Kawasan Karst Maros-Pangkep

Karst Maros-Pangkep adalah sebuah kawasan karst yang terletak di Sulawesi Selatan dengan luas 400 km².[1]

Kawasan karst Maros-Pangkep terbentang seluas 43.750 ha yang terdiri dari areal penambangan seluas 20.000 ha dan 23.750 ha lainnya menjadi bagian dari 43.750 ha kawasan konservasi Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung. Pembagian tersebut dilakukan karena pada saat akan diusulkan menjadi taman nasional, di kawasan ini sudah banyak perusahaan yang mendapat izin melakukan kegiatan penambangan, diantaranya PT Semen Bosowa Maros, PT Semen Tonasa Pangkep, dan puluhan perusahaan lain yang menambang marmer dan batu kapur. Penambangan yang dilakukan di kawasan Karst Maros-Pangkep ini merupakan ancaman terhadap ekosistem dan kelestarian situs gua prasejarah dan tinggalan budaya prasejarah yang tersimpan di dalamnya. Salah satu aspek ekosistem yang terancam adalah ketersediaan air tanah di sekitar kawasan karst. Dari tinjauan hidrologis, daerah karst berpotensi sebagai wadah cadangan air. Hal ini terlihat pada beberapa gua yang di dalamnya terdapat sungai bawah tanah. Disamping itu, di kawasan ini dijumpai sejumlah sumber air berupa sungai besar dan sebagian bermuara di Air Terjun Bantimurung. Selain dikhawatirkan mengancam ketersediaan air, aktivitas penambangan juga dikhawatirkan dapat menghilangkan bukti-bukti sejarah karena gua-gua tersebut menyimpan sejumlah artefak sisa peradaban manusia masa prasejarah.[2]

Kawasan Karst Maros-Pangkep yang berada di areal Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung merupakan kawasan karst terluas di Indonesia dan terluas kedua di dunia setelah di Cina. Kawasan ini sudah ditunjuk sebagai kawasan Taman Nasional melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 398/Menhut/11/2004, tanggal 18 Oktober 2004, tentang Perubahan Fungsi Cagar Alam, Taman Wisata Alam, Hutan Lindung, Hutan Produksi Terbatas, dan Hutan Produksi Tetap menjadi Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung di Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan, seluas ± 43.750 ha. Kawasan tersebut sebelumnya terdiri dari kawasan Cagar Alam seluas ± 10.282,65 ha, Taman Wisata Alam seluas ± 1.624,25 ha, Hutan Lindung seluas ± 21.343,10 ha, Hutan Produksi Terbatas seluas ± 145 ha dan Hutan Produksi Tetap seluas ± 10.355 ha.[2]

Penunjukan sebagian kawasan Karst Maros-Pangkep dan kawasan Hutan Pegunungan Bulusaraung menjadi taman nasional melalui proses yang cukup panjang. Proses tersebut dimulai pada tahun 1993 oleh desakan UNESCO kepada Pemerintah Indonesia untuk segera melindungi ekosistem karst melalui penetapan kawasan konservasi, untuk selanjutnya diusulkan menjadi Situs Warisan Dunia (World Heritage Site). Kawasan Karst Maros -Pangkep memiliki keistimewaan dibandingkan dengan kawasan karst lainnya, diantaranya:

  • Membentang sepanjang dua wilayah administratif kabupaten, yaituKabupaten Maros dan Kabupaten Pangkep;
  • Memiliki lanskap yang indah, berbentuk seperti tower yang tidak ada duanya di dunia;
  • Koridor sangat panjang;
  • Memiliki nilai dan sumber daya arkeologi yang tinggi;
  • Memiliki ornamen gua yang indah dan terkenal di dunia;
  • Memiliki nilai jual yang tinggi untuk ekowisata alam;
  • Memiliki ratusan gua, walaupun baru 58 gua yang baru tereksplorasi biotanya oleh UPI;
  • Memiliki biodiversitas tertinggi se-Asia Tropika;
  • Diusulkan untuk menjadi "natural world heritage" (warisan alam dunia) sejak tahun 1998.[2]

Referensi

  1. ^ Sutcliffe, Theodora (23 Mei 2016). "In South Sulawesi, Indonesia, find some of the world's oldest cave art". CNN Travel. Diakses tanggal 23 Desember 2019. 
  2. ^ a b c Tim Direktori Maros-Pangkep (2007). Direktori Potensi Wisata Budaya Di Kawasan Karst Maros-Pangkep Sulawesi Selatan Indonesia (PDF). Makassar: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar. hlm. 31–33. ISBN 978-979-17021-0-2.