Prinsip medioker
Prinsip medioker[1] adalah gagasan filosofis bahwa "jika sebuah benda diambil secara acak dari salah satu dari beberapa kelompok atau kategori, benda tersebut lebih mungkin berasal dari kategori yang paling banyak daripada dari dari kategori yang lebih sedikit".[2] Prinsip ini sering digunakan untuk menunjukkan bahwa tidak ada hal yang istimewa tentang evolusi Tata Surya, sejarah Bumi, evolusi kompleksitas biologis, atau evolusi manusia. Gagasan heuristik ini juga yang sejalan dengan Prinsip Kopernikus, dan terkadang digunakan sebagai pernyataan filosofis tentang posisi umat manusia di alam semesta. Ide utama dari gagasan ini adalah dengan menganggap bahwa semua hal biasa-biasa saja, alih-alih memulai dengan asumsi bahwa suatu fenomena merupakan hal khusus, istimewa, luar biasa, atau superior.[3][4]
Referensi
- ^ "Medioker - KBBI Daring".
- ^ Kukla, A. (2009). Extraterrestrials: A Philosophical Perspective. Lexington Books. hlm. 20. ISBN 9780739142455. LCCN 2009032272.
- ^ "principle of mediocrity - astrobiology".
- ^ "THE WORLD QUESTION CENTER 2011 — Page 12". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-06-17. Diakses tanggal 2011-04-25.
Bacaan lanjutan
Sumber pustaka mengenai Prinsip medioker |
- Gonzalez, Richards, The Privileged Planet: How Our Place in the Cosmos is Designed for Discovery, Regnery Publishing, 2004, ISBN 0-89526-065-4
- Peter Ward and Donald Brownlee, Rare Earth: Why Complex Life is Uncommon in the Universe, Copernicus Books, January 2000, ISBN 0-387-98701-0
- J. Richard Gott III, Implications of the Copernican principle for our future prospects, Nature. 363: 315-319. May 1993
- Jim Holt, When Einstein Walked with Gödel: Excursions to the Edge of Thought, Farrar, Straus and Giroux, May 2015, ISBN 978-0374146702
Pranala luar
- Goodwin, Gribbin, and Hendry's 1997 Hubble Parameter measurement relying on the mediocrity principle The authors call this the 'Principle of Terrestrial Mediocrity' even though the assumption they make is that the Milky Way Galaxy is typical (rather than Earth). This term was coined by Alexander Vilenkin (1995).