Goreng dangkal atau goreng cetek (bahasa Inggris: shallow frying) adalah teknik memasak berdasar minyak panas. Teknik ini biasanya digunakan untuk menyiapkan potongan daging, ikan, kentang, dan burger seperti gorengan. Goreng dangkal juga dapat digunakan untuk memasak panas.

Irisan tahu berbentuk segitiga digoreng dangkal dengan minyak dedak

Teknik

Goreng dangkal adalah proses memasak dengan api sedang hingga tinggi. Suhu goreng dangkal biasanya dilakukan pada suhu antara 160–190°C, tetapi goreng dangkal juga dapat dilakukan pada suhu serendah 150°C untuk jangka waktu yang lebih lama.[1] Panas yang tinggi menyebabkan denaturasi protein menjadi kecokelatan dan adakalanya menyebabkan reaksi Maillard. Goreng rendam biasanya dilakukan pada suhu antara 177-205°C sehingga goreng dangkal sering kali dianggap sebagai teknik memasak yang kurang kuat (intens). Makanan yang akan digoreng dangkal biasanya telah dibagi menjadi satu bagian sebelum dimasukkan ke dalam minyak. Oleh karena makanan hanya sebagian terendam, makanan harus dibalik di tengah proses memasak. Beberapa juru masak menganjurkan untuk memasak sisi "sajian" makanan terlebih dahulu karena sisi ini akan lebih kecokelatan.

Hidangan

Baik makanan yang digoreng rendam maupun digoreng dangkal sering kali dilumuri adonan encer, dilapisi tepung roti, atau ditaburi tepung (biasanya dengan tepung gandum atau tepung jagung) sebelum dimasak. Langkah ini kadang-kadang disebut sebagai penepungrotian, peremahan, velveting, atau pengerukan bergantung pada bahan yang digunakan. Struktur baluran tepung menjadi keras berongga ketika dipanaskan dalam minyak. Baluran keras tersebut meningkatkan kelezatan makanan yang digoreng dengan mencegah hilangnya kelembapan dan menciptakan sifat ‘kegaringan’ yang diinginkan.[2] Alhasil, makanan yang digoreng dengan pati kadang-kadang disebut “gorengan garing”[3][4]

Lihat pula

Rujukan

  1. ^ Pedreschi, Franco; Kaack, Karl; Granby, Kit (1 September 2004). "Reduction of acrylamide formation in potato slices during frying". LWT - Food Science and Technology (dalam bahasa Inggris). 37 (6): 679–685. doi:10.1016/j.lwt.2004.03.001. ISSN 0023-6438. 
  2. ^ "Why Starch Gets Crispy When Fried | Cook's Illustrated". www.cooksillustrated.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 16 October 2020. 
  3. ^ "Crisp-Fried Wafers". Saveur (dalam bahasa Inggris). 
  4. ^ Rao, Tejal (17 August 2020). "Fry With Me". The New York Times.