Rabab
Rabab adalah alat musik gesek tradisional khas Minangkabau yang terbuat dari tempurung kelapa. Kalau dilihat secara sekilas, bentuk dari alat musik rabab ini menyerupai bentuk biola. Dalam penggunaanya, Irama yang dihasilkan dari gesekan rabab ini menghasilkan alunan musik yang khas serta dipadukan dengan suara si tukang rabab. Biasanya, dalam pertunjukan rabab, si tukang rabab memainkan rababnya dengan membawakan kisah dari berbagai cerita nagari atau dikenal dengan istilah Kaba.[1]
Asal mula
Alat musik gesek ini dperkirakan berasal dari budaya Persia-Arab. Seiring dengan masuknya islam ke Indonesia, alat musik rebab tersebut juga menjadi salah satu sarana para pedagang arab ketika itu untuk menyebar luaskan ajaran islam. Oleh karena itu rabab banyak ditemui di beberapa daerah di Indonesia dengan penamaan yang berbeda seperti di sumatra barat di kenal dengan rabab, di pulau jawa di kenal denga rebab. Selain itu, penggunaan media rabab juga di pakai oleh para wali songo, salah satunya di gunakan oleh Sunan Bonang. Beliau menyebarkan ajara islam melalui kesenian yang memadukan alat musik tradisonal jawa, gamelan jawa dengan rabab.[2][3]
Pada awalnya, alat musik rabab tidaklah berbentuk seperti biola saat ini. Akan tetapi, setelah kedatangan bangsa Eropa, yaitu Belanda, Inggris, dan Portugis ke wilayah ini dengan membawa alat musik gesek yang dinamakan ‘Biola’. Dari sinilah alat musik rabab yang terbuat dari tempurung kelapa itu menyesuaikan diri dengan alat musik biola yang dibawa oleh bangsa Eropa. Sehingga sampai sekarang alat musik itupun disebut rabab, hanya cara memainkannya tidak dipundak melainkan di bawah dengan cara bersila.[4]
Rabab atau lebih dikenal dengan Biola adalah kesenian tradisional yang umurnya sudah tergolong tua.Di Sumatera Barat, sebutan rabab tersebut tentunya berkaitan dengan latar belakang sejarah masuknya islam ke Sumatra Barat. Alat musik ini pada awalnya dibawa oleh pedagang-pedagang dari Aceh yang datang ke Minangkabau untuk berdagang dan menyebarkan Islam. Mereka menyebarkan islam dengan dakwah yang diiringi dengan musik rabab.[4]
Jenis rabab
Kesenian Rabab sebagai salah satu kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang dalam kebudayaan masyarakat Minangkabau, tersebar dibeberapa daerah dengan wilayah dan komunitas masyarakat yang memiliki jenis dan spesifikasi tertentu. Rabab Darek, Rabab Piaman dan Rabab Pasisie merupakan salah satu kesenian tradisional yang cukup berkembang dengan wilayah dan di dukung oleh masyarakat setempat. Rabab Darek tumbuh dan berkembang di daerah darek Minangkabau meliputi Luhak nan Tigo sedangkan Rabab Piaman berkembang di daerah pesisir barat Minangkabau, yang meliputi daerah tepian pantai (pesisir) atau juga di sebut dengan rabab pasisia.[5]
Rabab yang terkenal di Minangkabau yakninya rabab pasisia, salah satunya berasal dari kabupaten Pesisir Selatan. Pesisir Selatan sebagai wilayah kebudayaan Minangkabau yang menurut geohistorisnya di klasifikasikan kepada daerah Rantau Pasisia yang cakupan wilayah tersebut sangat luas dan didaerah inilah berkembangnya kesenian Rabab Pasisia. Rabab Pasisia ditinjau dari aspek fisik pertunjukanya memiliki spesifikasi tersendiri dan ciri khas yang bebeda dengan rabab lainya. Terutama dari segi bentuk alat mirip, dengan biola secara historis berasal dari pengaruh budaya portugis yang datang ke Indonesia pada abad ke XVI melalui pantai barat Sumatra.[4][6]
Kegiatan memainkan alat musik gesek ini di Sumatra Barat dinamakan dengan Barabab. Barabab ini juga dikenal sebagai seni tradisinya kaum nelayan di daerah pesisiran. pantai Barat Sumatera, khususnya di Pesisir Selatan dan di kabupaten Padang Pariaman.Diantara kedua daerah tersebut terdapat juga perbedaan dalam penampilan seni rabab ini. Perbedaan kedua jenis seni tradisi rabab di kedua daerah ini terletak pada alat bentuk alat musik dan nuansa irama yang dihasilkan rebab pada kedua daerah itu. Rabab di Pariaman lebih bernuansa klasik, nadanya terbatas, sedangkan rabab di Pesisir Selatan lebih variatif dan dapat menghasilkan nuansa irama yang lebih beragam, bahkan dapat dikombinasikan dengan alat-alat musik lainnya, seperti gendang, chaar, dan juga saluang. Hal inilah yang menyebabkan rabab Pasisia lebih banyak digemari dan banyak diminati pendengar, tidak terkecuali para perantau Minangkabau.[7]
Pertunjukan
Dalam rabab memiliki komposisi tersendiri tergantung kepada lagu yang diinginkan dengan memainkan lagu yang bersifat kaba sebagai materi pokok. Lagu yang lahir tesebut merupakan ide gagasan yang berasal dari komunitas masyarakat yang berbeda namun ada dalam daerah yang sama.
Referensi
- ^ "Rabab Seni "Bakaba" Masyarakat Pesisir". Berita Sumatra Barat Terkini. 2017-01-09. Diakses tanggal 2020-09-29.
- ^ Media, Kompas Cyber. "Wali Songo: Penyebar Islam di Tanah Jawa Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2020-09-30.
- ^ "Rebab, Alat Musik Gesek Berdawai Dua - Bobo". bobo.grid.id. Diakses tanggal 2020-09-30.
- ^ a b c Agnes, Novita (2017-03-16). "Kesenian Rabab Sebagai Media Pembelajaran (Praktik Komunikasi Generasi Muda yang Menyaksikan Rabab dengan Perabab Melalui Kaba Lamang Tanjuang Ampalu di Kec. Kuranji Kota Padang)". Universitas Andalas.
- ^ "BAB III USAHA-USAHA IYE TAHER DALAM MENGEMBANGKAN RABAB PASISIA A. Riwayat Hidup Iye Taher Iye Taher merupakan salah satu tokoh". webcache.googleusercontent.com. Diakses tanggal 2020-09-30.
- ^ "Biola Pasisia, Sampaikanlah Meskipun Berurai Air Mata". kumparan. Diakses tanggal 2020-09-30.
- ^ Rosa, Silvia (2017-04). "Rabab Pasisia Selatan di Minangkabau di Ambang Kepunahannya". Lokabasa (dalam bahasa Inggris). 8 (1): 73–85. ISSN 2338-6193.