Wikipedia:Artikel pilihan/Usulan/Penaklukan Kepulauan Banda oleh Belanda
- Pengusul: Danu Widjajanto (b • k • l)
- Status: Dalam diskusi
Artikel ini menjelaskan secara rinci proses penaklukan Kepulauan Banda oleh Belanda demi menegakkan monopoli pala. Selama penaklukan ini, terjadi pembantaian terhadap penduduk asli, dan setelah itu penduduk Kepulauan Banda diisi kembali oleh para budak. Pembantaian ini hingga kini masih menjadi kontroversi di Belanda, karena kontras dengan memori kolektif di sana bahwa masa penjajahan Belanda merupakan periode nostalgia. Isinya disadur dari Wikipedia Bahasa Inggris dengan berbagai penambahan/penyesuaian, dan sudah dilengkapi dengan rujukan ilmiah. Saran perbaikan akan sangat saya hargai (terutama mengingat saat sedang menulis artikelnya, saya sering kali tertukar antara Banda dan Belanda). Danu Widjajanto (bicara) 4 Agustus 2021 06.48 (UTC)
Komentar Medelam
Minor saja ya.
- "Walaupun VOC sengaja menghukum Pulau Ay untuk menakuti pulau-pulau lain". Mungkin menghukum penduduk di Pulau Ay, maksudnya?
- Sudah aku tambahkan. Danu Widjajanto (bicara) 1 September 2021 07.44 (UTC)
- Pada bagian Penaklukan Ay, mengapa "Heeren XVII" perlu dicetak miring?
- Betul juga, karena ini nama lembaga, sudah dihapus. Danu Widjajanto (bicara) 1 September 2021 07.44 (UTC)
- Lontor masih merah, padahal cukup sering disebut dalam artikel ini. Mungkin bisa dibantu untuk dirintis artikelnya?
- Sudah ada yang membuatkan akhirnya: Banda Besar Danu Widjajanto (bicara) 1 September 2021 07.44 (UTC)
- Mungkin bisa ditambahkan informasi (jika ada) terkait dengan invasi lainnya oleh Belanda di Kepulauan Banda, apakah mungkin ada pertempuran lainnya di sana atau tidak.
- Dari sumber yang ada sih memang Belanda hanya pernah bertempur di Banda Neira, Lontor, Rhun, dan Ay, dan klimaksnya adalah pembantaian di Pulau Lontor. Danu Widjajanto (bicara) 1 September 2021 07.44 (UTC)
- Jika ada, mungkin bisa disertakan berapa kekuatan (total) Belanda yang diterjunkan ke Banda, walaupun mungkin angka kasar. Saya lihat ada beberapa jumlah angka pada badan artikel, namun untuk menuliskan pada kotak info di atas artikel, saya kembalikan ke pengembang/pengusul.
- Sayangnya memang tidak ada datanya untuk keseluruhan konflik, adanya untuk pertempuran tertentu... kalau diekstrapolasi nanti bisa jadi original research. Danu Widjajanto (bicara) 1 September 2021 07.44 (UTC)
Salam. Medelam (bicara) 10 Agustus 2021 01.59 (UTC)
Komentar Swarabakti
Saya komentar sambil jalan ya, kalau ada lagi nanti ditambahkan.
- "Setelah VOC gagal meminta rakyat Banda untuk hanya menjual pala dan fuli kepada Belanda, pembunuhan seorang pejabat VOC yang bernama Pieter Willemsz. Verhoeff menjadi alasan bagi VOC untuk memulai perang." -> sebaiknya dipecah dua kalimatnya, agak kurang koheren kalau jadi satu.
- Sudah aku mekarkan seperti ini: "VOC meminta agar orang-orang Banda hanya menjual pala dan fuli kepada mereka, tetapi rakyat Banda menolak. Kemudian, pembunuhan seorang pejabat VOC yang bernama Pieter Willemsz. Verhoeff menjadi alasan bagi VOC untuk memulai perang." Danu Widjajanto (bicara) 13 September 2021 10.37 (UTC)
- "Pada awal April 1609, armada Belanda yang dipimpin oleh Pieter Willemsz. Verhoeff tiba di Pulau Banda Neira dan ingin memaksakan pendirian sebuah benteng. Orang Banda sendiri menginginkan perdagangan bebas agar mereka dapat memanfaatkan persaingan antar pedagang Eropa dan menjual produk mereka kepada penawar tertinggi. Namun, Belanda ingin memonopoli perdagangan rempah-rempah; dalam kata lain, mereka ingin agar rakyat Banda hanya menjual rempah-rempah kepada Belanda. Kemudian berlangsung perundingan sengit antara orang Belanda dengan Banda. Pada akhir Mei 1609, para pemimpin orang Banda mengajak Verhoeff dan dua komandan lainnya ke hutan, dan di situ mereka dibunuh. Penjaga mereka juga dibantai oleh orang Banda; secara keseluruhan terdapat 46 orang Belanda yang tewas."
- Penggambaran eskalasinya kok aku agak kurang nyambung ya? Kesannya kayak Belanda dateng, ngajak berunding, terus tiba-tiba dibantai orang sana. Apa bisa dijabarkan lagi "perundingan sengit"-nya bagaimana? Apa ada hal yang memicu rakyat Banda sehingga mereka memutuskan melakukan pembunuhan, misalnya karena Belanda tetap membangun benteng walaupun perundingan masih berlangsung? Tambahan lagi, seingatku Portugis pernah nyoba bangun benteng di tempat yang sama sebelumnya tapi juga ditolak masyarakat lokal, mungkin ini cukup relevan sebagai konteks.
- @Swarabakti Terima kasih banyak atas sarannya. Aku setuju kalau eskalasi seperti di versi bahasa Inggrisnya mencakup oversimplifikasi. Jadi aku sudah tambahkan berbagai keterangan tambahan yang bisa memperjelas konteksnya. Perubahannya bisa dilihat di sini. Untuk "perundingan sengit" dengan orang kaya di Banda Neira, memang tidak ada keterangan lengkapnya. Tapi sekarang dengan konteks yang lebih lengkap, pembaca bisa menduga-duga sendiri kira-kira kenapa rakyat Banda sangat marah sampai melakukan pembunuhan. Aku sendiri tidak bisa menghubungkan secara eksplisit karena bisa berisiko melakukan riset asli. Untuk konteks Portugis, sebelumnya memang sudah disebutkan di bagian "Latar belakang", sekarang sudah aku jabarkan lebih lanjut di paragrafnya sendiri.
- Jauh lebih baik. Terima kasih. — swarabakti💬 14 September 2021 03.49 (UTC)
- @Swarabakti Terima kasih banyak atas sarannya. Aku setuju kalau eskalasi seperti di versi bahasa Inggrisnya mencakup oversimplifikasi. Jadi aku sudah tambahkan berbagai keterangan tambahan yang bisa memperjelas konteksnya. Perubahannya bisa dilihat di sini. Untuk "perundingan sengit" dengan orang kaya di Banda Neira, memang tidak ada keterangan lengkapnya. Tapi sekarang dengan konteks yang lebih lengkap, pembaca bisa menduga-duga sendiri kira-kira kenapa rakyat Banda sangat marah sampai melakukan pembunuhan. Aku sendiri tidak bisa menghubungkan secara eksplisit karena bisa berisiko melakukan riset asli. Untuk konteks Portugis, sebelumnya memang sudah disebutkan di bagian "Latar belakang", sekarang sudah aku jabarkan lebih lanjut di paragrafnya sendiri.
- Juga, kalau melihat dari ini, mungkin lebih baik menekankan sudut pandang "penolakan rakyat Banda terhadap monopoli" daripada "kegagalan VOC mendapatkan monopoli" di bagian pembuka. Minor sih, tapi kesannya lumayan berbeda.
- Aku sudah coba pertegas penolakan orang kaya Banda terhadap monopoli di paragraf pembuka. Sebagai catatan, memang agak repot untuk "memperkaya perspektif" karena sumber yang tersedia adalah sumber-sumber Barat (wajar mengingat terjadi pembantaian besar-besaran selama peristiwa ini). Danu Widjajanto (bicara) 13 September 2021 21.48 (UTC)
- Penggambaran eskalasinya kok aku agak kurang nyambung ya? Kesannya kayak Belanda dateng, ngajak berunding, terus tiba-tiba dibantai orang sana. Apa bisa dijabarkan lagi "perundingan sengit"-nya bagaimana? Apa ada hal yang memicu rakyat Banda sehingga mereka memutuskan melakukan pembunuhan, misalnya karena Belanda tetap membangun benteng walaupun perundingan masih berlangsung? Tambahan lagi, seingatku Portugis pernah nyoba bangun benteng di tempat yang sama sebelumnya tapi juga ditolak masyarakat lokal, mungkin ini cukup relevan sebagai konteks.
- Apa nama Pieter Willemsz. Verhoeff memang lazim disingkat dengan titik, atau pengejaannya hanya mengikut judul artikel induknya?
- Sumber Belanda ada yang menggunakan titik, ada yang tidak. Aku sendiri kurang tahu kenapa harus pakai titik. Supaya tidak membingungkan aku hapus saja titiknya. Danu Widjajanto (bicara) 13 September 2021 10.37 (UTC)
- Aku coba cari ada yang pakai "Pieter Willemszoon Verhoeff", dan Jan Pieterszoon Coen juga disingkat "Pietersz." di beberapa tempat. Mungkin sama kayak nyingkat bin jadi b. kali ya. Tapi kalau untuk menghindari kebingungan, mungkin nggak apa nggak pakai titik. — swarabakti💬 14 September 2021 03.49 (UTC)
- Owalah, itu singkatan dari "Willemszoon" tokh, aku baru ngeh *tepok jidat*. Sudah aku ganti jadi "Willemszoon", ada juga sumber akademis yang memakai nama ini: [1] Danu Widjajanto (bicara) 14 September 2021 09.23 (UTC)
- Sumber Belanda ada yang menggunakan titik, ada yang tidak. Aku sendiri kurang tahu kenapa harus pakai titik. Supaya tidak membingungkan aku hapus saja titiknya. Danu Widjajanto (bicara) 13 September 2021 10.37 (UTC)
- "Mereka kemudian memutuskan untuk melanggar perjanjian dengan Belanda dan memulai perdagangan dengan Inggris (yang memberi harga yang lebih menguntungkan) serta pedagang Melayu, Jawa, dan Makassar (yang menjual rempah-rempah dari Banda kepada Portugis)." -> sepertinya lebih baik jika langsung ditulis "Banyak di antara mereka yang melanggar perjanjian". Kalau pakai "memutuskan" kesannya mereka bikin musyawarah khusus dan bersepakat melakukan hal ini, padahal kenyataannya memang perjanjian monopoli seperti ini rentan dilanggar kalau tidak ada pengawasan yang ketat.
- Terima kasih banyak atas kejeliannya, sudah saya ubah. Danu Widjajanto (bicara) 13 September 2021 10.39 (UTC)
- "Ketika benteng Inggris di Pulau Rhun tengah dikepung, ketegangan antara VOC dengan East India Company (EIC) terus menguat" -> sepertinya lebih tepat "selagi" dan "semakin".
- Sudah aku ubah, terima kasih. Danu Widjajanto (bicara) 13 September 2021 10.39 (UTC)
- Kalau aku pribadi biasanya pakai "ketika" untuk kejadian yang rentang waktunya lebih spesifik. Pengepungan Pulau Rhun kan berlangsung selama beberapa tahun, jadi kalau aku bakal pakai "selagi/sewaktu" (in the sense of "pada rentang waktu yang sama") di situ, tapi ya ini balik lagi ke preferensi masing-masing sih. — swarabakti💬 14 September 2021 03.49 (UTC)
- @Swarabakti aku minta maaf yang sebesar-besarnya karena perubahan bagian "ketika"nya sebelumnya tidak tersimpan. Sudah aku ganti. Terima kasih karena sudah mengingatkan. Danu Widjajanto (bicara) 14 September 2021 09.24 (UTC)
- Kalau aku pribadi biasanya pakai "ketika" untuk kejadian yang rentang waktunya lebih spesifik. Pengepungan Pulau Rhun kan berlangsung selama beberapa tahun, jadi kalau aku bakal pakai "selagi/sewaktu" (in the sense of "pada rentang waktu yang sama") di situ, tapi ya ini balik lagi ke preferensi masing-masing sih. — swarabakti💬 14 September 2021 03.49 (UTC)
- Sudah aku ubah, terima kasih. Danu Widjajanto (bicara) 13 September 2021 10.39 (UTC)
- Ini masalah gaya sih, tapi aku kurang suka penggunaan kata "setelah" yang terlalu sering di awal kalimat, ada lebih dari sepuluh kalau kuhitung. Bacanya jadi lebih mirip to-do list (setelah ini begini, setelah itu begini) dan kurang mengalir. Coba diparafrase, atau langsung hapus saja kalau tidak terlalu perlu.
- Hmm saat aku coba untuk menghapus/mengparafrase, kok sepertinya susah sekali ya? Aku kurang setuju kalau penggunaan "setelah" itu kurang mengalir, justru kalau dihapus malah jadi tidak mengalir, karena "setelah" itu memang berfungsi sebagai konektor yang mengalirkan satu kalimat ke kalimat berikutnya. Danu Widjajanto (bicara) 13 September 2021 21.53 (UTC)
- Oh gapapa, maksudku di atas itu tadinya ada penggunaan setelah di awal kalimat yang terlalu dekat jadinya terasa seperti monoton, tapi setelah dibaca ulang sekarang sepertinya sudah oke. — swarabakti💬 14 September 2021 03.49 (UTC)
- Hmm saat aku coba untuk menghapus/mengparafrase, kok sepertinya susah sekali ya? Aku kurang setuju kalau penggunaan "setelah" itu kurang mengalir, justru kalau dihapus malah jadi tidak mengalir, karena "setelah" itu memang berfungsi sebagai konektor yang mengalirkan satu kalimat ke kalimat berikutnya. Danu Widjajanto (bicara) 13 September 2021 21.53 (UTC)
— swarabakti💬 13 September 2021 05.18 (UTC)
@Danu Widjajanto: Aku ada sedikit copyedit, kalau kurang berkenan silakan di-revert. — swarabakti💬
- @Swarabakti bagus sekali perubahannya, terima kasih banyak :) Danu Widjajanto (bicara) 14 September 2021 09.25 (UTC)