Telesera

perusahaan asal Indonesia
Revisi sejak 26 Januari 2021 09.17 oleh Dani1603 (bicara | kontrib)

Dengan nama panjang PT Telekomindo Selular Raya, Telesera pertama kali didirikan pada 1990 dan sahamnya awalnya dimiliki oleh PT Rajawali Wira Bhakti Utama (yang dimiliki oleh Peter Sondakh) sebesar 90% dengan sisanya dimiliki oleh Abram Makimawu. Namun, perusahaan ini baru beroperasi pada tahun 1995, dengan 100% sahamnya dialihkan ke perusahaan Grup Rajawali lain, yaitu PT Telekomindo Primabhakti (yang 10% sahamnya dimiliki Telkom, 54% oleh Grup Rajawali, 10% oleh Yayasan Dana Pensiun Pegawai Telkom, 10% oleh Yayasan Kartika Eka Paksi, 2% oleh Yayasan Tridaya Kejaksaan Agung dan KOPEGTEL sebesar 0,40%).[1] Perusahaan ini mengoperasikan sistem jaringan berbasis AMPS di beberapa daerah yang ditetapkan pemerintah, yaitu di Bali, Kalimantan dan Sumatera Selatan menggunakan frekuensi 800 MHz.[2][3][4] Modal awal pengguna Telesera adalah operasional bagi hasil AMPS PT Telekomindo Primabhakti yang dialihkan ke Telesera. Perlu diketahui sebelumnya bahwa PT Telekomindo Primabhakti didirikan pada 9 Maret 1990 sebagai pengelola sistem AMPS untuk telepon mobil di daerah Palembang, Denpasar dan Samarinda-Balikpapan-Banjarmasin menggunakan sistem Motorola dan menargetkan sekitar 7.800 pengguna.[5][6] Setelah pendirian Telesera, maka operasional PT Telekomindo dialihkan pada Telesera (dan PT Telekomindo berubah menjadi perusahaan induk yang mengelola berbagai perusahaan telekomunikasi Grup Rajawali, seperti Excelcommindo).[7]

PT Telekomindo Selular Raya
Telesera
Anak perusahaan (2003-2007)
IndustriOperator dan layanan telekomunikasi seluler Indonesia
NasibMerger dengan Mobile-8 Telecom
PenerusMobile-8 Telecom
Didirikan1990
Ditutup11 Juni 2007
Kantor pusatJakarta, Indonesia
ProdukAMPS (1995-2002)
PemilikPT Telekomindo Primabhakti (Rajawali Wira Bhakti Utama) (1990-2001)
Telkom (2001-2003)
PT Centralindo Pancasakti Cellular (Bimantara Citra) (2003)
Mobile-8 Telecom (2003-2007)

Bagaimanapun, dikarenakan pasar di wilayah yang diberikan padanya oleh pemerintah tidak terlalu besar, maka Telesera tetap menjadi perusahaan AMPS terkecil di Indonesia. Sejak awal berdirinya, Telesera hanya memiliki 6.000-7.000 pelanggan: pada akhir 1995 sebanyak 7.500, pada 1997 sebesar 6.705 (walaupun mempunyai kapasitas pelanggan sebesar 11.500), pada April 1999 menjadi 6.792, dan menjadi 7.556 pada akhir 2001.[8][9] Mungkin, karena itulah, perusahaan ini merupakan satu-satunya perusahaan AMPS yang tetap mempertahankan sistem bagi hasil yang telah dijalankannya sejak operasionalnya masih berada di bawah PT Telekomindo. Sistem bagi hasil antara keduanya dipatok sebesar 30% untuk Telkom dan 70% untuk Telesera. Keuntungan Telkom pun tidak besar, pada 1998 misalnya hanya mendapat Rp 6,1 M dan pada 1999 sebesar Rp 5,7 M.[10][11] Seiring waktu, kerjasama bagi hasil antara Telkom dan PT Telekomindo berakhir sehingga seluruh saham dan aset Telesera beralih ke Telkom sejak Juni 2001.[12] Awalnya, setelah Telesera 100% menjadi anak perusahaan Telkom, perusahaan ini sempat direncanakan untuk diubah sistemnya menjadi CDMA. (Rencana ini tidak dilanjutkan karena penjualan Telesera, dan Telkom pada 2003 akan meluncurkan Flexi sebagai layanan CDMA-nya).[13]

Seiring dengan kondisi ekonomi dan program restrukturisasi perusahaan, PT Telkom kemudian memutuskan untuk melepaskan seluruh saham perusahaanya yang menggunakan AMPS.[14] Pada 8 Agustus 2003, penjualan itu akhirnya tercapai ketika PT Centralindo Pancasakti Cellular (yang terafiliasi dengan Bimantara Citra) dan Telkom sepakat melakukan pertukaran saham. Dalam transaksi ini, Telkom menjual 100% sahamnya di Telesera kepada PT Centralindo (ditambah 14,20% saham Komselindo dan 20,17% saham Metrosel) dengan biaya Rp 185,10 M, dan sebagai gantinya, PT Centralindo menyerahkan saham PT Indonusa Telemedia (penyelenggara TV kabel TelkomVision) sebesar 35% dan memberi hak untuk membeli 16,85% sahamnya di Pasifik Satelit Nusantara pada Telkom. Manajemen sendiri menyediakan dana sebesar Rp 900 M untuk menuntaskan transaksi ini.[15][16]

Manajemen Bimantara (via PT Centralindo) yang kemudian menjadi pengelola baru Telesera memutuskan untuk membangun perusahaan baru dengan sistem baru, yaitu CDMA. Perusahaan baru itu dikenal dengan nama Mobile-8 Telecom yang didirikan akhir 2002, dan sebagai persiapannya Bimantara menjadikan perusahaan komunikasi yang telah diakusisinya, yaitu Telesera, Metrosel dan Komselindo menjadi anak perusahaan Mobile-8.[17][18][19] Pada akhirnya, sebagai "penerus" Telesera adalah Fren yang diluncurkan pada 8 Desember 2003 yang berbasis CDMA 2000 dengan modal awal salah satunya adalah bekas pelanggan AMPS Telesera. Sejak saat itu, Telesera hanya menjadi anak perusahaan Mobile-8 yang tidak terlalu aktif, dan pada akhirnya dimerger dengan induknya, Mobile-8 pada 11 Juni 2007.[20]

Lihat pula

Referensi