Perang Saudara Bougainville

artikel daftar Wikimedia

Perang Saudara Bougainville, juga dikenal dengan nama Konflik Bougainville, adalah konflik bersenjata yang meletus dari tahun 1988 hingga 1998 antara Papua Nugini melawan Pasukan Revolusioner Bougainville yang memperjuangkan kemerdekaan Bougainville. Perang ini dianggap sebagai konflik terbesar di Oseania semenjak berakhirnya Perang Dunia II dan telah memakan korban jiwa sebanyak 15.000 hingga 20.000 warga Bougainville.

Perang Saudara Bougainville
Tanggal1 Desember 1988 – 20 April 1998
LokasiBougainville, Papua Nugini
Hasil
Pihak terlibat

 Papua Nugini

  • Barisan Pembebasan Buka
  • Pasukan Perlawanan Bougainville

Bougainville Pemerintahan Sementara Bougainville

Tokoh dan pemimpin
Papua Nugini Julius Chan
Papua Nugini Jerry Singirok  (WIA)
Papua Nugini Paias Wingti
Papua Nugini Bill Skate
Papua Nugini Rabbie Namaliu
Bougainville Francis Ona
Bougainville Sam Kauona
Bougainville Theodore Miriung  
Bougainville Ishmael Toroama
Bougainville Joseph Kabui
Kekuatan
~ 800 tentara
150 polisi
Beberapa ribu pasukan perlawanan
4 helikopter UH-1 Iroquois
4 kapal patroli kelas Pasifik
~ 2.000
Korban
300+ pasukan Nugini tewas
Beberapa ribu terluka
1.000–2.000 pasukan tewas
Kurang lebih 15.000 hingga 20.000 orang Bougainville tewas

Latar belakang sejarah

Pada tahun 1969, ditemukan kandungan bijih tembaga yang kaya di Bougainville. Maka didirikanlah Tambang Tembaga Bougainville oleh perusahaan Australia Conzinc Rio Tinto. Tambang Panguna mulai berproduksi pada tahun 1972 di bawah manajemen Bougainville Copper Ltd, dan 20% sahamnya dipegang oleh Papua Nugini. Pada masa itu, tambang Panguna merupakan tambang terbuka terbesar di dunia. Tambang tersebut menghasilkan 45% pendapatan ekspor nasional Papua Nugini dan amat penting bagi ekonomi negara tersebut.[1]

Tambang ini menarik ribuan pendatang ke pulau Bougainville: kebanyakan adalah orang Papua Nugini yang dijuluki "kulit merah" karena warna kulit mereka yang merah (sementara kulit orang Bougainville berwarna hitam). Banyak pula orang "kulit putih" yang datang untuk bekerja di tambang (kebanyakan orang Australia). Kedatangan para pendatang menimbulkan ketegangan dengan orang-orang Bougainville yang tidak menginginkan orang asing di tanah mereka, terutama orang-orang "kulit merah" akibat perbedaan budaya.[2]

Konflik mulai meletus semenjak beroperasinya tambang Panguna. Banyak warga setempat yang menentangnya akibat masuknya pekerja dari luar, permasalahan lingkungan dan keuntungan dari tambang yang lebih dinikmati oleh orang luar.

Konflik dimulai

Pada akhir tahun 1988, ketegangan akibat keberadaan tambang ini memicu kekerasan. Walaupun awalnya hanya terjadi di area tambang, kekerasan kemudian merebak ke wilayah lain.[3] Akhirnya konflik ini pun berubah menjadi upaya Pasukan Revolusioner Bougainville (BRA) untuk memerdekakan Bougainville.

Catatan kaki

  1. ^ "Origins of the Bougainville Conflict". National Film and Sound Archive of Australia. Diakses tanggal 16 June 2013. 
  2. ^ O'Callaghan, Mary-Louise (2002). "The origins of the conflict". Conciliation Resources. Diakses tanggal 16 June 2013. 
  3. ^ Wehner & Denoon 2001, hlm. 3.

Bacaan lanjut

  • Lavaka Ata, Ulukalala (1 January 1998). "The Bougainville Crisis and PNG-Australia relations". Culture Mandala: The Bulletin of the Centre for East-West Cultural and Economic Studies. Gold Coast, Queensland: Centre for East-West Cultural and Economic Studies, School of Humanities and Social Sciences, Bond University. 3 (1): 41–55. ISSN 1322-6916.