Kesultanan Demak

kerajaan 1478-1554 di Asia Tenggara
Revisi sejak 25 Mei 2021 10.40 oleh Argo Carpathians (bicara | kontrib) (Suntingan Yusufjoestar2346 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh AnsyahF)

Kesultanan Demak atau Kerajaan Demak adalah kerajaan Islam pertama dan terbesar di pantai utara Jawa. Menurut tradisi Jawa, Demak sebelumnya merupakan kadipaten dari kerajaan Majapahit, kemudian muncul sebagai kekuatan baru mewarisi legitimasi dari kebesaran Majapahit.[1]

Kerajaan Demak

Karajan Islam ing Demak
Nagari Demak
1475–1568
Kota Demak pada peta tahun 1573
Kota Demak pada peta tahun 1573
Ibu kota
Bahasa yang umum digunakanJawa Kuno (selanjutnya berkembang menjadi bahasa Jawa modern seperti sekarang)
Agama
Islam
PemerintahanKesultanan
Sultan 
• 1475 -1518 ¹
Raden Patah
• 1518-1521
Pati Unus
• 1521-1546
Trenggana
• 1546-1547
Sunan Prawata (Rd. Mukmin)
Sejarah 
• Berdirinya kota pelabuhan Demak
1475
• Ibukota Demak dipindahkan ke Pajang oleh Sultan Hadiwijaya
1568
Didahului oleh
Digantikan oleh
Majapahit
krjKerajaan
Pajang
Sekarang bagian dari Indonesia
¹ (1475-1478 sebagai bawahan Majapahit)
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Kerajaan ini tercatat menjadi pelopor penyebaran agama Islam di pulau Jawa dan Indonesia pada umumnya, Walaupun tidak berumur panjang dan segera mengalami kemunduran karena terjadi perebutan kekuasaan di antara kerabat kerajaan. Pada tahun 1560, kekuasaan Demak beralih ke Kerajaan Pajang yang didirikan oleh Jaka Tingkir/Hadiwijaya. Salah satu peninggalan bersejarah Demak ialah Mesjid Agung Demak, yang menurut tradisi didirikan oleh Wali Songo.

Lokasi keraton Demak, yang pada masa itu berada di tepi laut, berada di kampung Bintara (dibaca "Bintoro" dalam bahasa Jawa), saat ini telah menjadi bagian kota Demak di Jawa Tengah. Sebutan kerajaan pada periode ketika beribu kota di sana dikenal sebagai Demak Bintara.

Hadiwijaya dari Pajang mewarisi wilayah Demak yang tersisa setelah ia, bersama-sama dengan Ki Gede Pamanahan dan Ki Penjawi, membunuh Arya Penangsang. Demak kemudian menjadi vasal dari Pajang.

Sejarah

Menurut tradisi Jawa, Kesultanan Demak berdiri pada 1403 saka (tahun 1481), didahului oleh runtuhnya Majapahit pada 1400 saka (tahun 1478).[2] Namun, sumber-sumber sekunder, terutama dari penelitian ilmiah, menyimpulkan bahwa Demak berdiri pada sekitar tahun 1478.[3][4]

Sementara Demak yang berada di wilayah utara pantai Jawa muncul sebagai kawasan yang mandiri. Dalam tradisi Jawa digambarkan bahwa Demak merupakan penganti langsung dari Majapahit, sementara Raja Demak (Raden Patah) dianggap sebagai putra Majapahit terakhir. Kerajaan Demak didirikan oleh kemungkinan besar seorang Tionghoa Muslim bernama Cek Ko-po. Kemungkinan besar putranya adalah orang yang oleh Tomé Pires dalam Suma Oriental-nya dijuluki "Pate Rodim", mungkin dimaksudkan "Badruddin" atau "Kamaruddin" dan meninggal sekitar tahun 1504.[1] Putra atau adik Rodim, yang bernama Trenggana bertakhta dari tahun 1505 sampai 1518, kemudian dari tahun 1521 sampai 1546. Di antara kedua masa ini yang bertakhta adalah iparnya, Raja Yunus (Pati Unus) dari Jepara. Sementara pada masa Trenggana sekitar tahun 1527 ekspansi militer Kerajaan Demak berhasil menundukkan Majapahit.[5]

Berdasarkan Babad Tanah Jawi, pendiri Kerajaan Demak adalah Raden Fatah atau Praba atau Raden Bagus Kasan (Hasan) memiliki gelar Jin Bun (gelar Tiongkok) sering disebut juga Senapati Jinbun atau Panembahan Jinbun bergelar Sultan Syah Alam Akbar Al-Fatah. (1455-1518) Memerintah Kerajaan Demak tahun 1500 - 1518.

Masa keemasan

Pada awal abad ke-16, Kerajaan Demak telah menjadi kerajaan yang kuat di Pulau Jawa, tidak satu pun kerajaan lain di Jawa yang mampu menandingi usaha kerajaan ini dalam memperluas kekuasaannya dengan menundukkan beberapa kawasan pelabuhan dan pedalaman di Nusantara.

Di bawah Pati Unus

Demak di bawah Pati Unus adalah Demak yang berwawasan nusantara. Visi besarnya adalah menjadikan Demak sebagai kerajaan maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa terancam dengan pendudukan Portugis di Malaka. Kemudian beberapa kali ia mengirimkan armada lautnya untuk menyerang Portugis di Malaka.[6]

Di bawah Trenggana

Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawahnya, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), juga menaklukkan hampir seluruh Pasundan/Jawa Barat (1528 - 1540) serta wilayah-wilayah bekas Majapahit di Jawa Timur seperti Tuban (1527), Madura (1528), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527 - 1529), Kediri (1529), Malang (1529 - 1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1529 - 1546). Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto. Salah seorang panglima perang Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatra), yang juga menjadi menantu raja Trenggana. Sementara Maulana Hasanuddin putra Sunan Gunung Jati[7] diperintah oleh Trenggana untuk menundukkan Banten Girang. Kemudian hari keturunan Maulana Hasanudin menjadikan Banten sebagai kerajaan mandiri. Sedangkan Sunan Kudus merupakan imam di Masjid Demak juga pemimpin utama dalam penaklukan Majapahit sebelum pindah ke Kudus.[8]

Kemunduran

Suksesi raja Demak ketiga tidak berlangsung mulus, terjadi persaingan panas antara P. Surowiyoto]] (Pangeran Sekar) dan Trenggana yang berlanjut dengan di bunuhnya P. Surowiyoto oleh Sunan Prawoto (anak Trenggana), peristiwa ini terjadi di tepi sungai saat Surowiyoto pulang dari Masjid sehabis sholat Jum'at. Sejak peristiwa itu Surowiyoto (Sekar) dikenal dengan sebutan Sekar Sedo Lepen yang artinya sekar gugur di sungai. Pada tahun 1546 Trenggana wafat dan tampuk kekuasaan dipegang oleh Sunan Prawoto, anak Trenggana, sebagai raja Demak keempat, akan tetapi pada tahun 1547 Sunan Prawoto dan isterinya dibunuh oleh Rungkud pengikut P. Arya Penangsang, putra Pangeran Surowiyoto (Sekar). P. Arya Penangsang adalah Adipati Jipang Panolan (Bojonegoro) pada waktu itu, Adipati Arya Penangsang adalah murid terkasih dari ketiga murid terbaiknya yang lain yaitu Pangeran Prawoto (Sunan Prawoto) dan Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya) murid Kanjeng Sunan Kudus. Jaka Tingkir selain murid Sunan Kudus juga murid Sunan Kalijaga. Pengikut Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri, penguasa Jepara / Kalinyamat (Suami Ratu Kalinyamat). Hal ini menyebabkan adipati-adipati di bawah Demak memusuhi P. Arya Penangsang, salah satunya adalah menantu Sultan Trenggono Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya).

Pada tahun 1546 – 1560 karena terjadinya kekosongan kepemimpinan sepeninggalan Sultan Trenggono berikut suksesi pembunuhan Sunan Prawoto maka tahun 1568 semua Adipati sepakat Kasultanan Pajang adalah pengganti Kasultanan Demak. Terjadilah pemindahan kekuasan yang dilakukan oleh Jaka Tingkir (Sultan Hadiwijaya) atas persetujuan para sunan Walisanga dikarenakan setelah kepemimpinan Sunan Prawoto Kasultanan Demak mengalami masa kelam. Puncak dari peristiwa ini Arya Penangsang dibunuh oleh Sutawijaya, anak angkat Jaka Tingkir. Dengan terbunuhnya Arya Penangsang, maka berakhirlah era Kesultanan Demak. Jaka Tingkir (Hadiwijaya) memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang dan mendirikan Kerajaan Pajang.

Galeri

Lihat pula

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ a b Ricklefs 2008, hlm. 38.
  2. ^ Ricklefs 2008, hlm. 124.
  3. ^ Rokhman dkk. 2016, hlm. 50.
  4. ^ Ngationo 2018, hlm. 17.
  5. ^ Ricklefs 2008, hlm. 39.
  6. ^ Cortesão 1944.
  7. ^ Uka Tjandrasasmita, (2009), Arkeologi Islam Nusantara, Kepustakaan Populer Gramedia, ISBN 979-9102-12-X.
  8. ^ Ricklefs 2008.

Daftar pustaka