahun 1855, setelah Hamengkubuwana V tewas dibunuh oleh selirnya sendiri (istri ke-5) Kanjeng Mas Ayu Hemawati ditengah ketidakstabilan politik di kesultanan Yogyakarta.[2] Pada masa pemerintahannya terjadi gempa bumi yang besar yang meruntuhkan sebagian besar Keraton Yogyakarta, Taman Sari, Tugu Golong Gilig, Masjid Gedhe (masjid keraton), Loji Kecil (sekarang Istana Kepresidenan Gedung Agung Yogyakarta) serta beberapa bangunan lainnya di Kesultanan Yogyakarta.
Pada masa Hamengkubuwana V, Gusti Raden Mas Mustojo adalah seorang penentang keras kebijakan politik perang pasif kakaknya yang menjalankan hubungan dekat dengan pemerintahan Hindia Belanda yang ada di bawah Kerajaan Belanda. Namun setelah kakaknya meninggal dan dia dinobatkan menjadi raja, semasa pemerintahannya dia justru melanjutkan kebijakan dari kakaknya yang sebelumnya dia tentang keras.
Semasa pemerintahan Hamengkubuwana VI kemudian mulai timbul pemberontakan-pemberontakan yang tidak mengakui masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwana VI, tetapi pemberontakan-pemberontakan tersebut dapat diredam dan dibersihkan. Hal ini berkat kepemimpinan dan ketangguhan Danurejo V, patih Keraton Yogyakarta saat itu. Hubungan dengan berbagai kerajaan pun terjalin kuat pada masa pemerintahan HB VI, apalagi setelah beliau menikah dengan putri Kesultanan Brunai.
Walaupun sempat menimbulkan beberapa sengketa dengan kerajaan-kerajaan lain, tercatat bahwa Sultan Hamengkubuwono VI dapat mengatasinya dengan arif bijaksana. Tapi lambat laun hubungan dengan pemerintahan Hindia Belanda agak mulai menuai konflik terutama karena keraton Yogyakarta kala itu banyak menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan yang menjadi musuh pemerintah Hindia Belanda dan Kerajaan Belanda.
Pemerintahan Hamengkubuwana VI berakhir ketika ia meninggal dunia pada tanggal 20 Juli 1877. Ia digantikan putra tertuanya, Gusti Raden Mas Murtejo, sebagai sultan selanjutnya bergelar Hamengkubuwana VII.
Naiknya Hamengkubuwana VII menggantikan ayahnya Hamengkubuwana VI sebagai raja Yogyakarta yang baru mendapat tentangan dari permaisuri Almarhum Sultan Hamengkubuwana V, Gusti Kanjeng Ratu Sekar Kedhaton, karena seharusnya yang naik takhta adalah Gusti Raden Mas Timur Muhammad putra Hamengkubuwana V. Keduanya lalu ditangkap dengan tudingan telah melakukan pembangkangan terhadap raja dan istana. Hukuman pun dijatuhkan, sekaligus untuk menghapus trah Sultan Hamengkubuwana V dan demi melanggengkan kekuasaan Sultan Hamengkubuwana VII beserta keturunannya nanti. Gusti Kanjeng Ratu Sekar Kedhaton dan Gusti Raden Mas Timur Muhammad harus menjalani hukuman buang ke Manado, Sulawesi Utara, hingga keduanya meninggal dunia di sana.[2]
Keluarga
Secara keseluruhan, Hamengkubuwana VI memiliki 2 permaisuri dan 9 selir.
Permaisuri
- Raden Ayu Sepuh/Gusti Kanjeng Ratu Sultan/Ageng, puteri Ki Ageng Prawirayasa, yang melahirkan:
- Gusti Raden Mas Murtejo (Hamengkubuwana VII)
- Gusti Pangeran Haryo Suryomentaram, menikah dengan Bendoro Raden Ajeng Kusniyah.
- Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Mangkubumi, antara lain menikah dengan sepupunya Bendoro Raden Ayu Mangkubumi, puteri Hamengkubuwono V dan BRAy. Retno Sriwulan, dan memiliki anak:
- Raden Ajeng Siti Katinah, menikah dengan sepupu 2 kalinya Hamengkubuwana VIII.
- GPH. Buminoto, mayor staf jenderal KNIL, yang memiliki putera:
- Raden Mas Subari/Raden Bekel Mangkunadi/Raden Penewu Mangkudimojo/Raden Panji Haryodipuro/Kanjeng Raden Tumenggung Haryokusumo, yang kelak bergelar Danureja VIII, patih terakhir Yogyakarta.
- GPH. Puger, mayor staf jenderal KNIL.
- GPH. Suryaputra, mayor staf jenderal KNIL.
- GPH. Anom, kapten dan ajudan staf jenderal KNIL.
- GKR. Angger, menikah dengan Kanjeng Pangeran Haryo Yudhonegoro II.
- GKR. Pembayun, menikah dengan Danureja IV, patih Yogyakarta.
- GKR. Anom, menikah dengan KRT. Danuningrat.
- GKR. Hayu, menikah dengan Paku Alam IV, yang setelah kemangkatannya di tahun 1878, menikah lagi dengan Raden Mas Adipati Haryodiningrat, yang kelak menjabat Bupati Demak.
- GKR. Bendoro, menikah dengan KRT. Wijil.
- GKR. Kencana/Hamengkubuwana, puteri sulung Pakubuwana VIII dari Kasunanan Surakarta, yang melahirkan:
- Gusti Raden Ajeng Kusdilah, mati muda.
- GRAj. Sekarkedaton/Gusti Raden Ratu Sasi, menikah pertama kali dengan sepupunya Timur Muhammad, putera Hamengkubuwana V dan GKR. Kedaton, dan yang kedua dengan KRT. Suryodirjo/Joyowinoto.
Selir
- BRAy. Gusti Hangabehi, puteri Hamengkubuwana V dan BRAy. Dewaningsih (keponakannya). Setelah bercerai, BRAy. Hangabehi menikah lagi dengan Raden Tumenggung Gondokusumo.
- BRAy. Tejaningsih, yang melahirkan:
- Bendoro Raden Ajeng Samilah, mati muda.
- BRAy. Puryaratna, yang melahirkan:
- Bendoro Raden Mas Sulaeman, mati muda.
- BRAy. Retnaningdiya, yang melahirkan:
- Bendoro Pangeran Haryo Purboyo
- BRAy. Sasmitoningrum, yang melahirkan:
- BRAy. Purwodiningrat, menikah dengan KRT. Purwodiningrat.
- BRAy. Puspitoningrum, yang melahirkan:
- BPH. Hadiwinoto, mayor staf jenderal KNIL. Ia menikah dengan BRAy. Hadiwinoto, puteri Hamengkubuwono V. Salah satu cicitnya Raden Ayu Soedarjatin menikah dengan Soeprapto, Gubernur Bengkulu tahun 1978-1989.
- BRAy. Murtiningrum, yang melahirkan:
- BRAy. Notoyudho, menikah dengan KRT. Notoyudho.
- BRAy. Retnoadiningrum, yang melahirkan:
- BPH. Hadiwijoyo
- BRAy. Mangkuyudho, menikah dengan KRT. Mangkuyudho.
- BRAy. Dewiningrum, yang melahirkan:
- BRAy. Suryomurcito, menikah dengan KRT. Suryomurcito.
Galeri foto
-
Sri Sultan Hamengkubuwana VI
Pranala luar
- (Inggris) HB VI - Genealogy
Kepustakaan
- ^ a b c Biografi singkat HB VI. Website resmi kraton Yogyakarta. 2019. Diakses tanggal 22/07/2019
- ^ a b Tragedi pembunuhan Hamengkubuwana V. tirto.id. 5 Juni 2019. Diakses tanggal 22/07/2019
- M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
- Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
- Fredy Heryant
o. 2007. Mengenal Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Gelar kebangsawanan | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Hamengkubuwana V |
Raja Kesultanan Yogyakarta 1855-1877 |
Diteruskan oleh: Hamengkubuwana VII |