M.M.R. Kartakusuma

Jenderal TNI (Purn.) H. Mas Mochamad Rachmat Kartakusuma (21 Juni 1918 – 11 Januari 1979)[1] adalah seorang perwira tinggi angkatan darat dari Indonesia. Dalam menjalani karier kemiliteran antara lain pernah bertugas sebagai: Kepala Staff Divisi III/Priangan , Kepala Staff T&T I/Bukit Barisan, Deputy I Kasad , Atase Militer RI untuk Perancis dan Italia,Pembantu Menteri Veteran & Demobilisasi ,Kepala Staf Hankam, dan Sekjen Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional. Setelah pensiun dari militer dipercaya sebagai wakil ketua DPA.

Mochamad Rachmat Kartakusuma
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
Masa jabatan
1978–1979
PresidenSoeharto
Wakil PresidenAdam Malik
Sebelum
Pendahulu
Sarbini
Pengganti
Djatikoesoemo
Sebelum
Sekretaris Jenderal Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional ke-1
Masa jabatan
1970–1978
PresidenSoeharto
Wakil PresidenHamengkubuwana IX
Kepala Staf Pertahanan dan Keamanan ke-1
Masa jabatan
1966–1969
PresidenSoeharto
Pengganti
Soemitro
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir(1918-06-21)21 Juni 1918
Belanda Ciamis, Jawa Barat, Hindia Belanda
Meninggal11 Januari 1979(1979-01-11) (umur 60)
Jakarta, Indonesia
MakamTMP Cikutra, Bandung, Jawa Barat
KebangsaanIndonesia Indonesia
Partai politikGolongan Karya
Suami/istriHj.Nursyah Kartakusuma
HubunganMh. Rustandi Kartakusuma (adik)
AnakTisnaya Irawan Kartakusuma,Galinar Kartakusuma,Dana A. Kartakusuma,Ranti Kartakusuma,Hera Kartakusuma,Chairil K. Kartakusuma
Orang tuaNyi Mas Siti Maryam (ibu)
Mas Kadarisman Kartakusuma (ayah)
Tempat tinggalMenteng, Jakarta Pusat
AlmamaterKMA Bandung (1941)
ProfesiPerwira Militer
Penghargaan sipilBintang Mahaputera Utama
Karier militer
Dinas/cabang TNI Angkatan Darat
Masa dinas1941–1975
Pangkat Jenderal TNI
SatuanInfanteri
Pertempuran/perangRevolusi Nasional Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Kehidupan Awal

Di bumi Ciamis, Jawa Barat yang memiliki pemandangan panorama indah serta masyarakatnya yang ramah, di awal abad ke-19 pada era penjajahan Belanda hiduplah sepasang suami istri keturunan bangsawan yang bersahaja dan bahagia, yaitu keluarga Mas Karadisman Kartakusuma dan Nyi Mas Siti Mariam Kartakusuma. Kebahagiaan suami istri tersebut semakin bertambah ketika pada suatu hari sebelum bulan suci Ramadhan datang menjelang tanggal 21 Juni 1918 mereka dikaruniai lagi seorang putra yang selanjutnya diberi nama Mas Muhammad Rachmat Kartakusuma.


Di era penjajahan, peluang untuk memasuki jenjang pendidikan bagi masyarakat pribumi merupakan sesuatu yang tidak mudah, hanya diperuntukkan bagi keturunan Belanda, sedangkan dari pribumi peluang diberikan bagi mereka yang keturunan bangsawan dan pegawai Belanda yang diharapkan nantinya juga akan mengabdi kepada Belanda. DI samping karena seorang anak Asiste Wedana, faktor kerajinan dan kecerdasan yang dimiliki oleh Rachmat Kartakusuma juga turut andil dalam mengantarkan yang bersangkutan menikmati jenjang pendidikan berikutnya, sehingga setelah menyelesaikan pendidikan Christelijke H.I.S. Bandung (Setingkat SD) yang diselesaikan pada 1934, Rachmat Kartakusuma juga menyelesaikan pendidikan Hogere Burger School (HBS) Bandung (Setara SMP dan SMA) pada 1934-1939.


Mh. Rustandi Kartakusuma, adik kandung dari Rachmat Kartakusuma yang juga terkenal rajin dan pintar serta sempat mengenyam pendidikan di era penjajahan Belanda, kemudian hari juga menjadi salah seorang tokoh sastra yang cukup dikenal karyanya di masyarakat Jawa Barat. Bahkan ia menerima penghargaan Presiden RI atas nama pemerintah atas prestasi dan ketekunannya dalam melahirkan karya sastra Sunda selama ini.

Menjabat Sebagai Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung

Pada saat Rachmat Kartakusuma menjabat sebagai Sesjen Wanhankamnas, sesuai dengan keputusan Presiden RI nomor 40/M tahun 1975, tanggal 26 februari 1975. Rachmat Kartakusuma juga dipercaya mengemban tugas sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Pada 1975 situasi politik dan hankam di Jakarta sempat memanas dengan terjadinya Peristiwa Malari. Sementara itu di Timor Portugis situasi keamanan juga tengah memanas sehingga menuntun Pemerintah RI harus mengambil langkah-langkah nyata di bidang politik dan hankam. Atas dedikasi yang ditunjukkan oleh Rachmat Kartakusuma saat mengemban tugas selaku anggota DPA tersebut, selanjutnya pada tahun 1978 Presiden menawarkan kesempatan kepada Rachmat Kartakusuma untuk menduduki jabatan sebagai Ketua DPA.


Jabatan sebagai Ketua DPA yang ditawarkan Presiden Soeharto tersebut tentu merupakan suatu penghargaan dan penghormatan Presiden sendiri terhadap Rachmat Kartakusuma. Namun tawaran itu tidak serta merta diterima olehnya. Rachmat Kartakusuma menyarankan ke Presiden sebaiknya jabatan tersebut diserahkan kepada pihak sipil saja, sehingga jangan terkesan semua lembaga negara dikuasai oleh militer. Kartakusuma menyarankan biarlah ia membantu dari sisi yang terkait dengan keamanan saja. Saran Rachmat tersebut diterima oleh Presiden, selanjutnya Kartakusuma menempati posisi sebagai Wakil Ketua DPA, sedangkan Ketua DPA Presiden mempercayakan kepada Idham Chalid.

Terukir di Wall Of Fame US Army

Indonesia telah mencatatkan nama putra-putra terbaiknya di US Army CGSC, bahkan enam orang di antaranya yang telah berpangkat jenderal dan Kepala Negara dicatat di International Hall Of Fame (IHOF)

Para perwira TNI AD tersebut yaitu Rachmat Kartakusuma (1953) sebagai siswa dari Indonesia yang pertama dalam sejarah, Jenderal Anumerta Ahmad Yani (1956), Jenderal Purn Surono Rekosodiemedjo (1958), Mayjen Mohammad K Anwar (1969), Jenderal Purn Widodo (1963), Jenderal Raden Hartono (1976) dan terakhir kali pada tahun 1991 yaitu mantan Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

Referensi

  1. ^ "Meninggal Dunia". Tempo. 27 Januari 1979. Diakses tanggal 9 Agustus 2021. 

https://nasional.sindonews.com/berita/1412455/14/cetak-sejarah-nama-perwira-tni-ini-terukir-di-wall-of-fame-us-army?showpage=all