Sokrates

Revisi sejak 9 Mei 2021 21.48 oleh Ivan Humphrey (bicara | kontrib) (socrates menjadi sokrates)

Sokrates (Yunani: Σωκράτης, Sǒkratēs) (469 SM - 399 SM) adalah filsuf dari Yunani yang merupakan salah satu figur paling penting dalam tradisi filosofis Barat. Bahkan, bagi sebagian pemikir Barat, Sokrates dianggap sebagai Filsuf pertama, dan disebut sebagai Bapak Filosofi. Sokrates lahir di Athena, dan merupakan generasi pertama dari tiga ahli filsafat besar dari Yunani selain Plato dan Aristoteles. Sokrates adalah guru Plato, kemudian Plato pada gilirannya mengajar Aristoteles. Semasa hidupnya, Sokrates tidak pernah meninggalkan karya tulisan, sehingga sumber utama mengenai pemikiran Sokrates berasal dari manuskrip tulisan muridnya, Plato.[1]

Sokrates
Σωκράτης
Sokrates
Lahirc. 469 / 470 SM
Deme Alopece, Athena
Meninggal399 SM (umur sekitar 71)
Athena
KebangsaanYunani
EraFilsafat kuno
KawasanFilsafat Barat
AliranYunani klasik
Minat utama
Epistemologi, Etika
Gagasan penting
Metode Sokrates, Ironi

Riwayat hidup

Sokrates[2] diperkirakan lahir dari ayah yang berprofesi sebagai seorang pemahat patung dari batu bernama Sophroniskos. Di kemudian hari, Sokrates meneruskan pekerjaan ayahnya, seperti kebiasaan orang-orang pada masanya. Ibunya bernama Phainarete berprofesi sebagai seorang bidan, dari sinilah Sokrates menamakan metodenya berfilsafat dengan metode kebidanan nantinya. Sokrates lahir bukan dari keluarga yang kaya, bahkan cenderung tidak mampu. Ia hanya mengenyam pendidikan secukupnya, tidak seperti bangsawan-bangsawan pada masanya. Sokrates beristri seorang perempuan bernama Xantippe dan dikaruniai tiga orang anak.

Secara historis, filsafat Sokrates mengandung pertanyaan karena Sokrates sendiri tidak pernah diketahui menuliskan buah pikirannya. Sesuatu yang dikenal sebagai pemikiran Sokrates pada dasarnya adalah berasal dari catatan Plato, Xenophone (430-357) SM, dan siswa-siswa lainnya yang paling terkenal di antaranya adalah penggambaran Sokrates dalam dialog-dialog yang ditulis oleh Plato. Dalam karya-karyanya, Plato selalu menggunakan nama gurunya sebagai tokoh utama sehingga sangat sulit memisahkan gagasan Sokrates yang sesungguhnya dengan gagasan Plato yang disampaikan melalui mulut Sokrates. Nama Plato sendiri hanya muncul tiga kali dalam karya-karyanya sendiri yaitu dua kali dalam Apologi dan sekali dalam Phaedrus.[3]

Sokrates dikenal sebagai seorang yang tidak tampan, berpakaian sederhana, tanpa alas kaki dan berkeliling mendatangi masyarakat Athena berdiskusi soal filsafat. Dia melakukan ini pada awalnya didasari satu motif religius untuk membenarkan suara gaib yang didengar seorang kawannya dari Oracle Delphi yang mengatakan bahwa tidak ada orang yang lebih bijak dari Sokrates. Merasa diri tidak bijak dia berkeliling membuktikan kekeliruan suara tersebut, dia datangi satu demi satu orang-orang yang dianggap bijak oleh masyarakat pada saat itu dan dia ajak diskusi tentang berbagai masalah kebijaksanaan. Metode berfilsafatnya inilah yang dia sebut sebagai metode kebidanan. Dia memakai analogi seorang bidan yang membantu kelahiran seorang bayi dengan caranya berfilsafat yang membantu lahirnya pengetahuan melalui diskusi panjang dan mendalam. Dia selalu mengejar definisi absolut tentang satu masalah kepada orang-orang yang dianggapnya bijak tersebut meskipun kerap kali orang yang diberi pertanyaan gagal melahirkan definisi tersebut. Pada akhirnya Sokrates membenarkan suara gaib tersebut berdasar satu pengertian bahwa dirinya adalah yang paling bijak karena dirinya tahu bahwa dia tidak bijaksana sedangkan mereka yang merasa bijak pada dasarnya adalah tidak bijak karena mereka tidak tahu kalau mereka tidak bijaksana.

Anak muda pada masa itu banyak yang tertarik dan mendukung Sokrates. Bahkan, diceritakan bahwa anak muda pada masa itu lebih memilih untuk mendengarkan Sokrates ketimbang orangtua nya. Cara berfilsafatnya telah memunculkan rasa sakit hati terhadap Sokrateskarena setelah penyelidikan itu maka akan tampak bahwa mereka yang dianggap bijak oleh masyarakat ternyata tidak mengetahui apa yang sesungguhnya mereka ketahui. Rasa sakit hati inilah yang nantinya akan berujung pada kematian Sokrates melalui peradilan dengan tuduhan merusak generasi muda. Sebuah tuduhan yang sebenarnya bisa dengan gampang dipatahkan melalui pembelaannya sebagaimana tertulis dalam Apologi karya Plato. Sokrates pada akhirnya wafat pada usia tujuh puluh tahun dengan cara meminum racun sebagaimana keputusan yang diterimanya dari pengadilan dengan hasil voting 280 mendukung hukuman mati dan 220 menolaknya.

Sokrates sebenarnya dapat lari dari penjara, sebagaimana ditulis dalam Krito, dengan bantuan para sahabatnya. Namun, dia menolak atas dasar kepatuhannya pada satu kesepakatan yang telah dia jalani dengan hukum di kota Athena. Keberaniannya dalam menghadapi maut digambarkan dengan indah dalam Phaedo karya Plato. Kematian Sokrates dalam ketidakadilan peradilan menjadi salah satu peristiwa peradilan paling bersejarah menurut masyarakat Barat setelah peradilan Yesus Kristus.

Filosofi

 
Kematian Sokrates, lukisan karya pelukis Jacques-Louis David (1787).

Peninggalan pemikiran Sokrates yang paling penting ada pada cara dia berfilsafat dengan mengejar satu definisi absolut atas satu permasalahan melalui satu dialektika. Pengejaran pengetahuan hakiki melalui penalaran dialektis menjadi pembuka jalan bagi para filsuf selanjutnya. Perubahan fokus filsafat dari memikirkan alam menjadi manusia juga dikatakan sebagai jasa dari Sokrates. Manusia menjadi objek filsafat yang penting setelah sebelumnya dilupakan oleh para pemikir hakikat alam semesta. Pemikiran tentang manusia ini menjadi landasan bagi perkembangan filsafat etika dan epistemologis di kemudian hari.

Pengaruh

Sumbangsih Sokrates yang terpenting bagi pemikiran Barat adalah metode penyelidikannya, yang dikenal sebagai metode elenchos, yang banyak diterapkan untuk menguji konsep moral yang pokok. Karena itu, Sokrates dikenal sebagai bapak dan sumber etika atau filsafat moral, dan juga filsafat secara umum.

Referensi

  1. ^ (Inggris) Buckingham, Will; Douglas Burnham; Peter J. King; Clive Hill; Marcus Weeks; John Marenbon (2010). The Philosophy Book. DK Publishing. ISBN 978-0756668617. 
  2. ^ Bertens, 1999 hlm 99-100
  3. ^ Rakhmat, 2009 hlm 137

Daftar pustaka

  • Bertens, Kees. Sejarah Filsafat Yunani. Kanisius. 1999. Yogyakarta.
  • Ferguson, Wallace K., and Geoffrey Bruun. A Survey of European Civilization (4th Ed), pg. 38-39. Houghton Mifflin Company / Boston, 1969, USA.
  • Rakhmat, Ioanes. Sokrates dalam Tetralogi Plato: Sebuah Pengantar dan Terjemahan Teks. Gramedia. 2009. Jakarta.
  • Yenne, Bill. 100 Pria Pengukir Sejarah Dunia (hal 32-33). Alih bahasa: Didik Djunaedi. PT. Pustaka Delapratasa, 2002, Jakarta.

Lihat pula