Perang Saudara Bougainville
Perang Saudara Bougainville, juga dikenal dengan nama Konflik Bougainville, adalah konflik bersenjata yang meletus dari tahun 1988 hingga 1998 antara Papua Nugini melawan Pasukan Revolusioner Bougainville yang memperjuangkan kemerdekaan Bougainville. Perang ini dianggap sebagai konflik terbesar di Oseania semenjak berakhirnya Perang Dunia II dan telah memakan korban jiwa sebanyak 15.000 hingga 20.000 warga Bougainville.
Perang Saudara Bougainville | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
| |||||||
Pihak terlibat | |||||||
| |||||||
Tokoh dan pemimpin | |||||||
Julius Chan Jerry Singirok (WIA) Paias Wingti Bill Skate Rabbie Namaliu |
Francis Ona Sam Kauona Theodore Miriung † Ishmael Toroama Joseph Kabui | ||||||
Kekuatan | |||||||
~ 800 tentara 150 polisi Beberapa ribu pasukan perlawanan 4 helikopter UH-1 Iroquois 4 kapal patroli kelas Pasifik | ~ 2.000 | ||||||
Korban | |||||||
300+ pasukan Nugini tewas Beberapa ribu terluka | 1.000–2.000 pasukan tewas | ||||||
Kurang lebih 15.000 hingga 20.000 orang Bougainville tewas |
Latar belakang sejarah
Pada tahun 1969, ditemukan kandungan bijih tembaga yang kaya di Bougainville. Maka didirikanlah Tambang Tembaga Bougainville oleh perusahaan Australia Conzinc Rio Tinto. Tambang Panguna mulai berproduksi pada tahun 1972 di bawah manajemen Bougainville Copper Ltd, dan 20% sahamnya dipegang oleh Papua Nugini. Pada masa itu, tambang Panguna merupakan tambang terbuka terbesar di dunia. Tambang tersebut menghasilkan 45% pendapatan ekspor nasional Papua Nugini dan amat penting bagi ekonomi negara tersebut.[1]
Tambang ini menarik ribuan pendatang ke pulau Bougainville: kebanyakan adalah orang Papua Nugini yang dijuluki "kulit merah" karena warna kulit mereka yang merah (sementara kulit orang Bougainville berwarna hitam). Banyak pula orang "kulit putih" yang datang untuk bekerja di tambang (kebanyakan orang Australia). Kedatangan para pendatang menimbulkan ketegangan dengan orang-orang Bougainville yang tidak menginginkan orang asing di tanah mereka, terutama orang-orang "kulit merah" akibat perbedaan budaya.[2]
Konflik mulai meletus semenjak beroperasinya tambang Panguna. Banyak warga setempat yang menentangnya akibat masuknya pekerja dari luar, permasalahan lingkungan dan keuntungan dari tambang yang lebih dinikmati oleh orang luar.
Konflik dimulai
Pada akhir tahun 1988, ketegangan akibat keberadaan tambang ini memicu kekerasan. Walaupun awalnya hanya terjadi di area tambang, kekerasan kemudian merebak ke wilayah lain.[3] Akhirnya konflik ini pun berubah menjadi upaya Pasukan Revolusioner Bougainville (BRA) untuk memerdekakan Bougainville.
Catatan kaki
- ^ "Origins of the Bougainville Conflict". National Film and Sound Archive of Australia. Diakses tanggal 16 June 2013.
- ^ O'Callaghan, Mary-Louise (2002). "The origins of the conflict". Conciliation Resources. Diakses tanggal 16 June 2013.
- ^ Wehner & Denoon 2001, hlm. 3.
Bacaan lanjut
- Lavaka Ata, Ulukalala (1 January 1998). "The Bougainville Crisis and PNG-Australia relations". Culture Mandala: The Bulletin of the Centre for East-West Cultural and Economic Studies. Gold Coast, Queensland: Centre for East-West Cultural and Economic Studies, School of Humanities and Social Sciences, Bond University. 3 (1): 41–55. ISSN 1322-6916.