Pengintaian di kota cerdas
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada April 2016. |
Bagian dari seri |
Pengintaian global |
---|
Pengungkapan |
Sistem |
Badan |
Tokoh |
Tempat |
Hukum |
Usulan perubahan |
Konsep |
Topik terkait |
|
Kota cerdas berusaha menerapkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) demi memperbaiki efisiensi dan keberlanjutan ruang kota sekaligus mengurangi biaya dan konsumsi sumber daya.[1] Terkait pengintaian, kota cerdas mengawasi warganya menggunakan sensor-sensor strategis di lansekap kota. Sensor tersebut mengumpulkan data yang berhubungan dengan kehidupan kota. Lewat sensor ini, data dikirim, disatukan, dan dianalisis oleh pemerintah dan pihak berwenang setempat untuk mengetahui persoalan-persoalan yang dihadapi kota, misalnya pencegahan kejahatan,[2][3][4] penanganan lalu lintas,[5][6] pemanfaatan energi,[6] dan pengurangan limbah. Teknologi ini bermanfaat untuk penataan kota yang lebih baik[7] dan memungkinkan pemerintah menyesuaikan pelayanan publiknya dengan masyarakat setempat.[8][9]
Teknologi semacam ini sudah diterapkan di beberapa kota di dunia, termasuk Santa Cruz, Barcelona, Amsterdam, dan Stockholm. Teknologi kota cerdas memberi hasil nyata seperti menciptakan penegakan hukum yang efektif, mengoptimalkan layanan transportasi,[10] memutakhirkan infrastruktur penting,[10] dan menyediakan jasa kepada pemerintah setempat lewat sistem e-government (pemerintahan elektronik).[11]
Arus data yang tetap dan selalu berjalan[7] dari sumber-sumber terpisah ke satu badan pemerintahan saja memunculkan kekhawatiran akan adanya 'penjara elektronik’,[1] artinya pemerintah memanfaatkan teknologi berbasis data untuk memaksimalkan pengintaian terhadap warganya sendiri. Kritik seperti ini didasarkan pada asas privasi[10] karena arus informasi berpindah secara vertikal antara warga dan pemerintah sampai-sampai mengaburkan konsep anonimitas kota.[10]
Referensi
- ^ a b "Clever cities: The multiplexed metropolis". The Economist. 2013-09-07. Diakses tanggal 2015-05-21.
- ^ Baxter, Stephen (2012-02-26). "Modest gains in first six months of Santa Cruz's predictive police program". Santa Cruz Sentinel. Diakses tanggal 2015-05-26.
- ^ "Predictive policing: Don't even think about it". The Economist. 2013-07-20. Diakses tanggal 2015-05-21.
- ^ Berg, Nate (2014-06-25). "Predicting crime, LAPD-style". The Guardian. Diakses tanggal 2015-05-30.
- ^ Amsterdam Smart City. "Amsterdam Smart City ~ Smart traffic management". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-05-29. Diakses tanggal 2015-05-30.
- ^ a b Amsterdam Smart City. "Amsterdam Smart City ~ Projects". Diakses tanggal 2015-05-30.
- ^ a b Hardy, Quentin (2014-04-19). "How Urban Anonymity Disappears When All Data Is Tracked". Bits Blog. The New York Times. Diakses tanggal 2015-05-21.
- ^ Southampton City Council. "SmartCities card". Diakses tanggal 2015-05-30.
- ^ BCN Smart City. "New bus network". Diakses tanggal 2015-05-30.
- ^ a b c d Finch, Kelsey; Tene, Omer (2014). "WELCOME TO THE METROPTICON: PROTECTING PRIVACY IN A HYPERCONNECTED TOWN". Fordham Urban Law Journal. 41: 1581.
- ^ Paskaleva, Krassimira (2013-08-22). "E-Governance as an enabler of the smart city". Dalam Deakin, Mark. Smart Cities: Governing, Modelling and Analysing the Transition. Taylor and Francis. hlm. 77. ISBN 978-1135124144.