Indosiar
Indosiar adalah salah satu stasiun televisi swasta nasional di Indonesia. Stasiun televisi ini beroperasi dari Daan Mogot, Jakarta Barat. Indosiar awalnya didirikan dan dikuasai oleh Salim Group. Pada tahun 2004, Indosiar merupakan bagian dari PT Indosiar Karya Media Tbk (sebelumnya PT Indovisual Citra Persada) yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (dahulu Bursa Efek Jakarta). Pada 13 Mei 2011, mayoritas saham PT Indosiar Karya Media Tbk dibeli oleh PT Elang Mahkota Teknologi Tbk, pemilik SCTV (melalui SCM sebelum bergabung dengan IDKM), menjadikan kedua stasiun televisi berada dalam satu pengendalian.[1][2] Kini, stasiun televisi ini resmi dikuasai oleh SCM pasca bergabung dengan IDKM dan "bersaudara" dengan SCTV.
Indosiar PT Indosiar Visual Mandiri | |
---|---|
Wilayah siaran | Nasional |
Kantor pusat | Jl. Damai No. 11, Daan Mogot, Kebon Jeruk, Jakarta Barat Studio: SCTV Tower, Senayan City, Jl. Asia Afrika Lot 19, Tanah Abang, Jakarta Pusat |
Slogan | Memang Untuk Anda (atau Memang Untuk Anda! memakai tanda seru digunakan sebagai promosi acara, media majalah serta Station ID dari tahun 1995 sampai 2001 dan kembali tahun 2006 sebagai Station ID) Luar Biasa (atau Luar Biasa!, versi ulang tahun) |
Pemilik | Salim Group (1995-2004) Indosiar Karya Media (2004-2013) Surya Citra Media (2013-sekarang) |
Media streaming | |
UseeTV | Indosiar (PAL) |
Vidio | Indosiar (HD) |
Sejarah
Ide dari Grup Salim untuk memiliki sebuah televisi swasta sebenarnya sudah ada ketika pemerintah mengeluarkan izin bagi RCTI untuk berdiri sebagai stasiun televisi swasta pertama di Indonesia di tahun 1989. Adanya keuntungan dari TV swasta dan kerajaan bisnis Grup Salim yang merambah ke berbagai sektor, membuat adanya "keharusan" bagi mereka untuk memiliki stasiun TV sendiri. Bak gayung bersambut, pemerintah kemudian memberikan izin kepada perusahaan patungan antara Grup Salim dan koran Suara Merdeka di Semarang untuk membangun sebuah stasiun televisi lokal. Nama televisi itu adalah Merdeka Citra Televisi Indonesia (MCTI). Izin pendiriannya sendiri dikeluarkan pada 21 Agustus 1991,[3] dan dimiliki secara patungan masing-masing 60% untuk Salim dan 40% untuk Suara Merdeka. Untuk mempersiapkannya, Salim kemudian melakukan kerjasama dengan TVB Hong Kong yang ditempatkan di kantor pusat MCTI di Semarang.[4] Selain itu, Salim juga merencanakan membangun salah satu stasiun televisi lagi di Batam. Stasiun televisi itu diberi nama Ramako Indotelevisi (RIT TV), yang merupakan patungan dari Grup Salim dan Grup Ramako (milik Bambang Rachmadi).[5] Pembangunan stasiun TV di daerah tersebut, disebabkan oleh sikap pemerintah yang pada saat itu hanya membolehkan satu stasiun TV swasta di daerah masing-masing.
Namun, kemudian Salim memutuskan untuk mengubah rencananya dengan membangun suatu TV swasta nasional. Dalam lobi yang dilakukan oleh Anthony Salim dengam Presiden Soeharto di Eropa, Anthony mengusulkan pembentukan stasiun TV yang mengurusi masalah-masalah ekonomi, khususnya ekonomi pedesaan. Sementara itu, dari pihak lain yaitu Eko Supardjo Rustam (anak mantan Gubernur Jawa Tengah Soepardjo Rustam) dan Mendagri muncul ide untuk membangun stasiun TV yang berada di Jawa Tengah, untuk menyiarkan siaran berbasis budaya Jawa. Presiden Soeharto kemudian memutuskan untuk menggabungkan ide mereka dalam bentuk satu perusahaan, yaitu PT Indosiar Visual Mandiri, yang bertujuan untuk menyiarkan acara berbasis ekonomi pedesaan dan kebudayaan. Secara resmi, PT Indosiar Visual Mandiri resmi didirikan pada 19 Juli 1991, dan mendapat izin siarannya pada 18 Juni 1992.[6][7] Layaknya TPI, stasiun TV ini dimaksudkan untuk bersiaran secara nasional dengan sifat khusus (dinamakan Stasiun Penyiaran Televisi Swasta Khusus/SPTSK) karena memiliki tujuan tertentu, bukan sekadar hiburan semata, tidak seperti stasiun TV swasta lain yang hanya diizinkan bersiaran secara lokal.[4] Memang terdengar "aneh", tapi memang begitulah kebijakan pemerintah Orde Baru untuk memberikan keleluasaan pada kroni-kroninya, dalam hal ini Grup Salim. Belum lagi beroperasi, setahun kemudian yaitu pada 30 Januari 1993, Indosiar bersama 4 stasiun TV swasta yang sudah ada (RCTI, SCTV, TPI dan ANteve) diizinkan untuk bersiaran dengan status yang sudah diubah, yaitu Stasiun Penyiaran Televisi Swasta Umum (SPTSU). Jika bagi stasiun TV seperti SCTV dan RCTI dengan keputusan ini maka mereka dapat bersiaran nasional, namun bagi Indosiar, berarti mereka bebas dari "komitmen" yang melekat pada SPTSK tersebut. Inilah yang akhirnya membuat Indosiar mampu menyiarkan acara hiburan pada awal pendiriannya. Pada akhirnya, dua stasiun TV swasta lokal lain yang direncanakan berdiri dan sebagian sahamnya dimiliki Grup Salim, yaitu MCTI dan Ramako Indotelevisi di Batam, kemudian memutuskan untuk meleburkan diri mereka dalam Indosiar.[8]
Melanjutkan kerjasama yang dijalin sejak masih berniat membentuk MCTI, Indosiar kemudian menjalin hubungan dengan TVB yang memang sudah berpengalaman dalam industri TV di daerah tersebut sehingga diharapkan bisa memberikan pengetahuan pada pekerja Indosiar. Kerjasama ini diwujudkan dengan mencontoh tindakan TVB dengan membangun studio bagi produksi acara sendiri yang paling modern di Indonesia. Selain itu, Indosiar juga mendatangkan langsung 150 tenaga kerja asing, yang cukup banyak berada di posisi-posisi penting seperti divisi produksi, perencanaan dan pemasaran langsung dari TVB. Sayangnya, kebijakan mendatangkan 150 TKA ini langsung menimbulkan kontroversi karena dianggap bisa berbahaya bagi kebudayaan nasional (misalnya karena isu mereka akan memproduksi 800 serial tiruan asing) dan dianggap melanggar peraturan pemerintah. Mengetahui hal itu, sebulan sebelum bersiaran (Desember 1994), manajemen Indosiar memutuskan untuk mengurangi karyawan TVB hanya menjadi 30 orang saja. Mereka kemudian terus dikurangi dengan meningkatkan pelatihan pada karyawan Indosiar yang sudah ada sehingga pada akhirnya pada 1996, hampir tidak ada lagi TKA dari TVB di sana[4] (ada yang berpendapat, polemik ini tidak lebih merupakan bentuk ketidaksukaan atas seorang pengusaha nonpribumi yang memiliki sebuah stasiun TV).[9] Hasil kerjasama dari TVB itulah, adalah bentuk logo Indosiar yang sangat mirip dengan logo Television Broadcasts Limited, Hong Kong dan berbagai program drama Asia yang akan ditayangkan di awal siarannya. Dalam hal pendanaan, pembentukan Indosiar sendiri memakan investasi sebanyak US$ 200 juta.[10]
Terlepas dari hal tersebut, Indosiar tetap melanjutkan kegiatannya dan melakukan siaran percobaan pada tanggal 18 Desember 1994 mulai pukul 19.00-21.30 WIB di wilayah Jakarta (41 UHF), Bandung (54 UHF), Semarang (27 UHF), Yogyakarta (28 UHF), Surabaya (28 UHF), Denpasar (27 UHF), Medan (23 UHF) dan Ujung Pandang (27 UHF) - diundur dari rencana awal pada Juli dan Agustus 1994.[11] Siaran percobaannya pada saat itu hanya menyiarkan sebuah film dan dua siaran berita dari TVRI. Akhirnya, Indosiar resmi mengudara pada 11 Januari 1995, diresmikan oleh Menteri Penerangan Harmoko dan mengawali siaran resminya dengan program "Pesta Semarak Indosiar" yang disiarkan langsung mulai jam 19.30 WIB.[12] Awalnya, siaran Indosiar hanya berlangsung dari jam 16.00 WIB hingga 00.00 WIB, namun sejak 1997 siarannya mulai dilakukan sejak pagi (kecuali untuk akhir pekan, yang sejak awal bersiaran sudah dimulai dari jam 06.00 WIB). Dalam awal bersiaran, Indosiar langsung menggebrak dengan berbagai program hiburan, terutama berupa drama-drama Hongkong. Seperti misalnya serial Return of The Condor Heroes yang dibintangi oleh Andy Lau, To Liong To yang dibintangi oleh Tony Leung yang keduanya cukup populer di kalangan penonton. Demi memuaskan keinginan pentonton akan banyaknya siaran asing ini, Indosiar bahkan langsung meluncurkan teknologi baru yaitu NICAM yang menghasilkan suara jernih.[13] Indosiar juga menciptakan acara tradisional yang sudah ada di TVRI namun dengan gaya modern seperti Srimulat. Selain itu, Indosiar banyak menekankan kebudayaan. Salah satu program kebudayaan yang selalu ditayangkan adalah acara pertunjukan wayang pada malam minggu. Penayangan acara ini tidak lain merupakan perwujudan dari keinginan awal Presiden saat Indosiar didirikan pada 1992, yaitu menyiarkan acara yang kental dengan kebudayaan (Jawa). Secara umum, Indosiar pada saat itu menargetkan pasar keluarga, dan sudah mencanangkan diri untuk menyiarkan banyak program/film lokal dari awal, ditambah juga acara in-house (bahkan sudah menyiapkan internal production house). Namun, pada awalnya acaranya masih 70% impor-30% lokal.[14][15][11]
Seiring perkembangan waktu dan program, Indosiar juga mempopulerkan sinetron Indonesia yang bertemakan cinta dan keluarga (dimulai sejak munculnya Tersanjung), acara-acara realitas yang melibatkan emosi penonton dan SMS secara langsung (dimulai sejak munculnya AFI), infotainment KISS (Kisah Seputar Selebritis), dan juga program berita seperti Fokus dan Patroli. Indosiar juga menayangkan kartun yang cukup banyak setiap hari Minggu yaitu dari pukul 06.30 sampai 12.00 WIB. Kartun yang pernah populer di Indosiar adalah Dragon Ball, Digimon, Pokémon, Bleach, Naruto, Gundam, dan lain-lain.
Indosiar merupakan suatu stasiun televisi yang cukup populer di Indonesia pada awal pendiriannya. Stasiun ini terkenal karena langsung menyajikan program film-film impor, dan selanjutnya sinetron keluarga. Pada tahun 1999, stasiun ini bisa dikatakan melampaui RCTI dengan pasar 34-38%.[16] Di tahun 2002, Indosiar bahkan tercatat "menengguk" kue iklan terbesar dibanding stasiun TV lain.[17] Pada tahun 2004-2007, program sinetron (awalnya keluarga, namun kemudian juga kolosal) juga cukup dibantu oleh program realitas berupa kontes bernyanyi, seperti AFI, StarDut, Mamamia, Superstar Show, dan berbagai program lainnya. Namun, memasuki akhir 2000-an, tampak program kontes menyanyi tersebut sudah tidak banyak menarik pemirsa,[18] sehingga sejak itu Indosiar mulai memanfaatkan program drama FTV dan sinetron kolosal Genta Buana Paramita. Berbagai sinetron tersebut, menandakan perubahan Indosiar menjadi stasiun TV untuk penonton "kelas bawah" sampai saat ini. Awalnya, banyak drama kolosal Indosiar, seperti Tutur Tinular Versi 2011 cukup populer,[19] namun kemudian justru Indosiar menjadi pergunjingan di media sosial mengingat program-program drama dan FTV buatan Genta Buana itu cenderung berkualitas rendah dan menggunakan efek animasi yang tidak bagus. Hal-hal yang menjadi gunjingan tersebut, seperti misalnya animasi naga terbang, karakter kelelawar Jayapati (yang mirip Batman) di Tutur Tinular 2011 dan FTV Genta Buana yang backsound-nya lebih mirip dangdut India. Akhirnya, justru pemirsa/rating Indosiar semakin menurun (hanya menduduki posisi 6),[20] dan mungkin inilah yang menjadi salah satu alasan penjualan TV ini dari Grup Salim ke EMTEK pada 2011. Setelah dikuasai EMTEK, awalnya Indosiar tetap mempertahankan program tersebut, namun seiring dengan menurunnya rating maka pada 2012 Indosiar mulai melakukan beberapa penyesuaian. Beberapa perubahan tersebut, seperti memperbanyak program in-house, tidak lagi menayangkan program sinetron berseri (terutama sejak 2013) dan sinetron kolosal serta lebih menggalakkan acara realitas bergenre dangdut, seperti D'Academy, Bintang Pantura dan Liga Dangdut Indonesia. Indosiar seperti menjadi stasiun "TV dangdut baru" yang makin tenggelam dalam acara dangdut sampai tengah malam. Selain itu pula, Indosiar juga makin memantapkan program FTV yang bernuansa religi (sejak 2014) seperti Azab, Suara Hati Istri dan Pintu Berkah (produksi Mega Kreasi Films). Program-program ini cukup sukses menarik pasar masyarakat bawah, namun kadang-kadang dikritik karena ceritanya yang selalu monoton dan cenderung tidak berkualitas. Di masa penguasaan EMTEK juga, Indosiar menyingkirkan hampir seluruh program kartun yang pernah ditayangkan dan mulai menayangkan program sepakbola, seperti Liga 1 dan Piala Presiden.
Pada awal Mei 2013, Indosiar Karya Media resmi bergabung dengan Surya Citra Media dan membuat stasiun televisi ini dikendalikan oleh satu perusahaan media yang juga menguasai SCTV.[21] Direktur Utama Indosiar saat ini adalah Drs. Imam Sudjarwo, MP.
Kepemilikan
Indosiar awalnya merupakan perusahaan yang dimiliki dan didirikan oleh Grup Salim, salah satu konglomerat terbesar di Indonesia, pada tahun 1992 hingga 2011. Dalam awal pendiriannya, Indosiar dimiliki secara patungan oleh Andree Halim dan Anthony Salim (anak Sudono Salim) sebanyak masing-masing 50%. Kepemilikan Salim di sini sebenarnya hampir terancam lenyap akibat krisis ekonomi 1997-1998 yang kemudian menyebabkan stasiun TV ini harus diserahkan kepada BPPN untuk membayar hutang BLBI ke BCA. Pada tahun 1999-2000, kepemilikan Indosiar berubah, dengan perusahaan bentukan BPPN untuk menampung aset Grup Salim yaitu PT Holdiko Perkasa memegang 67%, sedangkan dua pemegang saham sebelumnya menyatukan kepemilikan mereka dalam PT Prima Visualindo yang memegang saham Indosiar sebanyak 32%. Seiring waktu, BPPN membawa Indosiar mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta pada 22 Maret 2001 dengan melepas 15% kepemilikannya (bersama sedikit saham milik PT Prima) dengan nama emiten IDSR.[7] Lalu, di akhir 2001, BPPN (lewat PT Holdiko) kemudian menjual 49% sahamnya di Indosiar ke PT TDM Aset Manajemen[22] sehingga kepemilikan BPPN tinggal 8,25%. Kemudian PT TDM (yang banyak diduga dibekingi oleh Grup Salim, walaupun belum terbukti) menjual sahamnya ke publik sehingga menyisakan hanya 29,02% dan ditambah penjualan saham Holdiko kepemilikan publik menjadi 43%. Namun, praktis PT Prima Visualindo tetap menjadi pengendali utama Indosiar, sehingga Indosiar tetap berada di kendali Grup Salim. Kondisi ini tetap tidak berubah dengan pembentukan perusahaan induk Indosiar, yaitu Indosiar Karya Media (IDKM) pada 4 Oktober 2004 dan penghapusan saham Indosiar setelahnya. IDKM kini menggantikan IDSR di bursa saham, namun tetap dengan kepemilikan yang sama yaitu Salim/PT Prima Visualindo 27%, TDM 29% dan publik 43%.[23][24] Seiring waktu, saham TDM pun lenyap dan saham publik menjadi 59,17%, ditambah dengan saham PT Dinamika Usaha Jaya dan Citibank Singapura. Namun, saham PT Prima tetap.[25]
Kondisi ini tetap berlangsung hingga ketika pada 3 Maret 2011 PT Prima Visualindo sepakat menjual 27% sahamnya ke PT Elang Mahkota Teknologi (EMTEK) yang dikendalikan keluarga Sariaatmadja.[26] Transaksinya dilakukan dengan keluarga Sariaatmadja menjual PT London Sumatra Indonesia miliknya yang merupakan salah satu perusahaan perkebunan sawit terbesar di Indonesia (yang diinginkan Grup Salim untuk memperkuat bisnis agribisnis dan barang konsumernya) sedangkan Salim menjual Indosiar pada EMTEK.[27] Isu penjualan ini sesungguhnya sudah muncul sejak 2007, ketika Salim berhasil menuntaskan pembelian saham London Sumatra Indonesia, namun tampaknya transaksi "tukar guling" ini diundur beberapa waktu.[28][29] Walaupun sempat mendapat penolakan dari sejumlah pimpinan Indosiar dan adanya tuduhan monopoli oleh KPPU, namun EMTEK tetap berhasil mengendalikan Indosiar dan bahkan berhasil meningkatkan kepemilikannya di Indosiar sebesar 84,77% setelah tender offer.[30] Pada akhirnya, induk Indosiar, IDKM melakukan penggabungan usaha dengan anak perusahaan EMTEK lain yang bergerak di bidang media, Surya Citra Media (SCM) pada 2013 sehingga kini Indosiar berada di bawah satu induk dengan SCTV sampai saat ini. Namun, sisa-sisa dari Grup Salim masih dapat kita lihat di kepemilikan PT Prima Visualindo atas EMTEK sebanyak 8,15%.[31]
Dalam perkembangan kepemilikan Indosiar, beberapa rumor juga sempat muncul misalnya, pada 2001 Bhakti Investama (yang dimiliki oleh Hary Tanoesoedibjo) berusaha mengikuti kompetisi untuk membeli 49% saham PT Holdiko di Indosiar, namun gagal karena rumor bahwa Bhakti ada di bawah kendali Grup Salim. Pada tahun itu juga, PT Prosperindo (milik Surya Paloh) juga mengikuti tender yang diadakan BPPN, namun gagal mendapatkan saham Indosiar.[32] Ada juga kabar bahwa perusahaan penyiaran Filipina ABS-CBN akan membeli saham Indosiar di tahun 2000.[33] Pada April 2010, Chairul Tanjung yang sudah memiliki Trans TV dan Trans7 juga dirumorkan akan mengakuisisi stasiun televisi ini, yang sempat mengakibatkan kenaikan sahamnya.[34] Isu penjualan ke Trans TV ini sesungguhnya sudah ada sejak Agustus 2006, dan manajemen pada saat itu mengatakan bahwa mereka siap berunding soal harganya.[35][36] Ada juga rumor yang sempat mengatakan bahwa Erick Thohir, pemilik Mahaka Media[37] dan salah satu perusahaan afiliasi Grup Salim di Filipina, TV5 akan mengakuisisi Indosiar.[38][39]
Acara
Penyiar
Daftar direktur utama
No. | Nama | Awal jabatan | Akhir jabatan |
---|---|---|---|
1 | Eko Soepardjo Rustam | 1992 | 1994 |
2 | Anky Handoko | 1994 | 2011 |
3 | Lie Halim | 2011 | 2012 |
4 | E. Loe Soei Kim | 2012 | 2014 |
5 | Drs. Imam Sudjarwo, MP | 2014 | sekarang |
Dewan direksi
No. | Nama | Jabatan |
---|---|---|
1 | Drs. Imam Sudjarwo, MP | Direktur Utama |
2 | Alvin Widarta Sariaatmadja | Direktur |
3 | Rusmiyati Djajaseputra | Direktur |
Dewan komisaris
No. | Nama | Jabatan |
---|---|---|
1 | Suryani Zaini | Komisaris Utama |
2 | Mohammad Jusuf Hamka | Komisaris |
3 | Susanto Suwarto | Komisaris |
4 | Segara Utama | Komisaris |
Transmisi
Indosiar memiliki sejumlah stasiun transmisi yang dioperasikan di berbagai kota di Indonesia.
Berikut ini adalah transmisi Indosiar dan stasiun afiliasinya (sejak berlakunya UU Penyiaran, stasiun TV harus membangun stasiun TV afiliasi di daerah-daerah/bersiaran secara berjaringan dengan stasiun lokal). Data dikutip dari data Izin Penyelenggaraan Penyiaran Kominfo[40] dan laporan keuangan SCM.[41][42]
Keterangan: yang dicetak miring berarti masih berupa stasiun relay dan belum memiliki siaran lokalnya sendiri.
Nama Jaringan | Daerah | Frekuensi Analog (PAL) | Frekuensi Digital (DVB-T2)[43] |
---|---|---|---|
PT Indosiar Visual Mandiri | DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi | 41 UHF | 24 UHF |
PT Indosiar Lontara Televisi | Makassar, Maros, Sungguminasa, Pangkajene | 27 UHF | |
Tanjung Selor | 32 UHF | ||
PT Indosiar Dewata Televisi | Denpasar | 27 UHF | 26 UHF |
PT Indosiar Bengkulu Televisi | Bengkulu | 28 UHF | |
PT Indosiar Lintas Yogya Televisi | Yogyakarta, Wonosari, Solo, Sleman, Wates | 28 UHF | 25 UHF |
PT Indosiar Jambi Televisi | Jambi | 23 UHF | |
PT Indosiar Bandung Televisi | Bandung, Cimahi, Padalarang, Cianjur | 54 UHF | 39 UHF |
Cirebon, Indramayu | 46 UHF | 37 UHF | |
Garut, Tasikmalaya, Ciamis | 24 UHF | 27 UHF | |
Cilegon, Serang | 24 UHF | ||
PT Indosiar Semarang Televisi | Semarang, Ungaran, Kendal, Demak, Jepara, , Kudus | 27 UHF | 32 UHF |
Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan | 51 UHF | 33 UHF | |
Purwokerto, Banyumas, Purbalingga, Kebumen, Cilacap | 39 UHF | 31 UHF | |
PT Indosiar Surabaya Televisi | Surabaya, Lamongan, Gresik, Mojokerto, Pasuruan, Bangkalan | 28 UHF | 29 UHF |
Jember | 60 UHF | 27 UHF | |
Kediri, Pare, Kertosono, Jombang, Blitar, Tulungagung | 51 UHF | ||
Malang | 38 UHF | 29 UHF | |
Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo | 44 UHF | 24 UHF | |
Pacitan | 23 UHF | 45 UHF | |
Situbondo, Bondowoso | 49 UHF | 27 UHF | |
Banyuwangi | 31 UHF | ||
Pamekasan, Sumenep | 29 UHF | ||
PT Indosiar Pontianak Televisi | Pontianak | 23 UHF | |
PT Indosiar Banjarmasin Televisi | Banjarmasin, Martapura, Marabahan | 38 UHF | 33 UHF |
PT Indosiar Balikpapan Televisi | Balikpapan | 28 UHF | 36 UHF |
Samarinda | 36 UHF | ||
PT Indosiar Pangkalpinang Televisi | Pangkal Pinang | 23 UHF | |
PT Indosiar Batam Televisi | Batam, Tanjung Balai Karimun | 49 UHF | 42 UHF |
PT Indosiar Lampung Televisi | Bandar Lampung, Metro | 28 UHF | |
PT Indosiar Ambon Televisi | Ambon | 38 UHF | |
PT Indosiar Kupang Televisi | Kupang | 38 UHF | |
PT Indosiar Jayapura Televisi | Jayapura | 38 UHF | |
PT Indosiar Pekanbaru Televisi | Pekanbaru | 28 UHF | |
PT Indosiar Manado Televisi | Manado | 44 UHF | |
PT Indosiar Padang Televisi | Padang, Pariaman | 49 UHF | |
Bukittinggi, Padang Panjang | 50 UHF | ||
PT Indosiar Palembang Televisi | Palembang | 28 UHF | |
PT Indosiar Medan Televisi | Medan | 23 UHF | 34 UHF |
Banda Aceh | 43 UHF | ||
PT Nusa Asia Antara | Mataram | 40 UHF[44] |
Logo
Logo Indosiar pada awalnya menggunakan logo yang mirip dengan Television Broadcasts Limited, Hong Kong, tetapi warnanya dibalik dan ditambah tulisan "INDOSIAR" (dengan font ITC Avant Garde yang dimodifikasi) pada tengah warna hijau, karena Indosiar dalam kenyataan yang sebenarnya banyak menyiarkan drama Asia dari Hongkong dan Korea. Logo ini diadopsi sebagai bagian dari hasil kerjasama antara Indosiar dan TVB di awal pendirian Indosiar, dan digunakan dengan lisensi dari anak perusahaan TVB di Belanda, Condor Entertainment BV lewat perjanjian sejak 1 Januari 1995. Kesepakatan keduanya ini berlangsung hingga 28 Februari 2027, dan sebagai bayarannya Indosiar membayar biaya senilai US$ 675.000 (tampaknya, seiring peralihan kepemilikan, Indosiar tidak melanjutkan kerjasama ini dan mengubah logonya).[45] Logo ini awalnya digunakan sejak Indosiar bersiaran di tahun 1995 hingga 2007. Namun logo tersebut menimbulkan kontroversi karena logo tersebut sebagai logo saat mengudara di sebelah kiri atas layar TV tabung disinyalir merusak layar TV tabung pada saat itu. Akibatnya layar-layar pada TV tabung di bagian pojok kiri atas jadi berbekas logo Indosiar, apabila diganti ke channel lain.
Namun sejak tahun 2012, logo tersebut kembali digunakan. Akan tetapi, logo tersebut diberi efek mengkilap. Pada tanggal 1 Oktober 2012, logo tersebut diberi efek "berlian". Pada tanggal 1 Desember 2014, logo Indosiar mengalami perubahan gaya huruf untuk pertama kalinya setelah 20 tahun.
Dari tahun 1996-2012, Indosiar juga menggunakan logo ikan terbang yang cukup ikonik. Logo tersebut, awalnya hanya digunakan dalam station identification, dan aslinya hanya berwarna besi metalik. Pada awal 2000-an, diperkenalkan logo baru dengan sayap berwarna pelangi dan pada 2007, di layar kaca mulai digunakan logo ikan terbang bersayap/bersirip merah. Logo ini sendiri merupakan perwujudan dari misi Indosiar, yaitu Futuristik, Inovatif, Satisfactory (memuaskan) dan Humanity (Kemanusiaan), atau disingkat FISH (Ikan). Penjabaran dari misi tersebut, yaitu:
- Futuristik. Dilambangkan dengan ikan terbang berenang sangat cepat, yang bermakna Indosiar selalu berorientasi ke masa depan dengan teknologi baru, serta menjadi yang terdepan dalam persaingan yang ada sekarang.
- Inovatif. Dilambangkan dengan ikan terbang yang mampu terbang setinggi-tingginya dilangit. Maksudnya, Indosiar diharapkan memiliki ide-ide baru dan orisinal dalam setiap program yang disuguhkan sehingga dapat menyajikan program-program baru yang dikehendaki masyarakat.
- Satisfactory (memuaskan). Dilambangkan dengan sisik ikan terbang untuk mempermudah berenang dalam air. Maknanya, Indosiar selalu berusaha memberikan kepuasan pemirsanya dengan memberikan perhatian pada kualitas acara ditambah dengan memperluas jaringan siarannya dengan fasilitas teknologi tinggi.
- Humanity (kemanusiaan). Dilambangkan dengan ikan tidak akan tenggelam karena memiliki kantung udara ditubuhnya, artinya ada bantuan dari organ lain. Dalam hal ini, Indosiar berusaha untuk peka terhadap lingkungan sekitar dengan membantu sesama, baik lewat program seperti peduli kasih atau penerimaan karyawan disabilitas.[46]
Selain perwujudan misi Indosiar, ikan besi metalik juga diambil sebagai logo karena merupakan perwujudan teknologi muktahir yang digunakan dalam penyiarannya. Ikan itu selalu terbang melintasi berbagai tempat, maksudnya jangkauan siaran Indosiar yang tanpa batas dan dapat dinikmati pemirsanya. Logo ikan terbang ini, akhirnya ditinggalkan pasca Indosiar diakuisisi oleh EMTEK.
Lihat pula
Referensi
- ^ Pemberitahuan Pengambilalihan PT Indosiar Karya Media Tbk oleh PT Elang Mahkota Teknologi Tbk
- ^ Indosiar-SCTV Merger – Diakses tanggal 21 Februari 2011
- ^ Dasar-dasar Penyiaran: Sejarah, Organisasi, Operasional, dan Regulasi: Edisi 2
- ^ a b c Ishadi S.K. 2014. Media dan Kekuasaan - Televisi di Hari-hari Terakhir Presiden Soeharto. Jakarta: Penerbit Buku Kompas
- ^ Televisi Jakarta di atas Indonesia: Kisah Kegagalan Sistem Televisi Berjaringan di Indonesia
- ^ Dasar-dasar Penyiaran: Sejarah, Organisasi, Operasional, dan Regulasi: Edisi 2
- ^ a b "Laporan Keuangan Indosiar Juni 2004" (PDF). Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2005-03-16. Diakses tanggal 2005-03-16.
- ^ Dari barbar sampai Timor Timur: mengeja budaya massa
- ^ Imagi-Nations and Borderless Television: Media, Culture and Politics Across Asia
- ^ Gamma, Volume 4,Masalah 1-9
- ^ a b Indosiar tanpa siaran siang
- ^ Indosiar siaran penuh
- ^ Seabad pers kebangsaan, 1907-2007
- ^ Persaingan televisi: Makin ketat, makin asing
- ^ Program acara untuk seluruh keluarga
- ^ Imagi-Nations and Borderless Television: Media, Culture and Politics Across Asia
- ^ Gamma, Volume 4,Masalah 1-9
- ^ Seabad pers kebangsaan, 1907-2007
- ^ Tutur Tinular versi 2011: Akhir Petualangan Kamandanu yang Melenceng Terlalu Jauh
- ^ Akan Seperti Apa (dan Bagaimana Seharusnya) Indosiar Baru?
- ^ "Indosiar" dan "SCTV" Resmi Merger
- ^ Mayoritas Saham Holdiko di Indosiar Terjual
- ^ 99 % Pemegang Saham IVM Setuju Konversi ke IKM
- ^ Televisi Batavia
- ^ TV5 Filipina akan Beli Indosiar
- ^ EMTK bakal jadi pengendali Indosiar!
- ^ Akuisisi Indosiar Rampung Akhir Juni
- ^ Saham Indosiar Aktif Lagi
- ^ Akuisisi Lonsum oleh Indofood Berjalan Mulus
- ^ MODAL KERJA: Pemilik SCTV raih utang Rp2,5 triliun dari BCA
- ^ Induk SCTV & Indosiar Private Placement, Mau Akuisisi Lagi?
- ^ Ekonomi Politik Media Penyiaran
- ^ industry seeks foreign boost
- ^ Diisukan Bakal Dibeli Trans TV, Saham Indosiar Naik tak Wajar
- ^ Indosiar Siap Dipinang
- ^ Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 18,Masalah 21-26
- ^ Mahaka Berminat Akuisisi Indosiar
- ^ TV5 Filipina akan Beli Indosiar
- ^ Kisah Indosiar dari Erick Thohir, Chairul Tanjung, TV5 Filipina, Akhirnya SCTV
- ^ DAFTAR IZIN PENYELENGGARAAN PENYIARAN LEMBAGA PENYIARAN TELEVISI YANG SUDAH DITERBITKAN OLEH MENTERI KOMINFO SAMPAI DENGAN NOVEMBER 2017
- ^ Laporan Keuangan Tahunan SCM 2014
- ^ Laporan Keuangan Tahunan SCM 2019
- ^ Peta ISR TV Digital - SDPPI Maps
- ^ https://www.liputan6.com/regional/read/3195264/warga-sambut-baik-kehadiran-indosiar-di-bumi-seribu-masjid
- ^ Laporan Tahunan EMTEK 2012
- ^ BAB I Pendahuluan
Pranala luar
- (Indonesia) Situs web resmi
- Indosiar di Instagram