Ayu Bulantrisna Djelantik
Ayu Bulantrisna Djelantik (8 September 1947 – 24 Februari 2021) adalah seorang maestro tari tradisional Indonesia, dokter spesialis THT dan pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Ayu dikenal sebagai maestro tari Legong[1][2]. Ayu juga berprofesi sebagai dokter spesialis THT dan pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.[3]
Ayu Bulantrisna Djelantik | |
---|---|
Lahir | Ayu Bulantrisna Djelantik 8 September 1947 Deventer, Belanda |
Meninggal | 24 Februari 2021 RS Siloam Semanggi, Jakarta | (umur 73)
Kebangsaan | Indonesia |
Pekerjaan | Dokter spesialis THT staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Penari tradisional |
Ia meninggal di RS Siloam Semanggi, Jakarta pada tanggal 24 Februari 2021 karena sakit kanker pankreas yang dideritanya.[4]
Latar Belakang
Ayu Bulantrisna Djelantik menggeluti dunia tari pertama kali di Puri sang kakek. Kakek dari Bulantrisna bernama Anak Agung Anglurah Ketut Karangasem merupakan raja terakhir dari Kerajaan Karangasem, Bali. Ia mencari dan memanggil guru tari untuk Bulantrisna. Guru yang dipanggil oleh sang kakek antara lain Bagus Bongkasa dan Gusti Biang Sengog.[3][5] Bulantrisna kecil mengenal tari tradisional Bali ketika usia 7 tahun dan pada saat usianya menginjak 10 tahun Bulantrisna diundang oleh Presiden Soekarno ke Istana Presiden di Tampaksiring, Gianyar, Bali untuk menghibur para tamu Istana.[6] Mentor utamanya adalah Anak Agung Mandera dan Gusti Made Sengog, penari Legong generasi pertama[1].
Saat usia 11 tahun, Bulantrisna pernah menari Oleg di Jakarta untuk pertama kalinya.[7] Menurut Bulantrisna, menari merupakan pelepasan emosi, kreativitas, kegembiraan, bergerak dengan penuh penjiwaan, dan sebagai sarana berdo'a. Kecintaan Ayu Bulantrisna Djelantik pada tari tak hanya sebatas gerak saja, tetapi ia juga mendirikan bengkel tari yang diberi nama "Ayu Bulan" pada tahun 1994. Salah satu kreasi tari ciptaan yang telah dibuatnya ialah tari Legong Asmarandana.[3]
Pada tahun 1971, Bulantrisna memutuskan untuk menikah dan berhenti menari. Dia kemudian melanjutkan studi medisnya di Munich, Jerman, dan setelah menikah dengan suaminya Soejoto, dia memiliki karir dan tinggal di luar negeri selama beberapa tahun termasuk di India dan Amerika Serikat. Dia kembali ke Indonesia setelah empat puluh tahun di luar negeri dan saat ini tinggal di Bandung.[8] Ia mengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, dan bekerja sebagai dokter spesialis telinga. Bulantrisna juga masih menjadi ketua Masyarakat Asia Tenggara untuk Pendengaran Suara.[9]
Pada akhirnya setelah menikah, Bulantrisna tetap menari ketika melanjutkan studi di Jerman, Belanda dan Belgia. Sampai saat tutup usia, Bulantrisna tetap aktif menekuni dunia tari bahkan setelah pensiun sebagai pegawai negeri dan staff pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung.[6]
Kegiatan budaya
Bulantrisna memiliki sebuah sanggar tari bernama Bengkel Tari Ayu Bulan yang aktif mengadakan bengkel dan pentas baik di Indonesia maupun di banyak negara lain.[8] Dia menampilkan legong klasik bersama kelompok tarinya, yang berbasis di Jakarta.[5][10] Ia juga berkolaborasi dalam koreografi dengan orang lain, seperti Retno Maruti, ahli tari klasik Jawa.[10]
Referensi
- ^ a b Post, The Jakarta. "Ayu Bulantrisna Djelantik: Dances till the world ends". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-06-02.
- ^ Agnes, Tia. "Maestro Tari Legong Bulantrisna Djelantik Meninggal Dunia". detikhot. Diakses tanggal 2021-02-24.
- ^ a b c "Ayu Bulantrisna menari sepenuh jiwa". BBC Indonesia. Diakses tanggal 2017-04-23.
- ^ "Profil Dokter Anak Agung Ayu Bulantrisna Djelantik, Meninggal Dunia karena Kanker Pankreas". Tribun Bali. Diakses tanggal 2021-02-24.
- ^ a b Bali Now! / Life in the Island (9 June 2016). "Water Palaces in the Age of Rajas". Copyright 2015. Phoenix Communication.
- ^ a b DANCETRACTION. "Dedikasi Seorang Maestro Tari Indonesia - Qubicle" (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-04-23. Diakses tanggal 2017-04-23.
- ^ "Bulan Trisna Djelantik". M2Indonesia (dalam bahasa Inggris). 2015-10-06. Diakses tanggal 2017-04-23.
- ^ a b Harsianti, Juliana (29 January 2016). "NuArt Lab: Making Bandung an art collaboration center". The Jakarta Post. Diakses tanggal 31 October 2016.
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaJP
- ^ a b Heraty, Toeti (2012). Calon Arang: Kisah Perempuan Korban Patriarki. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. xxvi. ISBN 9789794618332.