Kabupaten Bojonegoro

kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia

Kabupaten Bojonegoro adalah salah satu kabupaten yang terletak di provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kota Bojonegoro. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.384,02 km2 dan berpenduduk kurang lebih sebanyak 1,5 juta jiwa. Wilayah Bojonegoro secara umum bisa dibagi dua, bagian utara di sepanjang tepi sungai Bengawan Solo yang subur dan wilayah selatan yang merupakan perbukitan kapur. Wilayah utara merupakan lahan pertanian yang umumnya ditanami padi pada musim penghujan dan tembakau pada musim kemarau. Sementara wilayah selatan merupakan hutan jati. Bojonegoro tidak memiliki wilayah laut dan kegiatan perekonomiannya sangat bergantung pada pertanian dan kerajinan jati. Bojonegoro berbatasan dengan Kabupaten Lamongan, Jawa Timur di bagian timur, Kabupaten Blora, Jawa Tengah di bagian barat, Kabupaten Tuban, Jawa Timur di sebelah utara dan Kabupaten Nganjuk di sebelah selatan.

Sejarah

Masa kehidupan sejarah Indonesia Kuno ditandai oleh pengaruh kuat kebudayaan Hindu yang datang dari India sejak Abad I yang membedakan warna kehidupan Sejarah Indonesia jaman Madya dan jaman baru. Sedangka Bojonegoro masih dalam wilayah kekuasaan Majapahit, sampai Abad XVI ketika runtuhnya Kerajaan Majapahit, kekuasaan pindah ke Demak, Jawa Tengah. Bojonegoro menjadi wilayah Kerajaan Demak, sehingga Sejarah Bojonegoro kuno yang bercorak Hindu dengan fakta yang berupa penemuan-penemuan banyak benda peninggalan sejarah asal jaman kuno di wilayah hukum Kabupaten Bojonegoro mulai terbentuk. Slogan yang tertanam dalam tradisi masyarakat sejak masa Majapahit " Sepi Ing Pamrih, Rame Ing Gawe" tetap dimiliki sampai sekarang.

Bojonegoro sebagai wilayah Kerajaan Demak mempunyai loyalitas tinggi terhadap raja dan kerajaan. Kemudian sehubungan dengan berkembangnya budaya baru yaitu Islam, pengaruh budaya Hindu terdesak dan terjadilah pergeseran nilai dan tata masyarakat dari nilai lama Hindu ke nilai baru Islam tanpa disertai gejolak.

Raden Patah, Senopati Jumbun, Adipati Bintoro, diresmikan sebagai Raja I awal abad XVI dan sejak itu Bojonegoro menjadi wilayah kedaulatan Demak. Dalam peralihan kekuasaan yang disertai pergolakan membawa Bojonegoro masuk dalam wilayah Kerajaan Pajang dengan Raja Raden Jaka Tingkir Adipati Pajang pada tahun 1568. Pangeran Benawa, Putra Sultan Pajang, Adiwijaya merasa tidak mampu untuk melawan Senopati yang telah merebut Kekuasaan Pajang 1587. Maka Senopati memboyong semua benda Pusaka Keraton Pajang ke Mataram, sehingga Bojonegoro kembali bergeser menjadi wilayah Kerajaan Mataram.

Daerah Mataram yang telah diserahkan Sunan Amangkurat kepada VOC berdasarkan perjanjian, adalah pantai utara Pulau Jawa, sehingga merugikan Mataram. Perjanjian tahun 1677 merupakan kekalahan politik berat bagi Mataram terhadap VOC. Oleh karen itu, status kadipaten pun diubah menjadi Kabupaten dengan Wedana Bupati Mancanegara Wetan, Mas Toemapel yang juga merangkap sebagai Bupati I yang berkedudukan di Jipang pada tanggal 20 Oktober 1677. Maka tanggal, bulan dan tahun tersebut ditetapkan sebagai HARI JADI KABUPATEN BOJONEGORO.

Pada Tahun 1725 Susuhunan Pakubuwono II naik tahta. Tahun itu juga Susuhunan memerintahkan agar Raden Tumenggung Haria Mentahun I memindahkan pusat Pemerintahan Kabupaten Jipang dari Padangan ke Desa Rajekwesi K 10 Km dari selatan kota Bojonegoro. Sebagai kenangan pada keberhasilan leluhur yang meninggalkan nama harum bagi Bojonegoro, tidak mengherankan kalau nama Rajekwesi tetap dikenang di dalam hati rakyat Bojonegoro sampai sekarang.

Pemerintahan

Visi

Kabupaten Bojonegoro yang mandiri, produktif yang berdaya saing kuat, sejahtera dan lestari

Misi

  • Pemberdayaan masyarakat dan mengoptimalkan potensi daerah
  • Pemberdayaan ekonomi rakyat dan menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan
  • Mengoptimalkan pendayagunaan tehnologi tepat guna
  • Peningkatan taraf hidup masyarakat yang berlandasan iman dan taqwa
  • Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan

Lukisan Lambang Daerah

  • Sebuah bintang bersegi lima.
  • Sebuah tugu kepahlawanan yang berdiri tegak diatas sebuah denah bertingkat lima.
  • Kesatuan gelombang air yang terjadi dari lima arus dengan masing-masing terdiri dari empat riak.
  • Tangkai padi yang memiliki empat puluh lima butir dan tangkai kapas yang memiliki tujuh belas rangkai bunga yang tengah merekah.
  • Sehelai pita pelangi.

Susunan Lambang Daerah

  • Dibagian atas terdapat bintang bersegi lima yang bersinar di atas tugu kepahlawanan yang berdenah lima tingkat.
  • Dibawah tugu kepahlawanan terlukis gelombang air terdiri dari lima arus dengan masing-masing 4 riak.
  • Keseluruhannya dirangkum oleh untaian tangkai padi dan bunga kapas bertemu pada kedua pangkal tangkai.
  • Dibawah lukisan tersebut terdapat sebuah kata pengenal lokasi BOJONEGORO.
  • Seluruh lukisan lambang bertatahkan kata-kata hikmah: JER KARTA RAHARJA MAWA KARYA.

Bentuk, Warna, Isi dan Arti Lambang Daerah

  • Bentuk perisai dengan warna dasar Merah dan Putih berbingkai warna hitam pekat, melambangkan kesiap-siagaan, kewaspadaan dan dengan penuh keberanian serta segala kesucian hati, untuk menangkis menanggulangi dan mengatasi segala pengaruh yang datang dari luar, yang dapat merugikan perjuangan bangsa dan negara.
  • Segi 8 dari perisai mengandung makna “bulan delapan” sebagai bulan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
  • Bintang bersegi 5 dengan warna kuning emas yang bersinar di atas tugu kepahlawanan menggambarkan pancaran keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME, telah menjiwai semangat perjuangan yang tak pernah padam dalam mencapai, mempertahankan serta mengisi Kemerdekaan.
  • Denah Tugu Kepahlawanan bertingkat 5 melambangkan tegaknya cita-cita dan semangat Proklamasi Kemerdekaan diatas landasan falsafah hidup Pancasila yang tidak kunjung padam.
  • Gelombang air dengan warna biru kelam diatas hamparan air berwarna biru muda melambangkan sumber potensi alam dan makhluk Tuhan yang tersebar diseluruh penjuru daerah serta tekad dan usaha yang dinamis untuk membebaskan diri dari masalah air.
  • Tangkai padi dengan 45 butir berwarna kuning keemasan, dalam satu ikatan dengan tangkai kapas yang berbunga 17 kuntum yang tengah merekah berwarna putih perak melambangkan ketinggian cita-cita dan besarnya tekad berjuang kearah terciptanya kebutuhan pangan sandang masyarakat dengan berlandaskan jiwa Proklamasi Kemerdekaan mencapai kebahagiaan dan Kesejahteraan rakyat.
  • 45 butir dengan 17 kuntum bunga kapas mengambil makna tahun dan tanggal Proklamasi Kemerdekaan R.I.
  • Lukisan kata BOJONEGORO dengan warna huruf hitam pekat mengandung makna bahwa Bojonegoro adalah daerah yang gagah perkasa dan teguh hati dalam menghadapi setiap tantangan.
  • Pita pelangi dengan warna coklat kayu yang berlukiskan kata: JER KARYA RAHARJA MAWA KARYA merupakan tema hidup masyarakat adil dan makmur dengan Ridlo Tuhan Yang Maha Esa dengan kekayaan alam yang ada di daerah.
  • JER KARTA RAHARJA MAWA KARYA mengandung makna kiasan bahwa suatu usaha untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat tak pernah kunjung tiba tanpa dibarengi dengan bekerja keras dan bekerja nyata atas dasar pengabdian yang tulus dan ikhlas.


Daftar Bupati

Tahun Nama
2003-2008 Kolonel (pur) H M. Santoso
1998-2003 Drs. H. Atlan
1993-1998 Drs. H. Imam Soepardi
1988-1993 Drs. H. Imam Soepardi
1983-1988 Drs. Soedjito
1978-1983 Drs. Soeyono
1973-1978 Kolonel Invantri Alim Sudarsono
1968-1973 Letnan Kolonel Invantri Sandang
1960-1968 R. Tamsi Tedjo Sasmito
1959-1960 R. Soejitno
1955-1959 R. Baruno Djojoadikusumo
1951-1955 Mas Kusno Suroatmodjo
1950-1951 R. Sundaru
1949-1950 R. Tumenggung Sukardi
1947-1949 Mas Surowijono
1945-1947 R. Tumenggung Sudiman Hadiatmodjo
1943-1945 R. Tumenggung Oetomo
1937-1943 R. Tumenggung Achmad Surjodiningrat
1936-1937 R. Dradjat
1916-1936 R. Adipati Aryo Kusumoadinegoro
1890-1916 R. Adipati Aryo Reksokusumo
1888-1890 R. M. Sosrokusumo
1878-1888 R. M. Tumenggung Tirtonoto II
1844-1878 R. Adipati Tirtonoto I
1828-1844 R. Adipati Djojonegoro
1827-1828 R. Tumenggung Sosrodilogo
1825-1827 R. Adipati Djojonegoro
1823-1825 R. Tumenggung Purwonegoro
1821-1823 R. Tumenggung Sosrodiningrat
1816-1821 R. Tumenggung Sumonegoro
1811-1816 R. Prawirosentiko
1800-1811 R. Ronggo Djenggot
1760-1800 R. M. Guntur Wirotedjo
1756-1760 R. Purwodidjojo
1755-1756 R. Ronggo Prawirodirjo I
1743-1755 R. Tumenggung Hario Matahun III
1741-1743 R. Tumenggung Hario Matahun II
1718-1741 Ki Songko (R. Tumenggung Hario Matahun I)
1705-1718 Ki Wirosentiko (R. Tumenggung Surowidjojo)
1677-1705 Pangeran Mas Toemapel

Budaya

Budaya Wong Samin

Merupakan kelompok masyarakat yang tinggal di Dusun Jipang, Desa/Kecamatan Margomulyo yang terletak di arah barat daya dari kota Bojonegoro, ± 48 Km. Masyarakat Samin dikenal dengan keluguan, kejujuran dan apa adanya, tidak berbuat aneh-aneh dan selalu menaati peraturan. Fasilitas yang ada berupa Balai Budaya yang digunakan untuk pusat kegiatan budaya dan tempat penyimpanan barang bersejarah mereka.

Budaya Wong Samin ini banyak dipelajari oleh turis mancanegara untuk mengetahui lebih banyak tentang keunikan perilaku kehidupan sehari-hari mereka.

Tari Tayub

Tayub merupakan tari pergaulan yang populer bagi masyarakat Bojonegoro dan sekitarnya. Tarian ini biasanya dilakukan oleh pria dengan diiringi gamelan dan tembang Jawa yang dilantunkan oleh waranggono yang syairnya sarat dengan petuah dan ajaran.

Pertunjukan tari ini banyak dipergunakan untuk meramaikan kegiatan hajatan yang banyak dilaksanakan oleh warga Bojonegoro ataupun kegiatan kebudayaan yang lain. Biasanya dalam mengadakan kegiatannya, tarian tayub ini sudah terkoordinir dalam suatu kelompok tertentu dengan nama khas masing-masing.

Biasanya kelompok-kelompok tari tayub ini banyak terdapat di Kecamatan Temayang dan Bubulan yang terletak sekitar 30 Km dari Kecamatan Kota Bojonegoro.

Wayang Thengul

Wayang Thengul adalah kesenian wayang khas Bojonegoro dalam bentuk 3 dimensi dengan diiringi gamelan pelog/slendro.

Walaupun wayang thengul ini jarang dipertunjukkan lagi, tetapi keberadaannya tetap dilestarikan di Kabupaten Bojonegoro, khususnya di Kecamatan Kanor yang berjarak ± 40 Km dari Kota Bojonegoro. Sedangkan jalan cerita dari wayang thengul ini lebih banyak mengambil cerita menak.

Pranala luar