Mari longa

Pahlawan Indonesia dari Ende

Mari Longa (skt.1855-1907) adalah seorang pejuang besar Bangsa Indonesia yang dengan tegas melawan Penjajah Belanda. Darah pemimpin dan ksatria mengalir dari darah ayahnya yaitu Longa Rowa. Longa Rowa merupakan seorang panglima besar dan penjaga perbatasan tanah persekutuan Nida. Mari Longa dilahirkan dari rahim seorang ibu bernama Kemba kore di Watunggere, Lio Timur, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Pada awalnya, Mari Longa diberi nama Leba Longa oleh ayahnya. Dalam bahasa Ende, Leba adalah nama sayur pare yang sangat pahit rasanya. Ayah Mari Longa memilih nama Leba yang bermakna pahit, berharap anaknya dapat memiliki sifat yang tegas. Namun, seiring berjalan waktu Leba Longa mengalami sakit-sakitan dan selalu cengeng. Suatu malam, Longa Rowa bermimpi bahwa anaknya harus diganti namanya menjadi Mari. Mari adalah sejenis pohon yang kulitnya sangat pahit dan keras kayunya. Dengan dihadiri oleh tokoh adat setempat, Leba secara resmi diganti namanya menjadi Mari Longa. Sejak saat itu, Mari Longa tumbuh dengan sangat sehat.[1]

Mari Longa
Lahir1855
Belanda Watunggere, Ende, Nusa Tenggara Timur, Hindia Belanda
Meninggal1907 (usia 52)
Belanda Watunggere, Ende, Nusa Tenggara Timur, Hindia Belanda
Sebab meninggalGugur dalam perang melawan Belanda
PekerjaanPahlawan dalam perjuangan melawan Belanda
Tahun aktif1890-1907
Orang tua
  • Longa Rowa (bapak)
  • Kemba Kore (ibu)

Sejak usianya yang sekitar empat tahun, Mari Longa sudah belajar memanah. Kepemimpinan Mari Longa sudah terlihat ketika Ia bermain perang-perangan bersama teman-temannya. Pada usia delapan tahun, Mari Longa sudah terbiasa ikut berburu di hutan bersama orang-orang desa. Mari Longa juga dikenal sebagai seorang pengembara. Ia mengembara dari ujung Flores bahkan sampai ke beberapa pulau terdekat Flores. Pengalamannya sejak kecil membuat cara pandang dan wawasannya semakin luas.[1]

Selama melakukan perjalanan, Mari Longa melihat dengan matanya sendiri penderitaan orang Flores dari ujung barat hingga timur. Bagi yang melawan Belanda akan ditangkap, dipukul, ditendang, bahkan dimasukkan ke dalam bui. Dengan modal kepemimpinan dan pemberaninya, Mari Longa bertekad untuk melakukan revolusi menentang Belanda. Langkah awalnya adalah mencari simpatisan dengan mengadakan gerakan moral dari kampung ke kampung. [1]

Mari Longa sangat disegani oleh masyarakat Ende, karena ia juga memiliki rasa sosial yang tinggi terhadap sesama manusia. Ia suka menolong dan mendahulukan kepentingan orang banyak. Mari Longa bergaul dengan siapa saja, tanpa memandang bulu. Tidak ada perbedaan perlakuan antara satu orang dengan orang lainnya. Hal inilah yang membuat Mari Longa dapat diakui sebagai sosok pemimpin yang tangguh dan menjadi idola masyarakat saat itu. Mari Longa tiba diujung masa pengembaraannya ketika ia bertemu dengan Nderu Ndoki yang menjadi  istrinya. Selain Nderu Ndoki, Mari Longa juga memiliki enam orang selir yaitu Kapi Mbipi, Weti Nduru, Fai Bilo, Weti Atu, Tidhu, Aru Atu, dan Bela Badjo.[1]

Gugur

Pada tahun 1907 Mari Longa gugur di tangan Kapten Christoffel di depan Benteng Watunggere.

Pertempuran/Perang

  1. ^ a b c d Patty, Lasa, Wake, Servas, Frans, Piet (2001). Perang Mari Longa (1893-1907). Ende: Yayasan Servas Mario. hlm. 59. ISBN 979-9547-10-5.