Dunia yang rasional
Klaim bahwa dunia adalah rasional dihubungkan dengan fakta bahwa ia teratur. Kejadian-kejadian pada umumnya tidak kacau-balau: semua itu berhubungan dengan cara tertentu. Matahari terbit menandakan bahwa bumi berputar secara teratur. Jatuhnya benda berat terkait dengan pelepasan benda itu sebelumnya dari ketinggian. Saling bertaut berbagai kejadian inilah yang memberi gagasan tentang kausalitas. Jendela rusak karena dibenturkan dengan batu. Pohon ek tumbuh karena bijinya ditanam. Penghubung tetap dari kejadian-kejadian yang terkait secara kausal menjadi begitu dikenal, sehingga manusia tertarik untuk mengaitkan potensi kausatif kepada objek-objek material itu sendiri: batu secara aktual menimbulkan kerusakan jendela. Namun, hal ini tetap harus mengaitkan kekuatan-kekuatan aktif kepada objek-objek material yang tidak selayaknya diterima. Sebenarnya, segala yang dapat dikatakan orang bahwa ada korelasi di antara – katakanlah – batu-batu yang membentur jendela dan kaca yang pecah. Oleh karena itu, kejadian-kejadian yang membentuk rentetan-rentetan tersebut tidak independen. Jika seseorang dapat membuat rekaman seluruh kejadian dalam wilayah ruang tertentu melewati suatu periode waktu, dia akan mencatat bahwa rekaman itu akan dijelajahi oleh pola-pola, ini semua berupa “pertalian kasual”. Eksistensi pola-pola ini adalah manifestasi tatanan rasional dari dunia. Tanpa pola-pola ini yang ada mungkin hanya chaos.
Determinisme
Terkait erat dengan kausalitas adalah gagasan tentang determinisme. Dalam bentuk modernnya, ini adalah asumsi bahwa kejadian-kejadian secara keseluruhan ditentukan oleh kejadian-kejadian lain yang lebih awal. Determinisme membawa implikasi bahwa keadaan dunia pada satu momen memadai untuk membakukan keadaannya pada momen belakangan. Dikarenakan keadaan belakangan menentukan keadaan-keadaan berikutnya, konklusi yang ditarik adalah bahwa segala sesuatu yang senantiasa terjadi pada alam semesta di masa depan sepenuhnya ditentukan oleh keadaan saat ini. Ketika Isaac Newton mengemukakan hukum mekanikanya pada abad-17, determinisme secara otomatis tersusun ke dalamnya. Sebagai contoh, dalam membicarakan sistem tata surya sebagai sistem yang terpisah, posisi dan kecepatan planet-planet pada suatu saat memadai untuk menetapkan secara unik (lewat hukum-hukum Newton) posisi dan kecepatan mereka dalam segala saat berikutnya. Tambahnya lagi, hukum tersebut tidak memuat keterarahan dalam waktu, sehigga hasilnya bekerja sebaliknya. Keadaan masa kini memadai untuk mengatur secara unik seluruh keadaan masa lampau. Berdasarkan cara ini, orang-orang dapat memprediksi gerhana pada masa depan dan juga memprediksi ulang kejadiannya pada masa lampau.[1]
Jika dunia bercorak deterministik sempurna, seluruh kejadian terkunci dalam matriks sebab dan akibat. Masa lampau dan masa depan termuat dalam masa kini, dalam pengertian bahwa informasi yang diperlukan untuk menyusun keadaan-keadaan dunia pada masa lampau dan masa depan termuat pada saat ini – dalam pengertian bahwa informasi yang diperlukan untuk menyusun keadaan-keadaan dunia pada masa lampau dan masa depan terlipat menjadi keadaan masa kini dengan cara yang persis sama rigidnya dengan informasi teorema Pythagoras yang dilipat menjadi aksioma-aksioma geometri Euklides. Keseluruhan kosmos menjadi sebuah mesin atau mesin jam raksasa, mengikuti sepenuhnya jalan perubahan yang telah diletakkan dari permulaan waktu. Ilya Prigogine telah mengungkapkannya secara lebih puitis: Tuhan direduksi menjadi seorang petugas arsip belaka, yang membalik halaman-halaman buku sejarah kosmos yang telah tertulis.[1]
Berdiri di seberang determinisme adalah indeterminisme atau kemungkinan. Seseorang dapat mengatakan bahwa sebuah kejadian terjadi lewat “kemungkinan murni” atau “lewat kebetulan” jika secara jelas tidak ditentukan oleh sesuatu yang lain. Melemparkan dadu atau mata uang adalah contoh umum yang diketahui. Namun, hal tersebut belum diketahui secara pasti tergolong ke dalam kasus indeterminisme murni atau apakah semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor dan kekuatan-kekuatan yang menentukan hasilnya tersembunyi dari manusia, sehingga secara sederhana tampak acak bagi. Sebelum abad ke-10, kebanyakan para ilmuwan akan memberikan jawaban terakhir. Mereka menduga bahwa dunia bercorak deterministik ketat dalam landasan terdalam dan penampakan kejadian-kejadian kebetulan atau acak secara keseluruhan merupakan akibat ketidaktahuan tentang detail-detail sistem yang menjadi perhatian.[2]
Mereka beralasan jika gerak setiap atom dapat diketahui, mata uang yang dilontarkan sekalipun akan dapat diprediksi disebabkan oleh informasi kita yang terbatas mengenai dunia. Perilaku acak dirunut ke sistem-sistem yang sangat tidak stabil dan berada dalam cakupan fluktuasi-fluktuasi yang sangat kecil. Oleh karena itu, terdapat fluktuasi-fluktuasi dalam kekuatan-kekuatan yang menyerbu sistem-sistem itu dari lingkungan mereka dalam lingkup sekejap.[1]
Sudut pandang ini banyak diabaikan pada akhir tahun 1920-an dengan penemuan mekanika kuantum, yang bergelut dengan fenomena-fenomena berskala atomik dan dalam dataran yang sangat mendasar indeterminisme pun telah menjadi bagian dari mekanika kuantum. Satu ungkapan dari indeterminisme dikenal sebagai prinsip ketidakpastian Heisenberg, yang diambil dari pakar fisika kuantum dari Jerman bernama Werner Heisenberg. Berbicara sederhana, kondisi-kondisi tersebut, yang seluruhnya berupa kuantitas-kuantitas terukur, tunduk kepada fluktuasi-fluktuasi yang tidak dapat diprediksi, dan hal itu membuat nilai-nilainya tunduk kepada ketidakpastian. Untuk mengkuantifikasi ketidakpastian ini, hal-hal yang dapat diobservasi dikelompokkan ke dalam pasangan-pasangan: posisi dan momentum membentuk satu pasangan, sebagaimana halnya energi dan waktu. Prinsip ini menuntut bahwa usaha-usaha untuk mereduksi level ketidakpastian dari satu anggota pasangan bertugas untuk menambah ketidakpastian anggota lainnya. Oleh karena itu, pengukuran yang akurat atas posisi suatu partikel – katakanlah semacam elektron – mengandung efek yang membuat momentumnya sangat tidak pasti, begitu pun sebaliknya. Dikarenakan seseorang harus mengetahui posisi dan momentum partikel-partikel dalam sebuah sistem dengan saksama ketika ingin memprediksi keadaan-keadaan masa depannya, prinsip ketidakpastian Heisenberg meletakkan penyelesaian kepada gagasan bahwa masa kini menentukan masa depan secara pasti. Tentu saja, prinsip ini menduga bahwa ketidakpastian kuantum merupakan hakikat sejati bagi alam, bukan semata-mata akibat dari level gaib tertentu dari aktivitas deterministik. Pada tahun-tahun belakangan ini, sejumlah eksperimen penting telah dilaksanakan untuk menguji titik ini. Eksperimen-eksperimen itu menegaskan bahwa ketidakpastian betul-betul inheren dalam sistem kuantum. Alam semesta benar-benar bercorak indeterministik dalam levelnya yang paling dasar.[1]
Menurut Davies, hal ini tidak berarti bahwa alam semesta adalah irasional. Ada perbedaan antara peran kemungkinan dalam mekanika kuantum dan chaos tanpa pembatasan dari sebuah alam semesta tanpa hukum. Secara umum, tidak ada kepastian mengenai keadaan-keadaan masa depan bagi sistem kuantum, tetapi probabilitas relatif bagi keadaan-keadaan mungkin yang berlainan masih ditentukan. Oleh sebab itu, rintangan-rintangan sebuah atom misalnya, akan berada dalam kondisi aktif ataupun nonaktif, kendati hasilnya dalam kesalahan tertentu tidak diketahui. Keabsahan hukum secara statistik mengimplikasikan bahwa efek-efek kuantum biasanya tidak nyata dalam skala makroskopik – alam tampaknya sesuai dengan hukum-hukum deterministik.[1]
Pekerjaan para fisikawan adalah mengungkapkan pola-pola yang ada di alam dan mencoba mencocokkannya dengan skema-skema matematis sederhana.[3] Pertanyaan tentang mengapa ada pola-pola dan mengapa skema-skema matematis semacam itu menjadi mungkin, terletak di luar lingkup fisika dan menjadi milik subjek yang dikenal sebagai metafisika.[1]
Lihat pula
Rujukan
- ^ a b c d e f Davies, Paul (2012). Membaca Pikiran Tuhan: Dasar-Dasar Ilmiah dalam Dunia yang Rasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. 19–24. ISBN 978-979-9483-87-4.
- ^ Pals, Daniel L. (2011). Seven Theories of Religion: Tujuh Teori Agama Paling Komprehensif. Yogyakarta: Ircisod. ISBN 978-602-9789-08-9.
- ^ Dawkins, Richard (2015). Pertunjukan Paling Agung di Bumi: Bukti-Bukti Bagi Evolusi. Depok: Banana. hlm. 486. ISBN 978-979-1079-45-7.