Televisi Republik Indonesia

Penyiaran televisi publik di Indonesia

Televisi Republik Indonesia (disingkat TVRI) adalah jaringan televisi publik berskala nasional di Indonesia. TVRI berstatus sebagai Lembaga Penyiaran Publik bersama Radio Republik Indonesia, yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. TVRI merupakan jaringan televisi pertama di Indonesia, mulai mengudara pada tanggal 24 Agustus 1962. TVRI memonopoli siaran televisi di Indonesia hingga tahun 1989, ketika televisi swasta pertama didirikan.

LPP Televisi Republik Indonesia
JenisJaringan televisi umum (Lembaga Penyiaran Publik)
MerekTVRI
SloganMedia Pemersatu Bangsa
Negara Indonesia
BahasaIndonesia
Tanggal peluncuran24 Agustus 1962; 62 tahun lalu (1962-08-24)
Kantor pusatJl. Gerbang Pemuda No. 8, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Wilayah siaranNasional
Tokoh kunciIman Brotoseno (Direktur Utama)
Irianto (Direktur Program dan Pemimpin Redaksi (Berita))
Telman Roring Pandey (Direktur Keuangan)
Meggy Theresia Rares (Direktur Umum)
Saluran digitalTVRI
TVRI Kanal 3
TVRI Sport HD
Saluran analogTVRI
Kanal 2 (Daerah)
(keduanya bisa ditonton lewat jalur digital)
Situs webwww.tvri.go.id

TVRI saat ini mengudara di seluruh wilayah Indonesia dengan sistem siaran analog dan siaran digital. TVRI menjalankan 3 saluran televisi berskala nasional (dengan 2 di antaranya hanya bersiaran digital) dan 31 stasiun televisi daerah serta didukung 361 stasiun transmisi (termasuk 120 stasiun transmisi digital) di seluruh provinsi Indonesia.[1] Selain di televisi konvensional, siaran TVRI juga dapat ditonton melalui siaran streaming di situs resmi, aplikasi TVRI Klik, dan layanan OTT lainnya.

Sejarah

1961-1962: Ide, gagasan, dan siaran percobaan

Tokoh yang tidak bisa dilepaskan dari kehadiran TVRI adalah Maladi, seorang mantan penyiar Radio Republik Indonesia (RRI). Ia merupakan orang yang pertama kali mengusulkan gagasan berdirinya stasiun televisi di Indonesia, yaitu pada 1955 dan direncanakan untuk membantu sosialisasi pemerintah dalam pemilihan umum pertama yang akan diadakan pada tahun tersebut. Namun, kabinet yang berkuasa saat itu menolaknya karena dianggap terlalu mahal, meskipun Presiden Soekarno (yang pada saat itu tidak memegang kekuasaan karena Indonesia saat itu bersistem parlementer) tertarik dengan usulan Maladi. Kemudian, setelah Maladi menjadi Menteri Penerangan pada 1959, ia kembali mengusulkan ide tersebut ke Presiden Soekarno (yang kali ini sudah memegang kekuasaan di era Demokrasi Terpimpin). Sang menteri berpendapat, bahwa dengan berhasilnya Indonesia terpilih sebagai calon tuan rumah Asian Games keempat pada 1962, maka televisi dianggap mampu menjadi alat mengembangkan persatuan dan kesatuan nasional lewat acara olahraga yang disiarkan, minimal satu cabang olahraga per hari.[2][3][4] Usulan Maladi tersebut kemudian mulai diterima berbagai pihak, termasuk Presiden, sehingga pada tahun 1960, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara mengeluarkan Tap MPRS No. II/MPRS/1960 yang mendorong pendirian sebuah stasiun televisi, yang pada saat itu direncanakan sebagai stasiun televisi pendidikan dan beroperasi di universitas.[5]

Langkah pendirian stasiun televisi pertama sendiri akhirnya mulai terwujud ketika pada tahun 1961, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk memasukkan proyek media massa televisi ke dalam proyek pembangunan Asian Games IV di bawah koordinasi urusan proyek Asian Games IV. Pada tanggal 25 Juli 1961, Menteri Penerangan mengeluarkan SK Menpen No. 20/SK/M/1961 tentang pembentukan Panitia Persiapan Televisi (P2TV). Lembaga ini sendiri diketuai oleh R.M. Soetarto, kepala Direktorat Perfilman Negara. Untuk mempelajari lebih dalam tentang pertelevisian, Presiden kemudian mengirim Soetarto ke New York dan Atlanta, Amerika Serikat.[6][7]

Pada 23 Oktober 1961, Presiden Soekarno yang sedang berada di Wina mengirimkan teleks kepada Menteri Penerangan saat itu, Maladi untuk segera menyiapkan proyek televisi dengan target sebagai berikut:

  1. Membangun studio di eks AKPEN (Akademi Penerangan) di Senayan (lokasi TVRI sekarang). Pemilihan lokasi ini dikarenakan berada dekat dengan Gelanggang Olahraga Bung Karno, sehingga lebih praktis untuk menyiarkan acara Asian Games.[7]
  2. Membangun dua pemancar: 100W dan 10 kW dengan menara setinggi 80m. Dibangun di dalam kompleks TVRI Senayan, awalnya menara ini sempat direncanakan berada di atas Hotel Indonesia maupun eks Gedung Perfini.[7] Pemancar kedua sendiri selesai dibangun pada 22 Agustus 1962 dan siap untuk dioperasikan beberapa jam sebelum Asian Games IV dimulai.[8]
  3. Mempersiapkan perangkat lunak (program dan tenaga). Khusus suplai perangkatnya berasal dari NEC Jepang, setelah melalui seleksi dari penyedia lain, seperti Siemens (Jerman Barat), RCA (Amerika Serikat), dan Marconi (Inggris).[7][5] Selain dari NEC, perusahaan Jepang lain yang terlibat dalam persiapan TVRI adalah NHK, yang melatih calon pegawai-pegawai dan memberikan bantuan teknis bagi penyiaran stasiun televisi baru ini.[9] Pelatihan ini dilakukan bagi pegawai-pegawai TVRI yang umumnya saat itu belum berpengalaman dalam pertelevisian, karena berasal dari RRI, PFN, maupun mahasiswa ITB.[10][6]

Pada tanggal 17 Agustus 1962, TVRI mulai mengadakan siaran percobaan dengan acara HUT RI ke-17 dari halaman Istana Merdeka Jakarta, dengan format hitam-putih dan didukung pemancar cadangan berkekuatan 100W. Kompleks siaran TVRI sendiri selesai dalam waktu kurang dari setahun dan diresmikan pada 23 Agustus 1962 oleh ketua P2TV.[7]

1962-1975: Siaran awal, status yayasan

Pada 24 Agustus 1962, TVRI mengudara untuk pertama kalinya dengan acara siaran langsung upacara pembukaan Asian Games IV dari stadion utama Gelora Bung Karno. TVRI bertugas berdasarkan SK Menteri Penerangan Republik Indonesia No. 20/SK/VII/61.[11] Dengan hadirnya TVRI, Indonesia menjadi salah satu negara di Asia yang memiliki stasiun televisi saat itu, setelah Jepang, Filipina, Thailand, Tiongkok, dan Korea Selatan, walaupun pada saat yang sama pesawat televisi di Indonesia hanya berjumlah 10.000-15.000 buah dan siaran TVRI hanya dinikmati sekitar 2% penduduk.[12][13]

TVRI menayangkan siaran seputar Asian Games 1962, di Saluran 9 (9 VHF).[14] TVRI menayangkan siaran langsung perhelatan Asian Games 1962 pada pagi hingga sore hari, dan siaran tunda Asian Games 1962 mulai pukul 20.45 WIB hingga 23.00 WIB.[11] Mengingat status TVRI pada saat itu berkaitan erat dengan Asian Games, maka TVRI saat itu juga dimasukkan dalam struktur Organizing Committee Asian Games 1962, secara spesifik sebagai "Seksi Televisi Biro dan Radio dan Televisi Organizing Committee Asian Games 1962".[15][5] Pasca pembubaran Organizing Committee AG 1962, status TVRI kemudian berubah lagi menjadi di bawah Yayasan Bung Karno (pengelola kompleks olahraga Senayan) melalui Keppres No. 318/1962.[7] Studio TVRI yang pertama kemudian selesai pada 11 Oktober 1962.[16] Karyawan TVRI pada 1963 mencapai 100 orang, dan pada pertengahan tahun yang sama, sebuah Divisi Pemberitaan didirikan, awalnya dipegang oleh 5 staf dan menyiarkan dua acara berita.[17] Selain karyawan dalam negeri, sejumlah TKA (23 orang dari Jepang dan merupakan hasil kerjasama Colombo Plan) awalnya juga sempat ditempatkan di TVRI untuk membantu pengembangan awalnya, di bidang teknik, studio, pemancar, manajemen, film, produksi dan teknik audio.[18]

Status TVRI sendiri awalnya sempat diperdebatkan oleh Menteri Perkerjaan Umum dan Menteri Penerangan, apakah stasiun televisi baru ini harus berada di bawah mereka.[19] Masalah tersebut kemudian selesai ketika pada tanggal 20 Oktober 1963, dikeluarkan Keppres No. 215/1963 tentang pembentukan Yayasan TVRI dengan Pimpinan Umum Presiden RI, yang berarti menjadikan TVRI sebagai institusi terpisah dari lembaga lain. Status sebagai Yayasan berlangsung hingga 1975.[20] Secara dasar, Keppres No. 215/1963 sendiri menyatakan bahwa Yayasan TVRI berada di bawah presiden, dan TVRI merupakan entitas tunggal yang diberi hak dari negara bagi menyelenggarakan siaran televisi. Bisa dikatakan, bahwa status TVRI pada saat itu dimaksudkan merupakan campuran dari yayasan dan lembaga negara, dalam hal ini independen dalam pencarian dana namun bertanggung jaab kepada Departemen Penerangan dalam pemograman.[21] Pendanaan TVRI sendiri berasal dari anggaran negara (tetap sejak 1966), iklan (sejak 1 Maret 1963), iuran televisi (sejak akhir 1963) dan sponsor.[17][22]

Sifat TVRI yang berupa yayasan yang diketuai presiden ini justru menimbulkan sikap lembaga penyiaran yang tidak independen maupun berorientasi kepentingan publik yang efeknya akan terasa sampai akhir Orde Baru, apalagi ditambah dengan ketiadaan blueprint bagi pengembangan TVRI kedepannya saat itu.[23] Di era Soekarno masih berkuasa, Keppres No. 215/1963 pasal 4 dan 5 sendiri menyatakan bahwa TVRI berperan dalam "...pembangunan mental, khususnya masyarakat sosialis Indonesia". Lalu, setelah Orde Baru mulai lahir, Keputusan Menteri Penerangan No. 34/1966 menyatakan bahwa TVRI harus menyesuaikan acaranya dengan penyebarluasan program pemerintah, Pancasila dan UUD 1945. TVRI pada Orde Baru sendiri menjadi alat bagi menciptakan kesatuan nasional dan menyosialisasikan program pembangunan pemerintah.[22][17][3]

Pada tahun 1965 mulailah dirintis pembangunan Stasiun Penyiaran Daerah dimulai dengan TVRI Stasiun Yogyakarta, yang secara berturut-turut diikuti dengan Stasiun Medan, Surabaya, Makassar, Manado, Denpasar, dan Samarinda. Banyak dari stasiun ini awalnya bukan didirikan langsung oleh TVRI, melainkan oleh beberapa lembaga lain (misalnya, di Yogyakarta oleh Deppen). Namun, seiring sentralisasi pemerintah Orde Baru, stasiun daerah ini perlahan-lahan diintegrasikan dengan Stasiun Pusat Jakarta dan diatur secara lebih terpusat dalam pemogramannya.[3]

1975-1998: Perubahan status, pelebaran sayap dan penurunan

Pada tahun 1975, melalui SK Menpen No. 55B/Kep/Menpen/1975 (yang kemudian diubah oleh SK Menpen No. 230A/Kep/Menpen/1984), TVRI diubah menjadi salah satu bagian dari organisasi dan tatakerja Departemen Penerangan RI, yang diberi status direktorat yang langsung bertanggungjawab pada Direktur Jenderal Radio, TV, dan Film.[20] Aturan-aturan tersebut mengisyaratkan TVRI memiliki status ganda: selain sebagai Yayasan Televisi RI juga sebagai Direktorat Televisi (yang sudah terbentuk sejak 1966 melalui SK Menpen No. 107/1966), sedang manajemen yang diterapkan yaitu manajemen perkantoran/birokrasi.[20][24] Hal ini sendiri kemudian juga cukup memengaruhi gaya manajemen TVRI yang kurang efisien.[25]

Mulai tahun 1977, Stasiun Produksi Keliling (SPK) dibentuk secara bertahap di beberapa ibu kota provinsi, yang berfungsi sebagai perwakilan atau koresponden TVRI di daerah. SPK kemudian terbentuk di 12 kota, mulai dari Banda Aceh hingga Jayapura.

Melalui Peraturan Pemerintah No. 37/1980, pemerintah secara resmi mengubah status seluruh karyawan TVRI menjadi Pegawai Negeri Sipil (dari sebelumnya karyawan Yayasan TVRI);[26] sesuatu yang masih berlangsung hingga kini. Karyawan TVRI kemudian juga terus bertambah, dari 898 orang pada 1972,[17] menjadi 6.000 orang pada 1991.[27]

Pada tahun 1981, setelah menikmati pemasukan dominan dari iklan selama bertahun-tahun, Presiden Soeharto dalam pidatonya di DPR pada 5 Januari 1981 meniadakan iklan di TVRI agar “lebih mengarahkan televisi untuk membantu program-program pembangunan dan menghindari akibat-akibat samping yang tidak mendukung semangat pembangunan”.[19][28] Kebijakan yang mulai berlaku dengan penerapan SK Menpen No. 30/Kep/Menpen/1981 pada 1 April 1981 ini sempat menuai kontroversi di masyarakat.[19][29][30] Hal ini jelas memukul TVRI secara keuangan, karena pada 1975/1976 saja pendapatan iklan tampak jauh lebih besar dibanding anggaran dari negara maupun iuran. Beberapa ahli sendiri mengaitkan larangan ini dengan protes dari kaum Islam dan anti-konsumerisme; ada juga yang berpendapat hal tersebut merupakan hasil persaingan dalam internal pemerintah Orba; namun ada juga yang menafsirkan karena pemerintah ingin menguatkan kendalinya atas siaran TVRI, terutama menjelang Pemilu 1982 dan akan lebih mudah setelah banyaknya keuntungan dari boom minyak.[17] Sedangkan dari pemerintah sendiri kemudian menjustifikasi pelarangan iklan ini dengan alasan mencegah kecemburuan sosial dan efek negatif perilaku konsumtif, terutama di daerah yang dikhawatirkan akan berdampak pada pembangunan yang dicanangkan pemerintah. Namun, kemudian demi menyiasati kebutuhan anggaran yang terus membengkak, maka sejak pertengahan 1980-an, model "iklan terselubung" berupa acara bersponsor juga mulai muncul di layar TVRI.[3][24] Pemerintah sendiri pada tahun 1987 sempat berniat untuk mengizinkan lagi iklan di TVRI, namun hal ini tidak terwujud hingga 2002.[31]

Pada tanggal 1 Januari 1983, TVRI membuka sebuah kanal baru Programa 2 TVRI (kini TVRI Jakarta).[32][33] Acara tunggalnya adalah siaran berita bahasa Inggris dengan nama English News Service selama setengah jam yang dimulai pada pukul 18.30 WIB, di bawah tanggung jawab bagian pemberitaan.[32][33] Saluran ini, yang awalnya hanya memiliki cakupan pemirsa kecil (ekspatriat), kemudian sejak 1989 mulai dikembangkan menjadi siaran televisi yang menyesuaikan selera penduduk ibukota.[34][35][19] Perluasan siaran juga terus dilakukan, hingga pada 1991, TVRI sudah dinikmati oleh 65% penduduk Indonesia dan telah memiliki 10 stasiun penyiaran daerah, delapan stasiun pemancar, 273 stasiun transmisi, 12 studio, serta dua studio alam di Bogor dan Depok.[36]

Pada tahun 1989, monopoli TVRI di televisi dihapus saat pemerintah mengizinkan berdirinya RCTI sebagai jaringan televisi swasta pertama di Indonesia. Meskipun demikian, pemerintah saat itu sesungguhnya tidak ingin melepas status TVRI sebagai pemain utama di pertelevisian nasional walaupun adanya pendatang baru swasta di tahun 1989-1995. Hal ini misalnya ditunjukkan dengan adanya larangan stasiun televisi swasta memproduksi acara beritanya sendiri, karena TVRI-lah yang hanya diizinkan membuat acara berita.[37] Sebagai gantinya, stasiun televisi swasta diharuskan merelai siaran berita TVRI sebanyak tiga kali per hari: Berita Nasional, Dunia Dalam Berita dan Berita Terakhir (19:00, 21:00 WIB dan sebelum tutup siaran). Itu pun belum ditambah acara-acara seperti Proklamasi 17 Agustus maupun Laporan Khusus yang wajib direlai stasiun televisi swasta. Tidak lupa juga, pemerintah juga mewajibkan stasiun televisi swasta membayar 12,5% (awalnya 15% sebelum 1990) pendapatannya ke TVRI sebagai ganti TVRI tidak beriklan. Pemerintah sendiri beralasan bahwa landasan pembentukan TVRI, sebagai penyedia siaran tunggal televisi dalam Keppres No. 215/1963 sendiri membuat stasiun televisi swasta harus "berada di bawah pengendalian dan pengawasan TVRI".[3][38] Televisi swasta pada saat itu sendiri dikonsepkan sebagai "pihak (bawahan)/pelaksana yang ditunjuk", "mitra" atau "pelengkap" dari posisi dominan TVRI pada saat itu (walaupun dalam faktanya seringkali tidak sesuai, misalnya dengan adanya beberapa program sejenis berita di televisi swasta dan seringnya televisi swasta tidak memenuhi kewajiban pembayarannya ke TVRI).[3][39][40] Konsep seperti ini baru akan berakhir pasca runtuhnya Orde Baru pada 1998.

Pada tahun 1991 hingga 1997, TVRI berbagi slot frekuensi saluran selama 8 jam dengan stasiun swasta TPI. TPI menggunakan slot saluran untuk siaran pagi dan siang, sedangkan TVRI menggunakan slot siaran untuk siaran sore dan malam. Penggunaan slot bersama ini berakhir pada tahun 1997, saat TPI berpindah ke frekuensi saluran milik sendiri, meskipun di beberapa daerah kerjasama ini masih berlanjut hingga 1998.[41]

Pada tahun 1994, TVRI meluncurkan layanan teleteks TVRI-Text, teleteks kedua di Indonesia setelah RCTI. TVRI menggandeng PT Pilar Kumalajaya untuk mewujudkan layanan tersebut.[42]

Sebagai alat komunikasi pemerintah, tugas TVRI saat itu adalah menyampaikan informasi tentang kebijakan pemerintah kepada rakyat dan pada waktu yang bersamaan menciptakan two-way traffic (lalu lintas dua arah) dari rakyat untuk pemerintah selama tidak mendiskreditkan usaha-usaha pemerintah.[butuh rujukan]. Semua kebijakan pemerintah Orde Baru beserta programnya, yang bertujuan untuk "membangun bangsa dan negara Indonesia yang modern dengan masyarakat yang aman, adil, tertib dan sejahtera, di mana tiap warga Indonesia mengenyam kesejahteraan lahiriah dan mental spiritual"[43] harus dapat diterjemahkan melalui siaran-siaran dari studio-studio TVRI yang berkedudukan di ibu kota maupun daerah dengan cepat, tepat dan baik. Semua pelaksanaan siaran TVRI harus meletakkan tekanan kerjanya kepada integrasi, supaya TVRI menjadi suatu well-integrated mass media (media massa yang terintegrasikan dengan baik) dari pemerintah.[butuh rujukan] Hal ini mengakibatkan TVRI terpuruk dengan layanan seadanya dengan kekentalan pesan ideologis. TVRI disebut "tidak memiliki independensi dalam kebijakan editorial". Kondisi itu menyebabkan menurunnya semangat kerja, kreativitas dan produktivitas karyawan.[44]

Akibatnya, TVRI pasca 1980-an, nampak terlihat tidak menarik di mata publik. Acara lokal yang ada, lebih terkesan menonjolkan "suara pemerintah" dibanding memberikan hiburan menarik, begitu juga dengan acara beritanya. Ini diperparah dengan ketiadaan pendanaan yang mencukupi di luar pemerintah (selain iuran), sehingga acara yang dihasilkan seringkali seadanya di tengah kebutuhan lain (seperti membangun transmisi di berbagai daerah) yang terus meningkat. Misalnya, pada tahun 1987-1988 sendiri, pengeluaran TVRI mencapai Rp 67,4 miliar, sedangkan pemasukannya hanya Rp 53 miliar (iuran Rp 43 miliar dan subsidi pemerintah Rp 10 miliar).[45] TVRI pun memulai era penurunannya sejak itu, dan hal tersebut bahkan terjadi sebelum era televisi swasta. Dengan kehadiran open-sky policy (kebijakan langit terbuka) pasca peluncuran Satelit Palapa sejak 20 Agustus 1986,[17] penduduk yang bisa menggunakannya pun lebih memilih menonton siaran asing menggunakan parabola. Di daerah perbatasan, penduduk di sana lebih memilih menonton siaran luar negeri; sedangkan di daerah perkotaan, beberapa penduduk kelas atas banyak yang menyewa kaset-kaset VHS/Betamax film-film impor sebagai tontonannya. Lahirnya televisi swasta pun makin memukul TVRI: diperkirakan pada 1990-an sendiri, penontonnya tidak lebih dari 6% penonton siaran televisi di Indonesia.[46][3][38]

1998-2006: Restrukturisasi

Periode pasca kejatuhan Orde Baru sendiri memberikan peluang dan tantangan besar bagi TVRI. Di satu sisi, TVRI bisa melepaskan diri dari status sebagai "agen/corong propaganda" pemerintah. Namun, di sisi lain perubahan juga membuat TVRI berada dalam ketidakpastian selama hampir 7 tahun, yang sempat cukup pelik karena ditambah masalah keuangan akibat pengaruh krisis moneter. Salah satu akar masalah itu muncul dari penghapusan Departemen Penerangan pada tahun 1999, di bawah Presiden Abdurrahman Wahid. Walaupun didasari bagi menciptakan kebebasan pers, namun langkah ini sempat memicu ketidakpastian status TVRI. Hal ini karena sebelumnya TVRI merupakan bawahan dari departemen tersebut. Kehadiran Badan Informasi dan Komunikasi Nasional (BIKN) lewat PP No. 153/1999 sendiri tidak memperjelas status stasiun televisi ini, karena TVRI tidak disebutkan bernaung di sana. Akibatnya, TVRI harus sementara bernaung di bawah Departemen Keuangan, hingga akhirnya pada 7 Juni 2000, diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2000 tentang perubahan status TVRI menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan). TVRI dalam aturan ini disesuaikan dengan prinsip-prinsip televisi publik, independen, netral, mandiri, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat.[47][48][15]

Bulan Oktober 2001, diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 64 tahun 2001 tentang pembinaan Perjan TVRI di bawah kantor Menteri Negara BUMN untuk urusan organisasi dan Departemen Keuangan RI untuk urusan organisasi keuangan.[47]

TVRI sempat diwacanakan untuk menjadi persero, sehingga diharapkan dapat kembali diperbolehkan menerima iklan.[49] Pada tanggal 17 April 2002, diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 2002, status TVRI diubah menjadi Perseroan Terbatas (PT) TVRI di bawah pengawasan Departemen Keuangan RI dan Kementerian Negara BUMN.[47]

Melalui status ini pemerintah mengharapkan direksi TVRI dapat melakukan pembenahan-pembenahan baik di bidang manajemen, struktur organisasi, sumber daya manusia, dan keuangan. Sehubungan dengan itu direksi TVRI dapat melakukan konsolidasi, melalui restrukturisasi, pembenahan di bidang pemasaran dan pemrograman, mengingat sikap mental karyawan dan hampir semua acara TVRI masih mengacu pada status Perjan yang kurang memiliki nilai jual. Khusus mengenai karyawan, direksi TVRI diharapkan akan mengetahui jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan, berdasarkan kemampuan masing-masing individu karyawan untuk mengisi fungsi-fungsi yang ada dalam struktur organisasi sesuai dengan keahlian dan profesi masing-masing, dengan kualifikasi yang jelas. Melalui restrukturisasi tersebut akan diketahui apakah untuk mengisi fungsi tersebut di atas dapat diketahui, dan apakah perlu dicari tenaga profesional dari luar atau dapat memanfaatkan sumber daya TVRI yang tersedia.

Walaupun sejak perubahan menjadi PT Persero tersebut TVRI boleh menerima iklan kembali, bukan berarti stasiun televisi pertama ini mendapatkan angin segar pada awalnya. Justru, karena pada saat itu (2002-2003) secara internal TVRI kekurangan dana mandiri, status persero yang mewajibkan agar perusahaan bisa mencari pendapatan sendiri makin menyulitkan TVRI mencari dana karena acara-acaranya kurang pengiklan. Jikalau diberi anggaran dari pemerintah pun, jumlahnya amat kecil (dari pengajuan Rp 1,3 T pada 2002, namun hanya diberi Rp 150 miliar atau 1/10-nya saja). Karut-marut TVRI pun bertambah dengan konflik antara Direktur Utama TVRI saat itu, Sumita Tobing dengan DPR mengenai audit pendanaan dan permodalan TVRI; polemik tentang hutang dari stasiun televisi swasta mengenai komitmen 12,5% pada era Orde Baru; langkah radikal Sumita yang justru mengganggu status quo orang-orang lama; adanya tudingan korupsi, dan ikut campurnya kepentingan politik dalam perencanaan transisi dari Perjan ke PT tersebut. Hal ini sempat mengakibatkan masalah dalam dihentikannya siaran sejumlah stasiun daerah TVRI, seperti di Medan. Meskipun demikian, sejak perubahan menjadi PT itu mulai efektif berlaku pada April 2003, maka masalah-masalah tersebut mulai bisa diselesaikan.[21][15][50]

TVRI bersiaran dengan menggunakan dua sistem yaitu VHF dan UHF, setelah selesainya dibangun stasiun pemancar Gunung Tela di Bogor[51] pada 18 Mei 2002 dengan kekuatan 80 kW. Kota-kota awal yang menggunakan UHF yaitu Jakarta, Bandung dan Medan, selain beberapa kota kecil seperti di Kalimantan dan Jawa Timur. Bertepatan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei 2003, TVRI akhirnya mulai mengoperasikan kembali seluruh pemancar stasiun relai TVRI, yang kala itu sebanyak 376 buah setelah sempat terhenti.

Melalui Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, TVRI ditetapkan sebagai Lembaga Penyiaran Publik yang terpisah dari kementerian mana pun. Dengan perubahan status TVRI ke lembaga penyiaran publik, maka TVRI diberi masa transisi selama 3 tahun. Selama masa transisi ini, TVRI benar-benar diuji untuk belajar mandiri dengan menggali dana dari berbagai sumber antara lain dalam bentuk kerjasama dengan pihak luar baik swasta maupun sesama BUMN serta meningkatkan profesionalisme karyawan. Dengan adanya masa transisi selama 3 tahun ini, diharapkan TVRI akan dapat memenuhi kriteria yang disyaratkan oleh undang-undang, yaitu sebagai televisi publik dengan sasaran khalayak yang jelas. Undang-undang ini kemudian diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005. Dengan dua peraturan ini, TVRI secara formal dapat menerima iklan.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002, TVRI resmi menjadi Lembaga Penyiaran Publik bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke-44 pada 24 Agustus 2006. Pengubahan status ini resmi mengakhiri polemik tentang status PT TVRI (Persero) yang dirasa menyimpang dari UU Penyiaran; dan berarti juga menyelesaikan polemik status TVRI sejak 1999.

2006-kini: Modernisasi dan penyempurnaan siaran

 
Stasiun pusat TVRI di Jakarta, menampilkan logo TVRI yang ketujuh.

Mengikuti rencana pemerintah untuk memperkenalkan televisi digital di Indonesia, TVRI meluncurkan siaran digitalnya pada 21 Desember 2010 dengan cakupan awal di Jakarta, Surabaya dan Batam. Pada waktu yang sama, TVRI juga meluncurkan dua saluran terestrial digital yang merupakan saluran terestrial digital pertama di Indonesia: TVRI 3 (kini TVRI Kanal 3) dan TVRI 4 (kini TVRI Sport HD). Peluncuran dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring.[52][53]

Meskipun demikian, hingga pertengahan 2010-an sendiri, TVRI layaknya hidup segan mati tak mau.[54] ​Berganti-ganti pimpinan, bahkan sampai dipecat DPR, TVRI nampak selalu kalah pamor dari stasiun televisi swasta, belum lagi kontroversi yang beberapa kali dibuat, seperti penayangan acara Partai Demokrat pada 2013, konflik internal, dan beberapa kali tuduhan korupsi.[55] Bagi beberapa pihak, hal ini disebabkan oleh kombinasi internal dan eksternal TVRI itu sendiri. Dari internal, TVRI memiliki pegawai yang statusnya PNS yang jumlahnya berkali-kali lipat lebih banyak dari televisi swasta, dan kebanyakan sudah berusia tidak muda lagi. Belum lagi anggaran-anggaran seperti konsumsi yang terlihat tidak efisien, dan perangkat-perangkat siaran yang berusia tua. Di satu sisi, pemerintah selama ini cenderung tidak bersikap "manis" pada TVRI: misalnya dengan tidak memberikan anggaran mencukupi (di bawah Rp 1 triliun/tahun, sangat jauh jika dibandingkan misalnya dengan BBC dan NHK), melarangnya memberhentikan pejabat secara mandiri, dan kebanyakan memilih petingginya yang didasarkan pada kepentingan politis. Akibatnya cukup buruk, seperti TVRI mendapatkan opini disclaimer dari Badan Pemeriksa Keuangan pada laporannya selama 2013-2017.[56][57][50][58]

Pada tahun 2017, TVRI melantik Helmy Yahya sebagai Direktur Utama TVRI menggantikan Iskandar Achmad yang sudah habis masa jabatannya. Sedangkan TVRI juga melantik Apni Jaya Putra (mantan Direktur Program Kompas TV) sebagai direktur Programming TVRI. Di era kepemimpinan Helmy Yahya dan Apni Jaya Putra, TVRI mulai merombak acara maupun siaran secara besar-besaran, yang ditujukan agar TVRI bisa mendapat hati di kalangan pemirsa muda (kekinian) dan nampak modern.[59] Sayangnya, langkah Helmy dan Apni yang out of the box dengan memikirkan rating justru akhirnya memicu kontroversi yang berakhir dengan pemberhentiannya, karena cara pandang umum yang ada adalah TVRI sebagai lembaga penyiaran publik seharusnya tidak memikirkan soal rating.[60][61]

Pada tanggal 29 Maret 2019 pukul 20.20 WIB, TVRI mengubah logonya. Sebenarnya logo TVRI yang baru direncanakan akan rilis pada kuartal keempat tahun 2018, namun karena satu dan lain hal, maka diundur pada akhir Maret 2019 dan akan menjadi logo kedelapan TVRI. Pergantian logo tersebut bertepatan dengan acara Konser Musik: Menggapai Dunia. Pada saat yang sama, seluruh stasiun TVRI Daerah telah mengganti logonya di depan kantor TVRI masing-masing.

Pada Agustus 2019, TVRI bersama dua televisi swasta nasional (MetroTV dan Trans7) dan Kemenkominfo secara resmi meluncurkan siaran televisi digital untuk wilayah-wilayah perbatasan Indonesia di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Dengan tujuan agar masyarakat di seluruh wilayah Indonesia bisa menyaksikan acara terbaik dan berkualitas yang ditayangkan seluruh TV nasional dan daerah dengan gambar dan suara yang lebih tajam, bersih, dan jernih serta teknologi yang lebih canggih dari televisi analog, tanpa membutuhkan biaya seperti televisi berlangganan (hanya sekali bayar untuk membeli antena dan dekoder). Yang paling utama dan terpenting masyarakat sudah siap untuk melakukan migrasi (peralihan) TV analog ke digital dalam rangka menghadapi ASO (Analog Switch Off) yang akan diberlakukan pemerintah Republik Indonesia dalam waktu dekat ini.[62]

Organisasi

Tugas dan kelembagaan

Pasal 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 menyatakan bahwa TVRI, sebagai LPP, adalah lembaga penyiaran yang berbentuk "badan hukum yang didirikan oleh negara; (bersifat) independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat".

Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005 menetapkan bahwa tugas TVRI adalah "memberikan pelayanan informasi, pendidikan dan hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, serta melestarikan budaya bangsa untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat melalui penyelenggaraan penyiaran televisi yang menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia".[63]

Struktur kelembagaan TVRI terdiri dari lima dewan pengawas dan lima dewan direksi. Keduanya mempunyai masa kerja lima tahun, dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa kerja berikutnya.

Dewan Pengawas

Dewan pengawas TVRI ditetapkan oleh Presiden atas usul Dewan Perwakilan Rakyat; setelah melalui uji kepatutan dan kelayakan secara terbuka atas masukan dari pemerintah dan/atau masyarakat. Menurut PP Nomor 11 Tahun 2005, dewan pengawas berfungsi mewakili masyarakat, pemerintah, dan unsur lembaga penyiaran publik yang menjalankan tugas pengawasan untuk mencapai tujuan lembaga penyiaran publik.

Struktur dewan pengawas TVRI saat ini adalah sebagai berikut:[64]

Jabatan Nama (2017-2022)
Ketua Dewan Pengawas Pamungkas Trishadiatmoko
Anggota Dewan Pengawas Made Ayu Dwie Mahenny SH., MSi
Anggota Dewan Pengawas Supra Wimbarti MSc., Ph.D.
Anggota Dewan Pengawas Drs. Maryuni Kabul Budiono M.Pd.

Dewan Direksi

Dewan direksi TVRI diangkat dan ditetapkan oleh dewan pengawas. Dewan direksi berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan TVRI.

Struktur dewan direksi TVRI saat ini adalah sebagai berikut:[65]

Jabatan Nama (2017-2022)
Direktur Utama Iman Brotoseno (PAW)
Direktur Program dan Pemimpin Redaksi (Berita) Irianto
Direktur Keuangan Telman Roring Pandey
Direktur Umum Dra. Meggy Theresia Rares, MSi.
Direktur Teknik Supriyono S.Kom, MM
Direktur Pengembangan dan Usaha Dra. Rini Padmirehatta

Daftar Direktur Utama TVRI

Catatan: Hingga menjadi Perjan pada 2000, jabatan dari pemimpin TVRI adalah Direktur TVRI atau Direktur Televisi.

Nama Dari Sampai Catatan
Yayasan TVRI
M. Arief sek. 1962-1963[66][67] 1 Januari 1968[68]
Sumadi 1 Januari 1968 30 September 1971[69]
Kadiono[70] ? sek. 1975
Moh. Nurdin Soepomo[71] sek. 1975[72] 9 Agustus 1980[73]
Subrata 9 Agustus 1980 1983[74]
M. Arifin 1983 1985[75]
Alex Leo Zulkarnain 1985 Desember 1987
Ishadi S.K. Desember 1987 6 Agustus 1992[76]
Abdul Azis Husein 6 Agustus 1992 1998[77]
Chairul Zen 1998 21 Juni 2001[78]
Perjan TVRI
Sumita Tobing 21 Juni 2001[21] 15 April 2003[79] Diberhentikan pemerintah[80]
PT TVRI (Persero)
Hari Sulistyono 15 April 2003 4 Februari 2004[81] Diberhentikan Dewan Pengawas[82]
Yazirwan Uyun 4 Februari 2004 24 Agustus 2006 Mengundurkan diri pasca perubahan menjadi LPP[83]
LPP TVRI
I Gde Nyoman Arsana 24 Agustus 2006[84] 2009[85]
Hariono sek. Januari 2009[86][87] 18 Mei 2010 Mengundurkan diri pada Oktober 2009,[88] namun masih menjabat pada 2010[89]
Immas Sunarya 18 Mei 2010[90][88] 2 April 2012
Farhat Syukri 2 April 2012[85] 18 November 2013[91] Diberhentikan Dewan Pengawas
Tribowo Kriswinarso 18 November 2013 18 Februari 2014 Pelaksana tugas[92]
Iskandar Achmad 18 Februari 2014[93] 29 November 2017
Helmy Yahya 29 November 2017[94] 4 Desember 2019[95] Diberhentikan Dewan Pengawas
Supriyono 4 Desember 2019 27 Mei 2020 Pelaksana tugas[96]
Iman Brotoseno 27 Mei 2020[97] masih menjabat Pengganti antar waktu (PAW)

Pendanaan

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002, sumber pendanaan TVRI dapat berasal dari iuran penyiaran, APBN, sumbangan masyarakat, siaran iklan, dan usaha lain yang sah yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. Usaha lain tersebut, yang saat ini digabungkan dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) seperti diatur dalam PP Nomor 66 Tahun 2020, meliputi jasa digitalisasi penyiaran (iklan di situs web), jasa pendidikan dan pelatihan pertelevisian, jasa sertifikasi profesi penyiaran televisi, jasa penggunaan sarana dan prasarana (sewa tempat di pemancar dan lahan aset), jasa produksi acara, jasa multipleksing, dan royalti produksi acara.[98]

TVRI pernah menayangkan iklan dalam satu tayangan khusus dengan judul acara Mana Suka Siaran Niaga (sehari dua kali). Sejak April 1981 TVRI tidak diperbolehkan menayangkan iklan, dan akhirnya TVRI baru kembali menayangkan iklan pada awal dekade 2000-an seiring dengan perubahan struktur kelembagaan dan pengesahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002. Iklan di TVRI sendiri berubah dari waktu ke waktu. Di era 1970-an, saat masih menerima iklan, cukup banyak perusahaan besar yang mengiklankan produknya di TVRI (seperti Fujifilm dan Unilever).[3] Namun, setelah boleh menerima iklan lagi pada 2002, TVRI nampak selalu berada dalam posisi "buncit" dalam perolehan iklan di Indonesia, dengan lebih banyak menayangkan iklan dari institusi pemerintah maupun iklan layanan masyarakat.[99] Akibatnya, TVRI pusat dan daerah sendiri pernah menyiarkan beberapa jenis iklan kontroversial, seperti iklan pengobatan alternatif[100] ataupun SMS premium demi mencari dana.[101] Walaupun demikian, seiring dengan adanya beberapa acara yang cukup populer, TVRI juga mulai dilirik oleh beberapa perusahaan besar kembali.[102] Pemerintah sendiri mengatur tarif iklan TVRI dalam PP No. 33/2017, dengan tarif iklan yang cenderung lebih rendah dibanding televisi swasta.[57]

Antara dekade 1960-an hingga 1990-an, TVRI (melalui Yayasan TVRI) juga pernah menarik "iuran televisi" kepada setiap pemilik televisi. Walaupun sampai saat ini dalam peraturan perundang-undangan masih diperbolehkan menerima iuran, namun saat ini TVRI tidak melakukannya. Direktur Program dan Berita TVRI 2017-2020 Apni Jaya Putra pada tahun 2018 mengatakan pihaknya tidak menarik iuran karena dianggap sulit diterima publik.[57] Selain itu, iuran televisi – seperti halnya sumbangan masyarakat – belum pernah diatur sebagai PNBP untuk TVRI.

Karyawan

Pada tahun anggaran 2007, karyawan TVRI berjumlah 6.099 orang (5.085 orang pegawai negeri sipil (PNS) di bawah Kemenkominfo dan 1.014 orang tenaga honor/kontrak) yang tersebar di seluruh Indonesia, dengan sekitar 1.600 orang di antaranya adalah karyawan TVRI pusat. Namun, hingga tahun 2018 karyawan TVRI tinggal sebanyak kurang lebih 4.300 orang, dengan sekitar 1.800 orang adalah karyawan TVRI pusat dan sekitar 90% di antaranya merupakan PNS.[56]

Layanan

Televisi

Saluran nasional

Saat ini stasiun pusat TVRI mengoperasikan tiga saluran nasional (TVRI, TVRI Kanal 3, dan TVRI Sport HD), satu saluran khusus untuk stasiun daerah dan satu rencana saluran internasional.

  • TVRI (atau TVRI Nasional) adalah saluran utama TVRI, yang bersiaran sejak tahun 1962. Saluran ini menayangkan ragam program, mulai dari berita, informasi, hiburan, olahraga, hingga anak-anak.
  • "TVRI Kanal 2" (juga disebut "TVRI daerah" atau "Programa 2") adalah nama kolektif untuk saluran yang dikhususkan untuk siaran stasiun TVRI daerah. Di televisi terestrial analog untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, TVRI Jakarta mengudara sebagai saluran lokal yang terpisah dari TVRI, berbeda dengan wilayah lain di mana stasiun TVRI daerah mengudara sebagai slot siaran lokal di TVRI Nasional. Di televisi digital terestrial untuk seluruh Indonesia, saluran ini dikhususkan untuk siaran stasiun TVRI daerah yang terpisah dari TVRI.
  • TVRI Kanal 3 adalah saluran khusus digital TVRI yang menayangkan program acara berkaitan dengan budaya, gaya hidup, seni, dan pengetahuan. Saluran ini diluncurkan pada tahun 2010 bersamaan dengan siaran digital dari TVRI dan stasiun TVRI daerah.
  • TVRI Sport HD adalah saluran digital TVRI yang menayangkan program acara berkaitan dengan olahraga. Saluran ini juga diluncurkan pada tahun 2010 bersamaan dengan siaran digital dari TVRI dan stasiun TVRI daerah.
  • TVRI World adalah rencana saluran berbahasa Inggris yang menargetkan pemirsa luar negeri dan dalam negeri (kelas menengah ke atas).[103][104]

Stasiun

 
Kantor TVRI Kalimantan Timur di Samarinda.
 
Stasiun transmisi TVRI Sumatra Selatan di Kabupaten Ogan Komering Ulu.

Selain stasiun pusat yang berada di Jakarta, TVRI juga memiliki 32 stasiun daerah yang tersebar di sebagian besar provinsi di Indonesia.

Di siaran terestrial analog, selain merelai siaran pusat TVRI, stasiun TVRI daerah juga menyiarkan acara yang bersifat lokal (termasuk berita daerah) pada jam-jam tertentu. Program-programnya diproduksi oleh stasiun TVRI daerah dan dapat bekerjasama dengan pihak lain. Siaran stasiun TVRI daerah pada umumnya juga direlai oleh stasiun relai di wilayah provinsi tersebut, yang kini berjumlah 361 stasiun (termasuk 120 stasiun transmisi digital).[1]

Berikut ini adalah daftar stasiun TVRI daerah saat ini, masing-masing dengan lokasi stasiun:

Pada saat Provinsi Timor Timur (kini Timor Leste) masih berintegrasi dengan Indonesia, TVRI mempunyai stasiun bernama TVRI Dili yang berpusat di kota Dili. Stasiun tersebut ditutup pada tahun 1999 setelah provinsi tersebut lepas dari Indonesia. Dari asetnya didirikan TV UNTAET, saat ini berupa RTTL.

Layanan daring

Situs web TVRI (dengan alamat www.tvri.co.id) telah ada setidaknya pada bulan September 2001.[106] Situs ini mulanya berbentuk portal berita dan informasi terkait siaran TVRI. Pada tahun 2018, menurut arsip Wayback Machine, alamat tersebut dialihkan menjadi www.tvri.go.id.

TVRI saat ini mengoperasikan dua layanan daring. TVRI Klik adalah layanan yang fokus pada streaming daring seluruh saluran TVRI serta stasiun-stasiun daerah.[107][108] TVRI VoD adalah layanan video sesuai permintaan (video-on-demand) yang berisi program-program TVRI. Keduanya dapat diakses melalui situs web serta aplikasi Android dan iOS.

Selain TVRI Klik, layanan streaming dari seluruh saluran nasional dan stasiun daerah TVRI juga dapat diakses melalui situs web TVRI.

TVRI juga memiliki portal berita di TVRINews.com. Situs ini telah muncul setidaknya sejak 2014,[109] dan telah mengalami beberapa perubahan sejak saat itu.

Lainnya

TVRI memiliki Pusat Pendidikan dan Pelatihan TVRI (Pusdiklat TVRI)[110] yang memberikan pelatihan di bidang pertelevisian.

TVRI juga mengelola Studio Alam TVRI di Kecamatan Sukmajaya, Depok, Jawa Barat. Studio ini berupa alam terbuka hijau yang digunakan sebagai tempat produksi beberapa acara TVRI dan juga dimanfaatkan sebagai area rekreasi.

Identitas

Logo TVRI pada era 1960-an hingga 1990-an berbentuk segi empat, kemudian menjadi segi lima. Terjadi tiga kali perubahan logo dalam era ini, sehingga rata-rata perubahan terjadi dalam kurun waktu kurang dari sepuluh tahun.[44]

Dari kedua logo pertama, tercermin fungsi dasar TVRI yang mengacu pada tiga fungsi media (disimbolkan kotak TV) yakni informasi, edukasi dan hiburan. Perbedaannya terletak pada simbol kotak yang setara dengan "RI" pada logo pertama yang menyatu dalam bingkai pada logo kedua; juga hadirnya nuansa warna merah, hijau dan biru sebagai cerminan TVRI memasuki era teknologi berwarna. Pada logo ketiga, nuansa keindonesiaan makin kentara dengan bentuk segi lima yang mencerminkan simbol Pancasila; namun ditambah ilustrasi bola dunia yang memosisikan TVRI sebagai "pembawa gawang khatulistiwa".

Sejak 1990, dalam waktu kurang dari dua dekade, logo TVRI mengubah lima kali. Walau demikian, gaya huruf TVRI tetap sama, perbedaan logo-logo tersebut kebanyakan hanya pada nuansa pemakaian warna. Pada 2007, gaya huruf TVRI dimodifikasi dengan menambah ‘cakar atau gancu’ pada logo, yang digunakan hingga Maret 2019.

Pada 29 Maret 2019, logo TVRI berganti kembali dalam rangka upaya penjenamaan kembali (rebranding). LPP TVRI tidak lagi mengganti logo dengan pola sayembara atau dibuat secara internal, oleh karena TVRI menganggap logo juga merupakan "bagian dari gambaran korporasi yang dapat mempengaruhi budaya korporasi".[44] Logo ini mirip seperti logo Deutsche Welle dan Cinemax tahun 1997-2008.

Slogan

  • Menjalin Persatuan dan Kesatuan (1962-2001)
  • Makin Dekat di Hati (2001-2003)
  • Semangat Baru (2003-2012)
  • Saluran Pemersatu Bangsa (2012-2019)
  • Media Pemersatu Bangsa (2019-sekarang)

Kritik dan kontroversi

Masalah struktural

Beberapa masalah struktural sampai saat ini masih seringkali menghambat kinerja TVRI. Hal ini seperti jumlah karyawan yang banyak, namun sudah berumur sehingga tidak efisien, tetapi tidak bisa dipecat oleh TVRI secara independen karena status PNS; ataupun karena jika dilakukan dikhawatirkan akan membuat pergolakan internal.[56] Kemudian ada juga soal tumpang-tindihnya kewenangan Dewan Pengawas (Dewas) dan Direksi di beberapa bidang sehingga seringkali menyebabkan saling tuduh ikut campur;[111][82] belum lagi ditambah pemilihan anggota Dewas oleh DPR seringkali menyebabkan pertimbangan politis lebih dipentingkan dibanding kualitas.[85]

Kasus korupsi

Pada masa direksi pimpinan Sumita Tobing mulai tahun 2001, permasalahan keuangan mulai bermunculan. Salah satunya pada pembangunan stasiun pemancar di Gunung Tela, yang dinilai bermasalah oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan turut menyumbang permasalahan pada kondisi keuangan TVRI.[51][50] Belakangan pada 2014, Sumita Tobing dinyatakan melakukan korupsi pengadaan peralatan siar TVRI yang merugikan negara sebesar Rp 12,4 miliar. Ia dijatuhi pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan dan pidana denda Rp 250 juta.[50]

Pada tahun 2013, Direktur Keuangan TVRI Eddy Machmudi Effendi diberi hukuman penjara 8 tahun 6 bulan atas kasus pengadaan program siap siar tahun 2012 yang bernilai Rp 47,8 miliar. Kasus ini melibatkan Direktur Berita dan Program Irwan Hendarmin, Direktur Utama PT Media Arts Image Iwan Chermawan, pejabat pembuat komitmen yang merupakan pejabat tinggi TVRI Yulkasmir, dan komedian senior yang juga direktur Viandra Productions Mandra, yang menyebabkan kasus ini juga dikenal sebagai "Mandragate".[50][112] Maraknya budaya korupsi ini, salah satunya ditengarai oleh minimnya akuntabilitas TVRI ke publik.[56]

Tayangan politik

TVRI masa Orde Baru kerap dikritik karena menonjolkan organisasi Golongan Karya daripada dua partai politik lain dalam pemberitaan seputar pemilihan umum.

Pada tanggal 6 Juni 2013 pagi, TVRI menayangkan siaran tunda acara Muktamar Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Senayan Jakarta.[113] Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Idy Muzayyad menilai TVRI sebagai lembaga penyiaran publik telah "mengalami disorientasi kebangsaan dengan menayangkan hal ini karena ideologi HTI yang mempermasalahkan ideologi negara, nasionalisme dan menolak demokrasi", namun juru bicara HTI Ismail Yusanto menyatakan bahwa TVRI adalah penyiaran publik dan HTI termasuk bagian dari publik, sehingga ia mendukung TVRI menayangkan siaran itu "karena ini bagian dari hak publik untuk disiarkan dan diperdengarkan". TVRI dipanggil dan terbuka kemungkinan dijatuhkan sanksi.[114]

Kemudian pada 15 September, TVRI menayangkan siaran tunda konvensi Partai Demokrat, partai politik yang didirikan oleh presiden saat itu Susilo Bambang Yudhoyono, selama lebih dari 2 jam. Tayangan itu kembali mendapatkan sanksi KPI, karena melanggar prinsip independen sesuai dengan Undang-Undang Penyiaran.[115] Namun, sekretaris manajer direksi TVRI Usi Karundeng mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah diintervensi atau dibayar oleh Partai Demokrat.[116] Meskipun demikian, laporan dari Tempo.co sendiri justru menyatakan bahwa Direktur Utama TVRI saat itu, Farhat Syukri-lah yang memaksakan acara itu agar disiarkan walaupun mendapat penolakan dari internal TVRI.[117]

Pemecatan Helmy Yahya, kisruh internal

Kejadian ini sebenarnya sudah ada pada tanggal 4 Desember 2019, di mana Direktur Utama TVRI saat itu Helmy Yahya dinonaktifkan sementara oleh Dewan Pengawas TVRI pimpinan Arief Hidayat Thamrin dan digantikan dengan Pelaksana Tugas (Plt)/Direktur Sementara, Supriyono. Menurut sumber berita di hampir seluruh media massa pada tanggal 16 Januari 2020, Helmy resmi diberhentikan jabatannya oleh Dewan Pengawas secara permanen dan sepihak, karena pembelian hak siar Liga Inggris yang dinilai terlalu mahal.[118][119] Hal itu membuat sebagian besar publik (termasuk warganet) kecewa dan ingin membela Helmy Yahya agar tetap memimpin TVRI hingga 2022, tetapi Dewan Pengawas tetap menolak pembelaan Helmy hingga terpilihnya direktur utama baru yang menggantikannya.[120]

Per tanggal 27 Maret 2020, tiga direktur TVRI (termasuk Direktur Program sekaligus Pemimpin Redaksi, Apni Jaya Putra) diberhentikan sementara selama kurang dari sebulan oleh Dewan Pengawas TVRI terkait kasus Helmy Yahya. Sayangnya, setelah pemberhentian ketiga direktur dicabut konflik tersebut masih belum selesai.[121] Pada 13 Mei, Apni diberhentikan secara permanen.[122]

Pada tanggal 27 Mei 2020, Dewan Pengawas TVRI telah menunjuk praktisi periklanan, wartawan, dan sineas/sutradara film Iman Brotoseno sebagai Direktur Utama baru TVRI sisa periode 2017-2022,[123] setelah dilakukan seleksi terbuka. Penunjukkan tersebut menimbulkan kontroversi karena proses seleksi yang melanggar peraturan yang berlaku.[124] Selain itu, dukungan Iman pada presiden petahana Joko Widodo pada pemilihan presiden 2019 juga disorot, walau ia menyatakan bahwa dirinya "akan independen dan imparsial".[125] Tak lama berselang Iman Brotoseno dihujat oleh sebagian besar publik (termasuk warganet) karena kutipan yang disampaikan di media sosialnya tidak pantas.[126] Namun Iman membantah, bahwa ucapan tersebut adalah "kenangan pahit yang pernah dideritanya".[127]

Kontroversi tersebut dianggap telah berakhir setelah Dewan Perwakilan Rakyat memecat Ketua Dewan Pengawas Arief Hidayat Thamrin pada Oktober 2020.[128]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b TVRI Nasional (Instagram) (2020). "Ucapan Selamat HUT ke-58 TVRI dari Direktur Utama LPP TVRI, Iman Brotoseno..." Diakses tanggal 30 August 2020. 
  2. ^ Awal Mula Pemerintah Mengenalkan Televisi
  3. ^ a b c d e f g h Televisi Jakarta di atas Indonesia
  4. ^ MENJADI BINTANG: Kiat Sukses Jadi Artis Panggung, Film, dan Televisi
  5. ^ a b c Journalism Today
  6. ^ a b Alat Kekuasaan Bernama TVRI
  7. ^ a b c d e f Ishadi S.K. 2014. Media dan Kekuasaan - Televisi di Hari-hari Terakhir Presiden Soeharto. Jakarta: Penerbit Buku Kompas., hlm. 30-33.
  8. ^ Dasar-dasar Penyiaran: Sejarah, Organisasi, Operasional, dan Regulasi: Edisi 2
  9. ^ Politik Budaya di Televisi
  10. ^ TVRI dan Asian Games
  11. ^ a b Rio Rahardia. "e Library Unikom: TVRI Jawa Barat, hlm. 1" (PDF). Diakses tanggal 24 Agustus 2019. 
  12. ^ Default Menyambut ulang tahun tvri (ke-32), rcti (ke-5), & sctv (ke-4): "televisiku sayang, t
  13. ^ Televisi Masuk Desa
  14. ^ TELEVISI REPUBLIK INDONESIA
  15. ^ a b c Seabad pers kebangsaan, 1907-2007
  16. ^ Reportase: Panduan Praktis Reportase untuk Media Televisi
  17. ^ a b c d e f Public Service Broadcasting and Post-Authoritarian Indonesia
  18. ^ Default Tenaga kerja asing dalam televisi kita
  19. ^ a b c d Kitley, Philip (2000). Television, Nation and Culture in Indonesia. Athens: Ohio University Center for International Studies. 
  20. ^ a b c Rio Rahardia. "e Library Unikom: TVRI Jawa Barat, hlm. 2" (PDF). Diakses tanggal 24 Agustus 2019. 
  21. ^ a b c Ekonomi Politik Media Penyiaran
  22. ^ a b Komunikasi & Regulasi Penyiaran
  23. ^ #throwbackplbk – TVRI, Tantangan dan Menanti Aksi Direksi Baru
  24. ^ a b Default Urgensi uu penyiaran pada 33 tahun tvri (1962-1995)
  25. ^ Default TVRI HARUS INDEPENDEN, AGAR MAMPU BERSAING
  26. ^ Pers dalam "Revolusi Mei": runtuhnya sebuah hegemoni
  27. ^ Default SOROTAN: BUKAN CUMA SUARA PEMERINTAH
  28. ^ Dhona, Holy Rafika (2015). "Televisi, Iklan, dan Perihal "Menjadi Indonesia"". Remotivi. Diakses tanggal 3 November 2020. 
  29. ^ "Komentar Tentang Iklan TVRI" (24 Januari 1981). Tempo. Diakses tanggal 3 November 2020. 
  30. ^ Politik komunikasi Partai Golkar di tiga era: dari partai hegemonik ke ...
  31. ^ Default MENPEN HARMOKO: “SIARAN NIAGA DI TVRI AKAN DIHIDUPKAN LAGI”
  32. ^ a b McDaniel, Drew O. (1994). Broadcasting in the Malay World: Radio, Television, and Video in Brunei, Indonesia, Malaysia, and Singapore. Norwood: Greenwood Publishing Group. hlm. 244. Diakses tanggal 3 November 2021. 
  33. ^ a b Wahyudi, J. B. (1986). Media Komunikasi Massa Televisi. Bandung: Penerbit Alumni. hlm. 8. Diakses tanggal 3 November 2021. 
  34. ^ Tvri siap buka empat programa 2
  35. ^ Pertiwi (79-83). Yayasan Gema Pratasa. 1989. Diakses tanggal 3 November 2021. 
  36. ^ Default SOROTAN: BUKAN CUMA SUARA PEMERINTAH
  37. ^ The Politics of Southeast Asia's New Media
  38. ^ a b Television, Regulation and Civil Society in Asia
  39. ^ Jurnalisme: liputan 6 SCTV : antara peristiwa dan ruang publik
  40. ^ Pembinaan dunia televisi di indonesia
  41. ^ Default TVRI BATALKAN SIARAN LANGSUNG RAKER DPR-MENKEU MARIE MUHAMMAD
  42. ^ Kompas, 5 Juni 1994, disarikan dari MrRyanBandung. "Teletext, Kiat Baru Menjual TV Tahun 1994". Diakses tanggal 16 November 2020. 
  43. ^ Rendy, Adiwilaga; Yani, Alfian; Ujud, Rusdia (2018). Sistem Pemerintahan Indonesia. Sleman: Penerbit Deepublish. hlm. 55. 
  44. ^ a b c "Sejarah: TVRI DARI MASA KE MASA". Televisi Republik Indonesia. Diakses tanggal 3 November 2020. 
  45. ^ Default 27 tahun tvri (1962-1989): Sewindu tanpa iklan, tanpa "ee... Ketemu lagi"
  46. ^ Media Reform: Democratizing the Media, Democratizing the State
  47. ^ a b c Rio Rahardia. "e Library Unikom: TVRI Jawa Barat, hlm. 3" (PDF). Diakses tanggal 24 Agustus 2019. 
  48. ^ Komunikasi & Regulasi Penyiaran
  49. ^ "TVRI Akan Menerima Iklan" (28 Oktober 2001). Tempo. Diakses tanggal 3 November 2020. 
  50. ^ a b c d e Widhana, Dieqy Hasbi (2015). "Dari Korupsi ke Korupsi, Itulah TVRI". Tirto.id. Diakses tanggal 6 November 2020. 
  51. ^ a b (Tesis) Sasongko, Singgih (2003). DINAMIKA INTERAKSI ANTARA NEGARA, MEDIA, DAN CIVIL SOCIETY (Analisis Ekonomi-Politik Kebijakan Penyiaran di Indonesia Pasca Orde Baru: Kasus TVRI). Jakarta: Universitas Indonesia. Diakses tanggal 3 November 2020. 
  52. ^ Siaran Pers No. 140/PIH/KOMINFO/12/2010 Peresmian Pemancar Televisi Digital TVRI oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Direktorat Jenderal Pos Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. Diakses 26 Mei 2020.
  53. ^ TVRI Sediakan Empat Kanal Program. Kompas.com (2010). Diakses 26 Mei 2020.
  54. ^ Komisi I: TVRI Hidup Segan tapi Mati Tak Mau
  55. ^ Komisi I DPR sesalkan pemecatan Dirut TVRI
  56. ^ a b c d Widhana, Dieqy Hasbi. "Senjakala TVRI: Dijauhi Anak Muda, Digerakkan PNS Berusia Tua". Tirto.id. Diakses tanggal 6 November 2020. 
  57. ^ a b c Apni Jaya Putra: "TVRI Mati Suri Sejak Ada TV Swasta Keluarga Soeharto"
  58. ^ televisi-republik-indonesia
  59. ^ Dikala “Raja Kuis Indonesia” Menjadi Direktur TVRI
  60. ^ Kodrat TVRI Layani Publik, Bukan Kejar "Rating"
  61. ^ Kisruh di TVRI: Saatnya Kita Cerita tentang Masalah Ini
  62. ^ "Kemenkominfo". 2019-09-02. Diakses tanggal 2019-09-07. 
  63. ^ Rio Rahardia. "e Library Unikom: TVRI Jawa Barat, hlm. 34" (PDF). Diakses tanggal 24 Agustus 2019. 
  64. ^ "Dewan Pengawas LPP TVRI". Televisi Republik Indonesia. Diakses tanggal 2020-11-03. 
  65. ^ "Dewan Direksi LPP TVRI". Televisi Republik Indonesia. Diakses tanggal 2020-11-03. 
  66. ^ Mimbar penerangan, Volume 15,Masalah 1-3
  67. ^ Media, Volume 1,Masalah 1-12
  68. ^ Ensiklopedi Jakarta: culture & heritage, Volume 3
  69. ^ Apa siapa orang film Indonesia
  70. ^ Tempo, Volume 30,Masalah 1-6
  71. ^ Daftar alamat pejabat-pejabat negara
  72. ^ Tempo, Volume 5
  73. ^ Pers Indonesia, Masalah 21-24
  74. ^ Apa & siapa sejumlah alumni UGM.
  75. ^ Alex Leo Zulkarnain, orang yang kembali
  76. ^ Default Dirgahayu tvri, rcti, & sctv:masalah birokrasi, investasi, & teknologi di layar kaca
  77. ^ Default 13 tahun ria jenaka (tvri), akhirnya merasa jenuh
  78. ^ Direktur Utama TVRI Diganti
  79. ^ Sekjen Golkar Menjadi Komisaris TVRI
  80. ^ Tempo, Volume 36,Masalah 5-9
  81. ^ Investigasi - Proyek Rugi Bernama TVRI.
  82. ^ a b Memecat direktur utama bukan solusi, TVRI perlu penanganan menyeluruh
  83. ^ Mantan Dirut TVRI Yazirwan Uyun Tutup Usia
  84. ^ Mayjen Purn I Nyoman Arsana akan Dilantik Sebagai Dirut TVRI
  85. ^ a b c DINAMIKA RELASI DEWAS DAN DEWAN DIREKSI TVRI
  86. ^ STRUKTUR & ORGANISASI
  87. ^ Kejuaraan Tinju di TVRI
  88. ^ a b 48 TAHUN TVRI: HIDUP SEGAN MATI TAK MAU
  89. ^ Rekonsiliasi, Pembahasan Inventarisasi Dan Penilaian Aset LPP TVRI Bali
  90. ^ Syukuran Ulang Tahun ke-59 LPP TVRI
  91. ^ Dewan Pengawas Resmi Pecat Empat Direktur TVRI
  92. ^ Eks Direktur Keuangan TVRI Masih Jadi Tenaga Ahli
  93. ^ Ketua Dewas TVRI Elprisdat Tetap Lantik Dirut Baru
  94. ^ Helmy Yahya jadi direktur utama TVRI
  95. ^ Dewas TVRI Beberkan Alasan Pemecatan Helmy Yahya
  96. ^ Helmy Yahya Dicopot, Supriyono Plt Dirut TVRI
  97. ^ Siapa Iman Brotoseno? Ini Profil Dirut TVRI Baru, Pengganti Helmy Yahya
  98. ^ "Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2020 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia" (PDF). Diakses tanggal 3 November 2021. 
  99. ^ RCTI Juara 1 Pendapatan Iklan 2019
  100. ^ TVRI Stop Tayangkan Advertorial Pengobatan Alternatif
  101. ^ Jeda Iklan TVRI (2007)
  102. ^ Tentang Iklan di TVRI
  103. ^ Octavian, Rizki (2019). "Raker Siaran Digital TVRI World 2020". Televisi Republik Indonesia. Diakses tanggal 24 Maret 2021. 
  104. ^ "TVRI Alami Perubahan Segmen Penonton". Medcom.id. 2020. Diakses tanggal 22 Mei 2021. 
  105. ^ LPP TVRI Kalimantan Utara mulai bersiaran
  106. ^ "TVRI SIARAN NASIONAL : HADIR UNTUK ANDA". Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 September 2001. Diakses tanggal 13 September 2021. 
  107. ^ Delina, Lia (2018). "TVRI Klik". Televisi Republik Indonesia. Diakses tanggal 24 Maret 2021. 
  108. ^ Pratnyawan, Agung (2020). "Gunakan Aplikasi TVRI Klik, Lebih Mudah Belajar dari Rumah". HiTekno. Diakses tanggal 24 Maret 2021. 
  109. ^ "Beranda". 2014. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 November 2014. Diakses tanggal 24 Maret 2021. 
  110. ^ "TVRI - PUSDIKLAT". Diakses tanggal 15 Mei 2021. 
  111. ^ Kisruh Dewan Pengawas dan Direksi TVRI Meruncing
  112. ^ Hatta, Raden Trimutia (2015). "Mandragate, Fenomena Gunung Es Korupsi di TVRI". Liputan6.com. Diakses tanggal 6 November 2020. 
  113. ^ Ribuan Peserta Muktamar Hizbut Tahrir Berdatangan, Senayan Macet
  114. ^ Siarkan Acara Hizbut Tahrir Pagi Ini, TVRI Terancam Mendapat Sanksi
  115. ^ "KPI Jatuhkan Sanksi Pada TVRI Terkait Siaran Konvensi Demokrat". Komisi Penyiaran Indonesia. 2013. Diakses tanggal 6 November 2020. 
  116. ^ "TVRI bantah diintervensi Partai Demokrat". BBC Indonesia. 2013. Diakses tanggal 6 November 2020. 
  117. ^ Dirut TVRI Paksa Redaksi Siarkan Konvensi Demokrat
  118. ^ Helmy Yahya Dipecat Gara-gara Hak Siar Liga Inggris (dalam bahasa Inggris), diakses tanggal 2020-01-21 
  119. ^ "Helmy Yahya jelaskan pemberhentian dirinya sebagai Dirut TVRI". Antara. 2020-01-17. Diakses tanggal 2020-01-21. 
  120. ^ "Direksi TVRI Bela Helmy Yahya: Dewas Tahu Soal Pembelian Liga Inggris - Katadata.co.id". katadata.co.id. 2020-01-27. Diakses tanggal 2020-04-12. 
  121. ^ "Dewas TVRI beritahu DPR nama pelaksana harian tiga direktur nonaktif". Antara. 2020-03-29. Diakses tanggal 2020-04-12. 
  122. ^ "Diduga Kisruh Berlanjut, Dewas TVRI Copot Direktur Berita Apni Jaya Putra". Suara. 2020-05-13. Diakses tanggal 2020-05-27. 
  123. ^ "Dewas Resmi Lantik Iman Brotoseno Jadi Dirut TVRI". kumparan. Diakses tanggal 2020-05-27. 
  124. ^ Sari, Haryanti Puspa (2020). "Aturan yang Dilanggar Dewas TVRI dalam Seleksi Dirut PAW Menurut Komite Penyelamat". Kompas.com. Diakses tanggal 10 November 2020. 
  125. ^ Ali, Muhammad (2020). "Jadi Dirut TVRI, Iman Brotoseno: Saya Akan Independen dan Tidak Berpihak". Liputan6.com. Diakses tanggal 6 November 2020. 
  126. ^ "Dirut Baru TVRI Bekas Kontributor Playboy, Jansen: Apa Tidak Ada yang Lain?". suara.com. 2020-05-28. Diakses tanggal 2020-05-29. 
  127. ^ "#BoikotTVRI Viral, Dirut Iman Brotoseno Klarifikasi soal Cuitan Lama - Katadata.co.id". katadata.co.id. 2020-05-29. Diakses tanggal 2020-05-29. 
  128. ^ "Ketua DPR kirim surat pemberhentian Ketua Dewas TVRI ke Presiden". Antara. 2020-10-12. Diakses tanggal 2020-10-13. 

Pranala luar