Pada tanggal 20 Desember, presiden Republik Demokratik Kongo, Joseph Kabila, mengumumkan bahwa ia tidak akan turun dari jabatannya meski masa jabatannya sudah berakhir. Unjuk rasa pun pecah di negara yang belum pernah mengalami pemindahan kekuasaan damai sejak merdeka tahun 1960. Pemerintah menanggapinya dengan memblokir media sosial,[7] sedangkan pasukan keamanan melakukan tindak kekerasan terhadap pengunjuk rasa yang menewaskan puluhan orang. Berbagai negara asing mengutuk serangan tersebut.
Unjuk rasa Kongo Desember 2016 |
---|
Joseph Kabila (April 2016) |
Tanggal | 14-23 Desember 2016 |
---|
Lokasi | Boma, Goma, Kinshasa, Lubumbashi, Matadi[1]
Pretoria,[2] Brussels[3] |
---|
Sebab |
|
---|
Tujuan |
- Mengakhiri masa jabatan presiden
|
---|
Metode |
|
---|
Hasil |
- Oposisi utama dan pemerintah berkuasa sama-sama sepakat bahwa Kabila tidak akan mengubah konstitusi dan ia akan mengakhiri masa jabatannya sebelum tahun 2016 berakhir.[4]
|
---|
|
|
|
|
|
Korban jiwa | |
---|
Terluka | Puluhan orang |
---|
Ditahan | 460[6] |
---|
Tanggal 23 Desember, kelompok oposisi utama dan rezim Kabila sepakat bahwa Kabila tidak akan mengubah konstitusi dan menyelesaikan masa jabatannya sebelum tahun 2017.[8] Sesuai perjanjian ini, Étienne Tshisekedi akan mengawasi pelaksanaannya dan Perdana Menteri akan diangkat dari pihak oposisi.[9]
Referensi