Biospeleologi
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Biospeleologi merupakan salah satu cabang ilmu dalam speleologi yang lebih mendalami kehidupan dan faktor-faktor yang mendukung kehidupan di dalam gua. Arman Vire (1904) mengusulkan istilah “biospeologie” untuk sebuah ilmu yang mempelajari tentang kehidupan bawah tanah. Ilmu ini benar-benar berawal pada pertangahan abad 19. Sejak saat itulah perkembangan ilmu ini berkembang dengan sangat pesat. Hasil penelitian saat itu berupa penyusunan jenis-jenis yang hidup di dalam gua. Beberapa makalah dan tulisan lebih banyak dicurahkan pada sistematik hewan-hewan dalam gua. Perkembangan berikutnya adalah membuat laboratorium bawah tanah yang telah mengawali era biospeologi eksperimen. Biospeologi pun akhirnya semakin berkembang dan istilah ini makin lama tidak digunakan. Akhirnya istilah “biospeleologi” lebih banyak diterima dan lebih tepat dan digunakan sampai sekarang.
Biospeleologi dan Indonesia
Di Indonesia biospeleologi belum begitu berkembang karena belum banyak lembaga penelitian maupun universitas yang tertarik untuk menekuni kehidupan biota di dalam gua.Namun sejarah perkembangan biospeleologi dapat ditelusuri dari beberapa literatur. Awal perkembangan biospeleologi dimulai ketika pendudukan jaman Belanda atau bisa disebut periode Belanda (1900-1940). Kemudian periode berikutnya bisa disebut Periode Kemerdekaan (1941-1980) dimana pada periode ini tidak banyak penelitian maupun temuan dari dalam gua. Periode perkembangan biospeleologi meningkat dengan tajam ketika era 80-an atau bisa disebut dengan Periode tekini (1981- sekarang) dengan masuknya peneliti luar negeri. Pada saat itu, para penulusur gua dari Perancis yang dimotori APS banyak mengeksplorasi gua-gua di SUlawesi khususnya Karst MAros. Salah satu anggota tim yang terlibat adalah seorang biolog yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah biospeleologi Indonesia yaitu Dr. Louis Deharveng dan kolega yang selalu mendampinginya yaitu Dr. Anne Bedos. Kedua orang ini banyak menemukan jenis baru dari gua-gua di Indonesia dan banyak jenis yang namanya didedikasikan buat mereka.
Pada saat itu, peran peneliti Indonesia masih sangat kecil, namun sekelompok Mahasiswa Pecinta Alam Fak Biologi UGM (Matalabiogama) telah memulai kegiatan biospeleologi di awal 80-an dengan melakukan kegiatan inventarisasi fauna di beberapa gua di Nusakambangan dan Gombong Selatan. Peneliti Indonesia yang banyak terlibat dalam kegiatan biospeleologi pada era 80-an adalah Dr. Yayuk R. Suhardjon dan Drs. A. Suyanto, M.Sc. dari Pusat Penelitian Biologi LIPI. Mereka banyak mempelajari tentang arthropoda gua dan kelelawar gua.
Biota gua dan adaptasinya
Berdasarkan tingkat adaptasinya biota gua dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yaitu:
Trogloxene/stygoxene adalah kelompok biota (terestrial dan akuatik) yang menggunakan gua sebagai tempat tinggal sementara dan hidupnya masih tergantung dengan lingkungan luar gua.
Troglophile/stygophile adalah kelompok biota (terestrial/akuatik) yang seluruh daur hidupnya dihabiskan di dalam gua namun jenis yang sama masih ditemukan di luar gua. Contoh: Amblypygi jenis Stygophrynus dammermani Roewer dari beberapa gua di Jawa Barat.
Troglobite/stygobite adalah kelompok biota (terestrial/akuatik) yang seluruh daur hidupnya berlangsung di dalam gua dan jenis-jenis yang sama sudah tidak ditemukan lagi di luar gua. Kelompok ini telah mengalami proses adaptasi dan evolusi yang cukup panjang untuk dapat hidup dan sangat bergantung dengan lingkungan gua. Contoh: udang gua akuatik Cibinong (Stenasellus javanicus), kepiting gua Gunung Sewu (Karstarma jacobsoni), isopoda gua Gunung Sewu (Tenebrioscia antenuata Schultz (Gua Bribin) dan Javanoscia elongata Schultz (Gua Semuluh) dan banyak jenis lain dari Maros seperti Kumbang gua, Eustra saripaensis Deuve.