Peristiwa Memali

Revisi sejak 3 Januari 2021 09.00 oleh Hanamanteo (bicara | kontrib) (+)

Peristiwa Memali atau Operasi Angkara dan Operasi Hapus adalah peristiwa besar yang terjadi di Memali, Siong, Baling, Kedah, pada 19 November 1985.

Peristiwa Memali
Bagian dari Sejarah Malaysia
Berkas:Peristiwa Memali.jpg
Keadaan di Kampung Memali ketika peristiwa tersebut.
Tanggal19 November 1985
LokasiMemali, Siong, Baling,
Kedah, Malaysia

5°48′57″N 100°53′40″E / 5.815754°N 100.894549°E / 5.815754; 100.894549
Hasil

Kemenangan Pemerintah Malaysia

  • Ibrahim Mahmud tewas.
  • Penangkapan massal pengikut Ibrahim.
  • Hubungan Pekembar dan PAS memburuk hingga 2019.
Pihak terlibat

Pemerintah Malaysia

Partai Islam Se-Malaysia
Tokoh dan pemimpin
Mahathir Mohamad
Musa Hitam
Berkas:Flag of the Royal Malaysian Police.svg Mohammed Hanif Omar
Ibrahim Mahmud 
Kekuatan
200 polisi 400 pengikut
Penduduk desa bersenjata dengan jumlah tidak diketahui
Korban
4 terbunuh 14 terbunuh
159 ditangkap[1]
Peristiwa Memali di Malaysia
Peristiwa Memali
Lokasi di Malaysia
Peristiwa Memali di Semenanjung Malaysia
Peristiwa Memali
Peristiwa Memali (Semenanjung Malaysia)
Berkas:Peristiwa Memali 2.jpg
Pengawalan polisi semasa peristiwa terjadi.

Tim yang terdiri dari 200 polisi mengepung rumah di Memali atas perintah Wakil Perdana Menteri Musa Hitam. Rumah-rumah tersebut ditempati oleh sekte Islam yang beranggotakan 400 orang yang dipimpin oleh Ibrahim Mahmud alias Ibrahim Libya. Pengepungan tersebut mengakibatkan kematian 14 warga desa dan 4 polisi.

Latar belakang

Memali

Memali adalah kampung yang terletak di Siong, Baling, Kedah. Menurut Sensus Penduduk dan Perumahan Malaysia 1980, terdapat 31 kampung di Siong yang berpenduduk sebanyak 11.117 orang, terdiri dari 10.699 orang Melayu, 399 orang Tionghoa, 58 orang India, dan 11 orang berbangsa lain. Mata pencaharian utama penduduk setempat adalah menoreh getah, bertani, mencari kayu gaharu atau cendana, dan buruh. Terdapat sebuah sekolah menengah, empat sekolah dasar, dan tujuh masjid di Siong.[2]

Ibrahim Mahmud

Ibrahim Mahmud, dikenal juga dengan Ibrahim Libya, Man Libya, atau Ustaz Man, lahir pada 1 Juli 1942 di Charok Puteh, Siong, Baling, Kedah. Ia menuntut pendidikan dasarnya di Sekolah Melayu Weng, Siong, lalu menimba ilmu agamanya di Pondok Kampung Charok Puteh dan Pusat Pengajian Tinggi Islam, Nilam Puri, Kota Bharu, Kelantan. Ia kemudian menuntut ilmu ke luar negeri yaitu Maktab Jamiliah di Madras (kini Chennai), Tamil Nadu, India, kemudian disambung di Darul Ulum, Deoband, Saharanpur, Uttar Pradesh. Setelah itu, ia melanjutkan menuntut ilmu ke Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir dan Ma'had Da'wah, Tripoli, Libya. Ia kembali ke Malaysia pada tahun 1974 dan bekerja sebagai pendakwah yang dibiayai Pemerintah Libya dan ditempatkan di Bagian Agama Kantor Perdana Menteri. Ia meninggalkan pekerjaannya pada 16 Januari 1976 dan kembali ke kampung halamannya untuk mengajar di Madrasah Ittifaqiah Islamiah.[3]

Selain mengajar, Ibrahim juga terjun dalam dunia politik lewat Partai Islam Se-Malaysia (PAS). Menjelang pemilihan umum pada 1978, kegiatan politiknya menyebabkan ia tidak lagi mengajar. Di PAS, ia pernah menjabat sebagai Ketua Pemuda PAS Baling, Anggota Komite PAS Baling, Anggota Komite Dewan Pemuda PAS Kedah, dan Komite Penerangan PAS Kedah. Ia sempat bertanding di daerah pemilihan Dewan Undangan Negeri Kedah Bayu pada 1978 dan 1982, tetapi tidak pernah sekalipun menang.[4]

Setelah kalah dalam pemilihan umum tahun 1978, Ibrahim mendirikan Madrasah Islahiah Diniah di Memali. Madrasah itu memiliki dua lantai yang terdiri dari lantai bawah yang diperuntukkan bagi Sekolah Arab dan Taman Asuhan Kanak-kanak Islam dan lantai atas yang diperuntukkan bagi surau dan tempat pengajian orang dewasa. Markas PAS Cabang Memali juga terletak di lantai atas. Ibrahim Mahmud bersama pemimpin PAS lainnya sering diundang untuk memberikan ceramah-ceramah politik di madrasah tersebut. Keterlibatan Ibrahim dalam kegiatan PAS di Memali menyebabkan tindakan takfiri dan penafsiran konsep "jihad" dan "syahid" menurut pemahaman kelompoknya menjadi semakin marak.[4] Tangan kanan Ibrahim, Muhamad Yusof bin Husin, dalam pemaparannya terhadap kepolisian, menyatakan bahwa keterlibatan Ibrahim menyebabkan anggota-anggota PAS menganggap kafir anggota-anggota Organisasi Nasional Melayu Bersatu (Pertubuhan Kebangsaan Melayu Bersatu, Pekembar) dan anggota kepolisian. Semangat menentang pemerintah dan kepolisian semakin menjadi-jadi dari waktu ke waktu ketika Ibrahim mendapat pujian dari pemimpin-pemimpin PAS.[5][6] Dalam sebuah ceramah pada bulan September 1985, tangan kanan Ibrahim lainnya, Ahmad Hassan memberikan peringatan kepada siapa saja yang tidak menyertai ceramah ini akan dijauhi masyarakat ketika kenduri, menderita penyakit, dan kematian. Walaupun masyarakat Memali sendiri kurang senang dengan peringatan itu, Ibrahim tetap mendukung sikap dan pendirian Ahmad. Sekretaris PAS Cabang Charok Puteh Sulaiman bin Mahmod menyebut perangai Ibrahim sewaktu menjadi guru sangat garang. Banyak anggota PAS dan orang-orang lain tidak terlalu menyetujui sikap Ibrahim, tetapi terpaksa menuruti perintah Ibrahim karena takut diasingkan.[7]

Pada saat itu, tokoh-tokoh PAS lantang menanamkan apa yang mereka sebut sebagai jihad dan syahid di kalangan anggota dan pendukung partai mereka. Seruan para tokoh PAS terkandung dalam Amanat Hadi Awang yang disampaikan di Banggol, Peradong, Kuala Terengganu, Terengganu pada 7 April 1981, yaitu:[8]

Saudara-saudara sekalian percayalah,

Kita menentang Pekembar bukan karena nama dia Pekembar. Kita menentang Barisan Nasional bukan karena dia lama memerintah. Kita menentang dia ialah karena dia mempertahankan konstitusi penjajah, mempertahankan undang-undang kafir, mempertahankan peraturan jahiliyah. Oleh karena itulah kita menentang mereka. Oleh karena itulah kita menghadapi mereka. Oleh karena itulah kita coba melawan mereka.

Percayalah saudara-saudara sekalian,

Perjuangan kita adalah jihad, ucapan kita adalah jihad, derma kita adalah jihad. Bergantunglah kita kepada Allah dengan (menghadapi) orang-orang ini karena kalau kita mati melawan orang-orang ini, mati kita adalah syahid. Mati kita adalah Islam. Kita tidak perlu masuk Buddha, kita tidak perlu masuk Hindu, kita tidak perlu masuk Kristen, tetapi kita menjadi kafir dengan mengamalkan 'politik suku, agama suku'.

Peristiwa

 
Mohamad Sabu (kini anggota Partai Amanah Negara) ditangkap pada 10 Juli 1984 karena sejumlah tindakannya yang meniru Ibrahim.

Karena pengaruh Ibrahim yang kuat sehingga diikuti beberapa tokoh PAS, kepolisian mencoba membendung pengaruhnya lewat menangkap sejumlah tokoh berdasarkan Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri 1960 pada 10 Juli 1984, yaitu Anggota daerah pemilihan Dewan Undangan Negeri Terengganu Jeram Abu Bakar @ Zaid bin Chik, Sekretaris Dewan Pemuda PAS Pusat Mohamad Sabu, dan Anggota Komite Dewan Pemuda PAS Pusat Buniyamin bin Yaacob.[9]

Pada 2 September 1984, polisi yang sudah siap menahan Ibrahim berdasarkan Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri 1960 mengepung rumahnya di Memali, tetapi dihalangi oleh sekitar 100 pengikut Ibrahim yang keluar secara tiba-tiba dari setiap penjuru rumah dengan bersenjatakan bambu runcing dan meneriakkan takbir. Pada saat yang sama, Ibrahim yang berada di rumahnya enggan keluar ketika diminta polisi menyerahkan diri. Mempertimbangkan keamanan masyarakat dan mencegah kekacauan serta kemungkinan pertumpahan darah, kepolisian memutuskan menangguhkan penahanan Ibrahim bagi sementara waktu. Penangguhan penahanan itu justru disalahartikan dan dianggap sebagai kelemahan oleh Ibrahim dan para pengikutnya. Anggota kepolisian yang bertugas di sana seringkali dihina, direndahkan, dan ditantang oleh pengikut-pengikut Ibrahim. Ibrahim kemudian melarikan diri dan bersembunyi di Lanai, Baling dan Kerawi, Tupai, Sik selama kurang lebih satu setengah bulan.[9]

Dalam persembunyiannya, pengikut-pengikutnya berusaha untuk membawanya kembali ke Memali dan untuk memastikan Ibrahim tidak ditangkap, sebuah sistem pengawalan di rumahnya telah dirancang.[9] Selain daripada itu, Mohd. Wazi bin Che Ngah, Yusof dan seorang lagi yang sudah diidentifikasi kepolisian merancang untuk membawa keluar seorang anggota PAS yang ditahan di Tempat Tahanan Perlindungan Kamunting, Taiping, Perak dan juga membawa dua anggota PAS yang ditahan berdasarkan Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri 1960 ke rumah Ibrahim. Setelah dibawa ke rumah Ibrahim, sebuah acara ceramah akan diadakan di rumah Ibrahim dengan tujuan menjebak polisi supaya mengambil tindakan kepada mereka. Mereka yakin dengan adanya tindakan dari polisi itu, maka satu pertempuran dapat diletuskan di antara kepolisian dengan anggota-anggota PAS. Agar tujuan mereka tercapai, Ibrahim dan pengikut-pengikutnya telah berusaha meminta dukungan dan bantuan dari pemimpin-pemimpin PAS tertentu supaya kekacauan diletuskan juga di tempat-tempat lain seandainya perlawanan terhadap kepolisian terjadi di Memali. Wazi, Yusof, dan seorang lagi yang sudah diidentifikasi kepolisian ditugaskan pergi ke Perak, Negeri Sembilan, Melaka, Pahang, Terengganu, dan Kelantan untuk mendapatkan dukungan. Mereka berhasil mendapat dukungan dari beberapa tokoh PAS, termasuk jaminan mereka dan orang-orang mereka akan melakukan hal yang sama jika suatu kejadian terjadi di Baling.[10] Ketika Ibrahim kembali dari persembunyiannya, ia terus mengobarkan apa yang disebutnya sebagai jihad dan syahid.[11]

Pendukung-pendukung Ibrahim mulai mengatur pengawalan di sekeliling rumahnya, yang dikendalikan oleh suatu kumpulan beranggotakan 20 orang bersenjata yang mereka sebut Kumpulan Mujahidin atau Kumpulan Jihad. Kumpulan ini didirikan pada Maret 1985 dan diketuai oleh Yusof.[12] Walau begitu, kepolisian tetap berusaha menangkap Ibrahim, termasuk meminta Ibrahim menyerahkan diri. Pada 8 September 1984, kepolisian telah menghubungi kawan akrab Ibrahim di Pondok Lanai, Baling untuk memintanya membujuk Ibrahim menyerahkan diri, tetapi nasihatnya tidak digubris Ibrahim. Kepolisian telah meminta kerja sama dengan Ismail pada 23 September 1984, Mahmood bin Hanafi pada 2 Oktober 1984, seorang tokoh terpenting PAS Kedah pada 8 Juni 1985, tetapi semua upaya tersebut gagal. Upaya tersebut diulangi lagi pada 10 November 1985 lewat kenalan lama Ibrahim, tetapi ia dihalang-halangi memasuki rumah Ibrahim oleh oleh pengawal rumah itu.[13] Ayah Ibrahim, Mahmud bin Hanafi, juga telah menasihati anaknya untuk menyerahkan diri.[14]

Pada 20 Oktober 1985, Ibrahim menghadiri sebuah ceramah yang diselenggarakan PAS Cabang Memali dan diikuti sekitar 2 ribu orang di Madrasah Islahiah Diniah. Ketika berangkat menghadiri ceramah, Ibrahim diarak anggota pengawal bersenjata sambil meneriakkan takbir. Pada saat yang sama, kepolisian menahan sebuah van yang membawa dua senjata di Weng, Baling. Kepolisian merampas senjata itu, tetapi mengizinkan pengemudi membawa kendaraannya. Mobil patroli yang bergerak menuju Memali ditahan dan diadang sekitar 200 orang bersenjata tajam di dekat rumah Ibrahim. Mereka memaksa kepolisian menyerahkan dua senjata yang dirampas, disertai ancaman penyerangan terhadap kepolisian. Semasa itu, 10 polisi yang mengawal lalu lintas ditawan oleh sekitar 20 orang bersenjata tajam.[15]

Catatan kaki

  1. ^ Looi Sue-Chern (5 April 2014). "Memali families still seek answers, want closure after 30 years". Malay Insider. Diakses tanggal 9 April 2016. 
  2. ^ Pemerintah Malaysia 1986, hlm. 1−2.
  3. ^ Pemerintah Malaysia 1986, hlm. 2.
  4. ^ a b Pemerintah Malaysia 1986, hlm. 3.
  5. ^ Pemerintah Malaysia 1986, hlm. 3−4.
  6. ^ Pemerintah Malaysia 1986, hlm. 7.
  7. ^ Pemerintah Malaysia 1986, hlm. 4.
  8. ^ Pemerintah Malaysia 1986, hlm. 5.
  9. ^ a b c Pemerintah Malaysia 1986, hlm. 8.
  10. ^ Pemerintah Malaysia 1986, hlm. 9.
  11. ^ Pemerintah Malaysia 1986, hlm. 9−10.
  12. ^ Pemerintah Malaysia 1986, hlm. 10.
  13. ^ Pemerintah Malaysia 1986, hlm. 10−11.
  14. ^ Pemerintah Malaysia 1986, hlm. 11.
  15. ^ Pemerintah Malaysia 1986, hlm. 12−13.

Daftar pustaka