Ujunggebang, Susukan, Cirebon
Ujunggebang adalah desa di Kecamatan Susukan, Cirebon, Jawa Barat, Indonesia. Desa ini terletak di perbatasan Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayu. Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani terutama petani padi karena topografinya yang mendukung pertanian sawah. Dengan luas lahan pertanian sekitar 555 hektare, saat ini Ujunggebang menjadi salah satu daerah penghasil padi utama.
Ujunggebang | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Barat | ||||
Kabupaten | Cirebon | ||||
Kecamatan | Susukan | ||||
Kode Kemendagri | 32.09.27.2011 | ||||
Luas | 650 ha | ||||
Jumlah penduduk | 6.606 jiwa | ||||
Kepadatan | 102/km2 | ||||
|
Geografi
Desa Ujunggebang terletak di koordinat Cirebon - Jakarta via Palimanan, 30 Km dari Ibu kota kabupaten (Sumber), 30 Km dari Kota Cirebon.
, berada pada 1 km dari jalur utama Pantura antaraDesa Ujunggebang berbatasan langsung dengan desa Luwungkencana di sebelah barat, desa Susukan di sebelah selatan, desa Bunder di sebelah timur, dan Kabupaten Indramayu di sebelah utara.
Di samping wilayah induk, Ujunggebang memiliki dua wilayah dusun/pecantilan yang terpisah dari wilayah induk, yaitu Dusun Gebangsari bagian utara dan Dusun Pule bagian selatan.
Sejarah
Ketika Syarif Hidayatullah dinobatkan menjadi raja di Keraton Pakungwati Cirebon sebagai Sunan di Gunung Jati sekitar tahun 1482M, dia memiliki bhayangkari Kerton Pakungwati yang sangat tangguh dipimpin oleh Pangeran Carbon (putranya Mbah Kuwu Cakrabuana) atau disebut Senopati Yudalaga (Panglima Perang Keraton Cirebon).
Salah satu bawahan Pangeran Carbon yang patuh, setia dan pemberani adalah Anyung Brata ("a"= aku, "nyung" = selalu siap siaga, "brata" = perang) yang selalu berada di barisan terdepan ketika terjadi kerusuhan, peperangan dan keributan, karena keberanainya itulah Anyung Brata selalu disayang oleh Pangeran Carbon sebagai panglima perang.
Untuk menambah keprawiraan dan pengetahuan keagamaannya, Pangeran Carbon dan Anyung Brata berguru ilmu kepada seorang wali yang dianggap mumpuni dalam kema'rifatan yakni Syekh Lemahabang/Syekh Siti Jenar/ Syekh Jabal Rantah.
Namun kemudian, Dewan Wali menganggap ajaran Syekh Lemahabang menyimpang karena tidak sesuai dengan syariat Islam, dan dianggap mengganggu proses penyebaran syariat Islam.
Untuk menghindari pertumpahan darah antara pasukan Demak dan Cirebon, sesepuh Cirebon, Mbah Kuwu Cirebon dan para pelaksana hukum serta para senopati Keraton Cirebon yaitu Pangeran Kejaksan, Pangeran Panjunan, Ki Ageng Bungko dan Pangeran Carbon, menyarankan agar yang diadili adalah Syekh Lemahabang saja sebagai Mahaguru yang harus mempertanggungjawabkannya. Usulan itu disepakati kemudian diadakan sidang tuntutan/ gugatan para wali kepada Syekh Lemahabang yang digelar di Masjid Agung Sang Ciptarasa Cirebon.
Untuk menenangkan diri dan menahan diri jangan sampai terjadi perang saudara (perang kadang ibur batur), Anyung Brata membawa istri tercintanya Nyi Mas Kejaksan, puterinya, dan abdinya yang setia yaitu Ki Gawul (Ki Tambak) dan Ki Santani (Ki Bogo), yang berasal dari daerah Pasundan. Mereka meninggalkan Keraton Pakungwati ke arah barat daya Wilayah Keraton Pakungwati Cirebon di perbatasan wilayah Darma Ayu (Indramayu). Anyung Brata dan pengikutnya menyamar seperti masyarakat biasa lalu membuka hutan untuk dijadikan Pedukuhahan.
Untuk mengatasi kebutuhan akan perairan, dibuatlah sumur pertama yang diberi nama Satana (asat tetapi ana – sedikit tetapi ada). Karena air dari sumur tersebut terasa asin seperti air laut, Anyung Brata mencari lokasi/tanah yang tepat ke arah tenggara. Dan dibukalah sumur yang kedua, yang mengeluarkan air deras, rasanya tawar dan diberi nama Sumuran.
Tanah hasil bukaan hutan tersebut sangat subur, cocok untuk pertanian dan palawija. Anyung Brata membabat hutan untuk dijadikan sawah dan diberi nama Blok Sri Berkah ("sri" = padi, "berkah" diharapkan mendapat berokah) atau dinamai Si Berkat.
Sejarah yang sangat berkaitan dengan Ujunggebang adalah ketika seorang putri dari wilayah Darma Ayu (Indramayu) yang bernama Nyi Mas Pandansari atau disebut juga Nyi Mas Junti melarikan diri dari kejaran seorang saudagar kaya dari negeri Cina yang hendak meminangnya yang bernama Sam Po Kong/ Sam Po Toa Lang atau disebut Dampo Awang dan ditolong oleh Seorang wali bernama Syekh Benthong.
Singkat Cerita, setelah melalui wilayah – wilayah yang dikemudian hari diberi nama Desa Junti Kedokan, Junti Kebon, Juntiwedhen dan Juntinyungat, singgahlah Nyi Mas Pandansari di sebuah sumur di Desa Cadangpinggan (wilayah Kertasemaya, Indramayu untuk sekadar melepas haus (selanjutnya sumur tersebut dikenal dengan nama Sumur Pandansari).
Kemudian Syekh Benthong dan Nyi Mas Junti berjalan kaki memasuki wilayah kekuasaan Keraton Cirebon, bertemu dengan Anyung Brata yang sedang menggarap sawah Sri Berkah/Si Brekat. Setelah berkenalan Syekh Benthong menitipkan Nyi Mas Pandansari/Nyi Mas Junti kepada Anyung Brata dan menceriterakan perihal Nyi Mas Junti.
Untuk mengecoh Dampo Awang yang masih mengejarnya, Syekh Benthong menghambat perjalanan dengan cara memperdaya pandangan Dampo Awang di Hutan/ Alas Walisurat.
Selanjutnya keselamatan Nyi Mas Pandansari/Nyi Mas Junti diserahkan kepada Anyung Brata. Kemudian Syekh Benthong pun melanjutkan perjalanan.
Karena khawatir keberadaan Nyi Mas Junti diketahui oleh Dampo Awang, maka Anyung Brata menyembunyikan Ny Mas Junti di puncak pohon Gebang (Corypha umbraculifera, sejenis palma tinggi besar dari daerah dataran rendah) yang daunnya lebat menyerupai kipas sehingga tidak terlihat.
Peristiwa tersebut diabadikan dengan memberikan nama pedukuhan tersebut dengan nama Pedukuhan Ujunggebang ("ujung" = pucuk, "gebang" = pohon Gebang). Kini Pedukuhan Ujunggebang menjadi Desa Ujunggebang.
Terpedaya dengan Syeikh Benthong, Ki Dampo Awang mencari berputar-putar sehingga kelelahan dan beristirahat di tepi sebuah parit (kalen sepuluh)
Atas pertanda yang diberikan Syekh Benthong, akhirnya Ki Dampo Awang pergi ke suatu daerah yang bernama Trusmi untuk menemui bakal jodohnya dan merelakan untuk menyudahi pencariannya atas Nyi Mas Pandansari.
Sepeninggal Dampo Awang, Nyi Mas Junti dilepaskan, lalu menikah dengan Anyung Brata menjadi istri kedua.
Di pedukuhan tersebut, yang diberi tugas pengamanan Padukuhan adalah Ki Gawul dan Ki Santani. Ki Gawul bertugas jaga malam mengelilingi desa dengan naik kuda dan pos jaga di Wangan Jagadalu/ perbatasan Ujunggebang - Desa Bunder, sedangkan Ki Santani bertugas jaga siang dengan berkuda mengelilingi desa dengan pos jaga di Sungai Jagasiang (sebelah timur Desa Ujunggebang).
Oleh karena mereka bekerja tanpa pamrih, sebagai rasa terima kasih masyarakat padukuhan Ujunggebang senantiasa memberi sedekah berupa uang, kue atau makanan lainnya kepada mereka.
Jasa lain Ki Gawul adalah kemampuannya membendung (nambak) Kedungparen yang curam dan sulit dilewati oleh masyarakat yang akan menuju Situs Buyut Murti/ Makam Kidul. Karena jasanya tersebut, Ki Gawul disebut Ki Tambak.
Setelah Anyung Brata wafat, sebagai balas jasa sebagai bayangkari keraton Pakungwati, dan untuk mempererat hubungan antara kawula dan gusti, Anyung Brata dimakamkan di kompleks Makam Sunan Gunung Jati di sebelah barat (blok Pamungkuran).
Sedangkan jenazah Nyi Mas Kejaksan disemayamkan di pedukuhan Ujunggebang, begitu pun Nyi Mas Pandansari/ Nyi Mas Junti. Oleh karena itu setiap tahun acara Mapag Sri dan Unjungan, sebagian masyarakat dari Desa Juntikedokan, Juntikebon, Juntiwedhen dan Juntinyungat datang berziarah di Makam Nyi Mas Junti yang berada di Desa Ujunggebang.
Makam Nyi Mas Kejaksan dan Nyi Mas Junti dipelihara oleh abdinya yang setia yaitu Buyut Jembar sampai dengan keturunannya (sebagai juru kunci).
Adapun Ki Santani setelah wafat dimakamkan di Situs Ki Bogo yang berada di tengah pedukuhan, sementara Ki Gawul dimakamkan di pojok sebelah tenggara Desa Ujunggebang di dekat Kedungparen yang ditambak olehnya. Masyarakat Ujunggebang menyebutnya Situs Ki Tambak.[1]
Hasil Bumi
Sebagian besar masyarakat Ujunggebang berprofesi sebagai petani, baik sebagai petani pemilik maupun sebagai penggarap. Baberapa hasil bumi unggulan dari desa ini adalah:
- Padi
- Perkebunan Palawija: Cabe, Kacang Panjang, Paria, Emes, Labu
- Perkebunan buah.
- jamur
Tempat yang Menarik
- Situs Balong Indah
- Situs Nyibuyut
- Situs Nyiwaja
- Petapan
- Situs Kipenggung
- Situs Kitambak
- Situs Kibogo
- Situs Kalen Sepuluh
- Sibedug
- Janggleng
- Tegal setra
Transportasi
- Bus AKAP Jakarta - Cirebon via Palimanan
- Bus KOPAYU jurusan Cirebon - Pamanukan/Jatibarang
- Angkutan Pedesaan AWN-07
- Motor Ojek
Lainnya
Sekolah
- Sekolah Menengah Pertama
- SMPN 2 Susukan
- Sekolah Dasar
- SDN 1 Ujunggebang
- SDN 2 Ujunggebang
- SDN 3 Ujunggebang
- Taman Kanak-kanak
- TK Beringin Bhakti
- Sekolah Keagamaan
- Madrasah DTA Nurul Iman
- TPQ Nurul Iman
- TK Al-Quran Nurul Iman
Musholla/ Tajug
- Baitul Ihsan, blok Nyi Buyut pengasuh: Ust. Makhtum
- Al-Istiqomah, blok Ki Penggung pengasuh: Ust. Darsono
- Miftahul Ahlak, blok Lebu pengasuh: Ust. Mujib
- Baiturrohman, Blok Petapan pengasuh: Ust. Tarima
- Darul Hikmah, Blok Kitambak pengasuh: Ust. Muhtadi
- Miftahul Huda, Blok Tanjakan pengasuh: Ust. M. Robach
- Baitul Jannah, Blok Nyi Maja pengasuh: Ust. Yasin Faizbillah
- Syukrul Maula, Blok Karag Anyar pengasuh: Ust. H. Marzuki
- Al-Hidayah, Blok Kalen Sepuluh pengasuh: Ust. Kasimi
- Miftahul Iman, Blok Sibedug pengasuh: Usth. Sa'diyah
- Nur Hikmah, Blok Petapan pengasuh: Ust. Mukarom
- Yayasan Al-Amin, Blok Sibedug pengasuh: Ust. Lebe Saniti
- Yayasan Al-Istiqomah, Blok Karang Anyar pengasuh: Ust. Toha
- Majelis Ta'lim At-Taubah, Blok Karang laban pengasuh: Ust. Tono
- Baitul Muhtadin, Blok Petapan Pengasuh: Ust. Idris
- Miftahussudur, Blok Kalen sepuluh Pengasuh: Ust. Usman
- Al-Muawwanah, Blok Balong Pengasuh: Ust. Kholil
Kesenian Tradisional
- Sandiwara
- Kuda Lumping
- Singa depok/singa dangdut
- Macapat Cirebonan
Sarana Olahraga
- Lapangan Sepak bola (Mini)
- Lapangan Bola Voli
- Lapangan Bulu Tangkis
- Lapangan tenis meja
- Bilyar
Kepala Desa/ Kuwu
Nama-nama Kuwu Ujunggebang yang diketahui:
- Demang Baskara – 1799
- Rantisem 1799 – 1815
- Sinjran 1815 – 1823
- Rasijan 1823 – 1832
- Karmen 1832 – 1843
- Tap 1843 – 1847
- Kasam 1847 – 1867
- Nasitem 1867 – 1874
- Nasipan 1874 – 1880
- Wanti 1880 – 1890
- Wanakriya 1890 – 1906
- Jarih 1906 – 1909
- Latiyem 1909 – 1914
- Jatmina 1914 - 1915 (17 bulan)
- Sarmina 1915 – 1919
- Jaelani 1919 – 1924
- Latiyem 1924 – 1948
- Warnita 1948 – 1954
- Sukami 1954 – 1958
- Kasdiyah(Pjs.) 1958 – 1959
- Kasmita 1959 – 1966
- Ading (Pjs.) 1966 – 1968
- Rumita 1968 – 1987
- Waryuni (Pjs.) 1987 (3 bulan)
- Sunita (Pjs.) 1987 – 1988
- Kurman 1988 – 1996
- Nasika (Pjs.) 1997 – 1999
- Tarmadi (Pjs.) 2000 – 2001
- Drs. Tarudin, M.Si. 2001 – 2011
- Nono Paryono (Pjs.) 2011 – 2011
- Kasudin Mukamil 2011 – 2017
- Nono Paryono, SIP 2017 – Sekarang
Galeri
-
Pintu Gerbang Timur
-
Jalan menuju Ujunggebang
-
Masjid Nurul Huda
-
Puskesmas Pembantu
-
WSLIC
-
Genset WSLIC
-
Lapangan Volley Ball
-
Pasar Malam
-
Pemandangan ke arah Gunung Ciremai
-
Arak-arakan dalam acara Pesta Panen
-
Salah satu sudut jalan
-
Blok Balong
-
Balong
-
Balong
-
Jalan Nyibuyut
-
Karang Anyar
-
Persawahan di Karang Anyar
-
Persawahan di Karang Anyar
Referensi
- ^ Intisari oleh Razkal Rafa lenterawan dari "Asal usul desa Ujunggebang". Narasumber: Marsita S. Adhi Kusuma.