Saut Situmorang

penulis dan penyair Indonesia

Saut Situmorang (lahir 29 Juni 1966) adalah seorang penulis puisi, cerita pendek, dan esai berkebangsaan Indonesia. Selain dikenal sebagai penyair, Situmorang adalah seorang editor, penerjemah dan kurator sastra.

Saut Situmorang
Lahir29 Juni 1966 (umur 58)
Indonesia Tebing Tinggi, Sumatra Utara, Indonesia
KebangsaanIndonesia
Pekerjaanpenyair, kritikus, aktivis, esais, penulis
Dikenal atasPerlawanan manipulasi Sejarah Sastra Indonesia.

Latar belakang

Saut Situmorang lahir di sebuah gedung bioskop di Tebing Tinggi, Sumatera Utara, 29 Juni 1966, tapi dibesarkan di Asrama Kodam I/Bukit Barisan, Medan Sunggal, Medan, ketika Indonesia dpimpin oleh Jenderal Besar Soeharto dengan rezim militernya. Lulus dari pendidikan tingkat menengah pertama, Saut melanjutkan studi di SMA Negeri 1 Medan yang dikenal sebagai almamater banyak panglima komando daerah militer di Indonesia, namun keluar dan sempat pindah ke beberapa sekolah, termasuk di Yogyakarta, akibat kenakalannya yang kental dengan jiwa pemberontak.

Lulus dari SMA Mataram, Saut melanjutkan studi Sosiologi di Universitas Widya Mataram, yang terhitung baru didirikan oleh Hamengkubuwana IX bersama Putra Mahkota KGPH Mangkubumi (sekarang bertahta sebagai Hamengkubuwana X) pada 7 Oktober 1982 di Yogyakarta. Terpikat dengan karya-karya penulis Ernest Hemingway, Saut memilih untuk kembali ke Medan dan menempuh studi Sastra Inggris di Universitas Sumatera Utara, namun tidak selesai. Sebagai mahasiswa Sastra Inggris USU, Saut sempat menulis cerita pendek yang dibukukan dalam antologi bersama. Saut merantau ke Selandia Baru yang saat itu sudah dianggap sebagai sebuah negara maju, setara dengan Australia, Jepang, dan Belanda. Di Selandia Baru, Saut mengambil beberapa kelas, termasuk perfilman, di Victoria University of Wellington (Maori: Te Herenga Waka), dalam rangka melanjutkan studi Sastra Inggris selama dua tahun dan berhasil meraih gelar Bachelor of Arts dengan baik. Ia sempat menempuh pendidikan S-2 Sastra Indonesia (tidak selesai) di University of Auckland, Selandia Baru,dengan tesis mengenai sajak-sajak Chairil Anwar yang dikenal memiliki tingkat kerumitan tinggi hingga tidak dituntaskannya. Saut pernah dipercaya mengajar Bahasa dan Sastra Indonesia selama beberapa tahun di kedua almamaternya tersebut.

Bibliografi

Awal tahun 2000, Saut merintis sastra internet di Indonesia bersama komunitasnya, Cybersastra. Dia menulis dalam dua bahasa (bahasa Indonesia dan bahasa Inggris) berupa puisi, cerpen, esei (sastra, seni rupa dan film), dan terjemahannya yang sudah dipublikasikan di Indonesia, Selandia Baru, Australia, Itali, Ceko, Prancis, Jerman, dan Afrika Selatan, antara lain dalam New Coin, Ginger Stardust, Anthology of New Zealand Haiku, Mutes & Earthquakes, Tongue in Your Ear, Magazine 6, TYGR! TYGR!, LE BANIAN NO 11, Bali – The Morning After, Antologi Puisi Indonesia 1997, Gelak Esai dan Ombak Sajak, Kitab Suci Digantung di Pinggir Jalan New York, dan The Lontar Anthology of Indonesian Poetry.

Buku kumpulan puisi tunggalnya yang sudah diterbitkan antara lain Saut Kecil Bicara dengan Tuhan (Bentang, 2003), 'Catatan Subversif (BukuBaik, 2004), Otobiografi ([sic] 2007), Perahu Mabuk (pustaha hariara, 2014 dan cetakan kedua 2017) dan dalam bahasa Prancis Les Mots Cette Souffrance (Collection du Banian, Paris, 2012). Sementara kumpulan esei-sastranya dibukukannya dalam Politik Sastra ([sic] 2009 dan edisi kedua 2018) dan cerpen-cerpennya dikumpulkan dalam buku Kotbah Hari Minggu (EA Books, 2016). Terjemahannya atas edisi bahasa Inggris buku puisi Twenty Love Poems and a Song of Despair, yang versi aslinya dtulis Pablo Neruda dalam bahasa Spanyol, yang berjudul Duapuluh Puisi Cinta dan Satu Nyanyian Putus Asa akhirnya berhasil diterbitkan dengan baik akhir 2017.

Penghargaan dan kiprah kesenian

Mendapat Poetry Award untuk puisi-puisi bahasa Inggrisnya dari Victoria University of Wellington (1992) dan University of Auckland (1997) di Selandia Baru. Sebuah Haiku-nya dalam bahasa Inggris, Such Boredom—pemenang pertama Lomba Haiku International Poetry Competition yang diselenggarakan oleh New Zealand Poetry Society pada tahun 1992—dikoleksi oleh sebuah museum Haiku di Kyoto, Jepang. Pada Februari 1994, Saut Situmorang diundang baca-puisi dalam program New Wellington Poets oleh New Zealand Poetry Society di Oriental Parade Arts Centre, Wellington, Selandia Baru. Awal tahun 2000 sebuah film dokumenter (10-menit) tentangnya berjudul Saut Situmorang dibuat oleh Peter Larsen di Auckland, Selandia Baru. Selama di Selandia Baru aktif terlibat dalam dunia poetry-reading bar dan café kota Wellington dan Auckland.

Diundang sebagai salah seorang pembicara pada Kongres Cerpen Indonesia Ke-2, Februari 2002 di Negara, Bali; diundang baca-puisi pada Maret 2003 dalam acara Sorak-sorai Identitas di Studio Budaya & Galeri Langgeng, Magelang, Jawa Tengah; diundang membacakan orasi budayanya bersama Gus Dur (Abdurrahman Wahid) di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, 29 Juni 2004; diundang baca-puisi di kota Hamburg dan Berlin, Jerman, pada Januari 2005; diundang baca-puisi oleh Dewan Kesenian Jakarta untuk acara Tadarus Puisi di Teater Kecil TIM pada 6 Oktober 2006; diundang sebagai pembicara pada Kongres Cerpen Indonesia V di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pada Oktober 2007; diundang sebagai pembicara pada Temu Sastrawan Indonesia 2 di Pangkalpinang, Bangka-Belitung, 30 Juli-2 Agustus 2009; diundang baca-puisi pada Aceh International Literary Festival, Banda Aceh, 5-6 Agustus 2009; diundang ke acara Sepuluh Jam Temu Sastra Indonesia di Paris, Prancis, 9 November 2012. Diundang baca puisi pada April-Mei 2013 ke What Is Poetry? Festival di Afrika Selatan dan festival HIFA di Zimbabwe, dan diundang ke acara Poetry On The Road di Bremen, Jerman pada Juni 2013. Menjadi “guest poet” pada Pesta Puisi 3 Kota (Bandung, Jogja, Denpasar) pada bulan Februari 2015. Pada Maret 2015 diundang sebagai pembicara dan baca puisi ke acara ASEAN Literary Festival 2015. Juga sering diundang sebagai pembicara di kampus-kampus Sastra di Indonesia.

Akhir 2001, setelah bekerja sebagai editor antara lain di majalah-budaya berbahasa Inggris BALI ECHO dan majalah-surfing 3-bahasa SURF TIME di Bali, Saut menetap di kota Yogyakarta menekuni sebagai penulis penuh waktu. Pada 2003-2004 menjadi dosen-tamu (mata-kuliah Teori Poskolonial dan Sastra dan Politik) di program magister Ilmu Religi dan Budaya (IRB), Universitas Sanata Dharma Jogjakarta. Menjadi kurator Sastra pada Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) periode 2005-2008. Menjadi kurator pada Temu Sastrawan Indonesia III di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, 28-31 Oktober 2010 dan pada What Is Poetry? Festival, 1-13 April 2012 di 4 kota Magelang, Pekalongan, Malang, dan Surabaya. Menjadi kurator Festival Sastra Internasional Yogyakarta 2019.

Pengalamannya sebagai freelance-editor di Selandia Baru dan Indonesia telah menghasilkan empat buku sastra dan dua buku seni rupa: Tongue in Your Ear, vol. IV (kumpulan puisi bahasa Inggris), Cyber Graffiti: Polemik Sastra Cyberpunk (kumpulan esei sastra), Tujuh Musim Setahun (novel Clara Ng), Sastra, Perempuan, Seks (kumpulan esei sastra Katrin Bandel), Jalan/Street (performance art Made Wianta), dan Exploring Vacuum (kumpulan esei seni rupa Rumah Seni Cemeti Jogjakarta).

Kontroversi

Pada hari Kamis 8 September 2016 Saut Situmorang dijatuhi hukuman percobaan 10 bulan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur karena terbukti bersalah melakukan penghinaan dan pencemaran nama baik Fatin Hamama, istri dari pemikir tasawuf Nursamad Kamba, lewat media sosial Facebook berdasarkan UU ITE. Kasus ini adalah buntut dari penolakannya atas terbitnya buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh (2013) di mana nama Denny JA dimasukkan sebagai salah satu tokohnya.

Selain melayangkan kritik keras atas Goenawan Mohamad, Nirwan Dewanto, Ayu Utami dalam media sastra yang diampunya bersama Wowok Hesti Prabowo, Boemipoetra, Saut dikenal lantang menunjukkan plagiarisme dilakukan oleh Taufiq Ismail atas karya penyair Amerika bernama Douglas Malloch (1877 – 1938) berjudul Be the Best of Whatever You Are. [note 1]

Maret 2018, Saut Situmorang dituduh sebagai sosok yang membawa ajaran komunisme Partai Komunis Indonesia dan dilarang tampil dalam Kuliah Umum bertema Sastra dan Politik di Kampus Universitas Negeri Jember (Unjem), Jember, Jawa Timur, walau Saut sebenarnya secara resmi diundang oleh Komunitas Tanah Liat, sebuah komunitas pegiat teater di Jember.

Pranala luar

Lihat pula

Catatan

  1. ^ Boemipoetra didirikan Saut Situmorang dan Wowok Hesti Prabowo. Dalam Manifesto Boemipoetra, mereka memandang kondisi Sastra Indonesia saat ini memperlihatkan gejala berlangsungnya dominasi sebuah komunitas dan azas yang dianutnya terhadap komunitas-komunitas sastra lainnya. Dominasi itu bahkan tampil dalam bentuknya yang paling arogan, yaitu merasa berhak merumuskan dan memetakan perkembangan Sastra Indonesia menurut standar estetika dan ideologi yang dianutnya. Kondisi ini jelas meresahkan komunitas-komunitas sastra yang ada di Indonesia karena kontra-produktif dan destruktif bagi perkembangan Sastra Indonesia yang sehat, setara, dan bermartabat dalam pluralisme ideologi dan estetika.[1]

Referensi

  1. ^ "Plagiarisme Taufiq Ismail". Boemipoetra. 1 Maret 2011. Diakses tanggal 23 Agustus 2015. 

Saut Situmorang dalam budaya pop

  • Beberapa puisinya telah dijadikan lagu dan komposisi musik eksperimental oleh Agoni Jogja, Doddy B. Priambodo, Han Farhani (album disebabkan oleh Saut (2018) dan Septian Dwi Cahyo serta diikutkan dalam album Tanah Borneo (2013).