Kecerdasan emosional

Kemampuan untuk memahami emosi seseorang dan menggunakannya untuk memandu pemikiran dan perilaku

Kecerdasan emosional (bahasa Inggris: emotional quotient, disingkat EQ) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya.[2] Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan. Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan.[3] Kecerdasan emosional (EQ) belakangan ini dinilai tidak kalah penting dengan kecerdasan intelektual (IQ). Satu studi menemukan bahwa kecerdasan emosional dua kali lebih penting. Dalam buku Daniel Goleman "Kecerdasan Emosional" dijelaskan bahwa kecerdasan emosional bertanggung jawab atas keberhasilan sebesar 80%, dan 20% ditentukan oleh IQ.[4]

Salah satu contoh pengungkapan emosi seseorang. Tubuh manusia akan mengalami reaksi ketika dihadapkan dengan suatu peristiwa tertentu. Kemudian tubuh akan membuat persepsi terhadap reaksi tersebut. Hal tersebut dinamakan emosi. Emosi tersebut dapat terlihat dari wajah, baik senang atau sedih.[1]

Menurut Howard Gardner (1983) terdapat lima pokok utama dari kecerdasan emosional seseorang, yakni mampu menyadari dan mengelola emosi diri sendiri, memiliki kepekaan terhadap emosi orang lain, mampu merespon dan bernegosiasi dengan orang lain secara emosional, serta dapat menggunakan emosi sebagai alat untuk memotivasi diri.[5] Selain itu, seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik, lebih mudah dipercaya, bisa beradaptasi dengan baik, bisa bergaul dan bekerjasama dalam tim, memiliki rasa tahu yang tinggi, serta memiliki motivasi yang tinggi.[6]

Kelompok Emosi

Marah
 
Gangguan kepribadian ambang adalah gangguan ketidakstabilan emosi. Sebagai cirinya sering mengalami rasa cemas, sedih, takut, dan mengalami tingkat kemarahan yang tinggi.[7]

Marah adalah ekspresi emosi yang bersifat agresif. Marah bisa dipicu akibat frustasi, merasa kecewa, dan rasa kesal terhadap suatu hal. Dampak positif dari marah, bisa meredakan rasa kesal dan bisa membuat emosi tenang. Selain itu, marah juga bisa berdampak buruk apabila tidak bisa mengendalikan emosi marah tersebut.[8] Emosi marah bisa diekspresikan dengan amukan, rasa benci dan marah yang besar, merasa jengkel terhadap suatu hal, merasa kesal dan terganggu, muncul karena singgungan, hingga menyebabkan kekerasan dan rasa benci secara patologis.[9]

Kesedihan

Kesedihan merupakan reaksi emosi yang timbul karena suatu hal, bisa karena peristiwa, pengalaman, dan keadaan yang menyakitkan dan rasa kecewa.[10] Rasa sedih bisa dipicu oleh rasa kecewa terhadap suatu hal, dan merasa tidak berdaya hingga tidak muncul rasa minat untuk melakukan hal apapun. Rasa sedih yang berlarut-larut bisa mengakibatkan depresi.[11]

Rasa takut
 
Rasa takut bisa menyebabkan stres gangguan emosional. Stres tersebut timbul karena adanya ancaman dan tekanan dan perubahan. Dampaknya akan menyebabkan respon tubuh, seperti napas dan detak jantung yang semakin cepat. Selain itu otat menjadi kaku, serta tekanan darah menjadi tinggi.[12]

Rasa takut bisa disebabkan oleh ancaman karena merasa diri dalam bahaya. Ancaman tersebut bisa ditimbulkan dengan ancaman fisik, psikologis, hal yang imajiner, serta emosional. Rasa takut dikategorikan sebagai emosi negatif, namun rasa takut juga berdampak positif karena bisa menjaga diri dari potensi yang menyebabkan bahaya.[13] Rasa takut bisa diekspresikan dengan kondisi gugup, cemas, merasa khawatir, rasa waspada terhadap suatu hal, dan tidak merasa tenang.[9]

Kenikmatan

Kenikmatan bisa diekspresikan dengan rasa bahagia dan gembira. Selain itu, kenikmatan menunjukkan rasa senangm terpesona, hingga rasa takjub akan suatu hal.[9] Kenikmatan pertama yaitu berupa nikmat sehat, yang diperoleh denga rasa kecukupan terhadap kebutuhan dasar, seperti makanan dan minum. Kenikmatan kedua yaitu kenikmatan sosial, yang bisa dipenuhi dengan rasa kebutuhan untuk hidup bersama dengan keluarga dan kelompok sosial. Kenikmatan ketiga yaitu kenikmatan spiritual, yaitu pemenuhan rohani akan kebutuhan untuk menenangkan hati dan pikiran.[14]

Cinta

Cinta merupakan salah satu jenis emosi yang timbul karena rasa intim, menyebabkan gairah, dan komitmen. Cinta juga juga merupakan emosi yang dipengaruhi oleh kedekatan, rasa tertarik, juga rasa percaya terhadap satu sama lain. Selain itu, cinta juga bisa timbul karena reaksi biologis yang timbul pada diri manusia.[15] Rasa cinta bisa diekspresikan dengan bentuk persahabatan, rasa percaya, rasa hormat terhadap seseorang, hingga rasa kasih sayang antar manusia.[9]

Terkejut

Terkejut merupakan salah satu emosi yang bisa terjadi dalam waktu yang singkat. Rasa terkejut bisa muncul karena menemukan sesuatu hal yang baru.[16] Emosi terkejut bisa diekspresikan dengan rasa takjub, kejutan, muak, terpanam hingga rasa mual ingin muntah.[9]

Malu

Malu merupakan rasa yang tidak nyaman yang muncul karena kondisi sosial dalam menghadapi orang baru, yang terjadi karena kondisi interaksi sosial yang buruk. Rasa malu merupakan hal yang normal, karena dapat terjadi dalam beberapa kondisi saja. Rasa malu bisa berdampak negatif apabila disertai dengan rasa sepi, cemas, hingga frustasi.[17] Rasa malu bisa diekspresikan dengan rasa bersalah, rasa hancur, kesal, hingga timbul karena adanya aib.[9]

Aspek

Salovey dan Mayer

Salovey dan Mayer mengungkapkan aspek-aspek yang ada di dalam kecerdasan emosional yaitu mampu merasakan empati, berani mengungkapkan dan memahami perasaan, bisa mengendalikan amaran, mampu beradaptasi, mandiri, setia terjadap pertemanan, ramah, dan hormat kepada yang lain.[18]

Memaksimalkan Kecerdasan Emosional

Mengenali emosi diri

Mengenali emosi diri sendiri merupakan salah satu faktor untuk memaksimalkan kecerdasan emosi. Mengenali emosi adalah kemampuan dasar untuk mengetahui perasaan apa yang akan dan sedang terjadi. Kemampuan emosi diri adalah kemampuan dasar untuk menyadari akan emosinya sendiri. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah terhadap keadaan suasana hati dan pikiran. Apabila tidak bisa mengetahui perasaan dan emosi sendiri akan terbawa akan emosi yang bisa menguasai diri.[19]

Mengelola emosi

Mengelola emosi merupakan manajeman untuk mengendalikan emosi. Dengan mengelola emosi diharapkan mampu untuk memahami, menerima, serta memberikan kontrol ketika mengekspresikan emosi.[20] Emosi harus diekspresikan sesuai tujuan yang jelas, agar tercipta hubungan yang harmonis secara interpersonal. Selain mengelola emosi diri sendiri, juga belajar untuk memahami emosi yang ada pada diri orang lain.[21]

Empati
 
Narsistik bisa timbul karena kurang empati terhadap keadaan orang lain. Narsistik adalah keadaan mental seseorang yang selalu merasa ingin mementingkan diri sendiri. Kepribadian narsistik bisa dihubungkan dengan keadaan lingkungan, bisa juga disebabkan karena kondisi keluarga yang selalu memuji atau mengkritik sesuatu dengan cara berlebihan.[22]

Empati merupakan salah satu bentuk kecerdasan emosional. Empati merupakan suatu sikap untuk mendalami perasaan orang lain, meskipun tidak mengalami secara langsung apa yang dirasakan orang tersebut.[23] Ciri dari pengaplikasian sikap empati mampu memahami diri sendiri, sebelum kita memahami diri orang lain. Selain itu, orang yang memiliki rasa empati yang tinggi bisa memahami bahasa isyarat.[24]

Menjalin hubungan

Kecerdasan emosional untum membangun hubungan dengan orang lain merupakan seni untuk menunjang popularitas, dan melatih untuk meminpin diri. Hal tersebut ditunjang oleh kemampuan komunikasi untuk menjalin hubungan dengan orang lain, hingga bisa bekerjasama dalam suatu tim.[25]

Dampak

Tinggi

Dampak kecerdasan emosional yang terlalu tinggi, pertama sulit memberi dan menerima kritik yang negatif. Hal ini dikarenakan orang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi memiliki empati yang tinggi pula. Oleh karena itu, ketika akan memberikan kritik yang tajam, mereka selalu memikirkan dampak terhadap orang lain, hingga enggan memberikan kritik. Begitu pun saat menerima kritik negatif, orang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi tidak akan merasa sedang dikritik. Dampak kedua, orang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi memiliki tingkat kreativitas yang rendah. Hal ini dikarenakan, mereka cenderung menyukai kerja secara kelompok dan tidak ingin menonjolkan diri. Dampak ketiga yaitu, selalu menghidari risiko. Hal ini dikarenakan orang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi mereka memiliki kendali diri yang kuat, dan selalu menimbang dengan cermat atas apa yang mereka lakukan.[26]

Rendah

Dampak negatif dari rendahnya kecerdasan emosional bisa mempengaruhi kesehatan fisik. Hal ini dikarenakan ujung dari gangguan emosional salah satunya stres. Dampaknya bisa menjadi penyakit kurangnya imun, jantung, hingga tekanan darah tinggi. Selain kesehatan fisik, juga mempengaruhi kesehatan mental. Misalnya bisa membuat depresi, hingga susah bersosialisasi dengan orang lain.[27]

Referensi

  1. ^ Hasanat, Nida UI (2016). "ANDA SEDANG BERSEDIH? COBALAH TERSENYUM ATAU TERTAWA...(Suatu bukti dari Facial Feedback Hypothesis)". Buletin Psikologi. 5 (2): 26. ISSN 2528-5858. 
  2. ^ Fadhil, Sahabat (2021). "Quantum Quotient (Kecerdasan Emosional) Pada Manusia". PMII Pakuan. Diakses tanggal 2022-03-07. 
  3. ^ Purnama, Indah Mayang (2016). "Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Minat Belajar Terhadap Prestasi Belajar Matematika di SMAN Jakarta Selatan". Formatif: Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA. 6 (3): 237. doi:10.30998/formatif.v6i3.995. ISSN 2502-5457. 
  4. ^ Selviana (2021). "SKALA KECERDASAN EMOSIONAL" (PDF). Mahasiswa YAI. hlm. 2. 
  5. ^ Baktio, Hari (2013). "Kecerdasan Emosi" (PDF). Pusdikmin. hlm. 19. 
  6. ^ Misbach, Ifa Hanifah (2008). "Antara IQ, EQ, dan SQ" (PDF). File UPI. hlm. 5-6. 
  7. ^ Sari, Ni Luh Krishna Ratna; Hamidah, Hamidah; Marheni, Adijanti (2020). "Dinamika Psikologis Individu dengan Gangguan Kepribadian Ambang". Jurnal Psikologi Udayana (dalam bahasa Inggris). 7 (2): 17. doi:10.24843/JPU.2020.v07.i02.p02. ISSN 2654-4024. 
  8. ^ Samiadi, Lika Aprilia (2016). "Masalah Dalam Pengendalian Amarah, Ini Tanda-tandanya". Hello Sehat. Diakses tanggal 2022-03-06. 
  9. ^ a b c d e f Daud, Firdaus (2012). "Pengaruh Kecerdasan Emosional (EQ) dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa SMA 3 Negeri Kota Palopo". Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran (JPP) (dalam bahasa Inggris). 19 (2): 245–246. 
  10. ^ Handayani, Verury Verona (2020). "Pentingnya Memahami Perbedaan Sedih dan Depresi". Halodoc. Diakses tanggal 2022-03-06. 
  11. ^ Trifiana, Azelia (2020). "Marah, Sedih, Bahagia: Apa Saja Emosi Dasar Manusia?". SehatQ. Diakses tanggal 2022-03-06. 
  12. ^ Willy, Tjin (2019). "Stres". Alodokter. Diakses tanggal 2022-03-07. 
  13. ^ Mardatila, Ani (2021). "Mengenal Rasa Takut dan Prosesnya dalam Tubuh". merdeka.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-03-06. 
  14. ^ Ruslan, Heri (2012). "Inilah Tiga Tingkat Kenikmatan Manusia". Republika Online. Diakses tanggal 2022-03-06. 
  15. ^ Murniaseh, Endah (2021). "Apa Itu Cinta dan Mengapa Perasaan Cinta Harus Diungkapkan?". tirto.id. Diakses tanggal 2022-03-06. 
  16. ^ Nanda, Salsabila (2021). "Mengenal 6 Emosi Dasar Manusia Beserta Fungsi dan Cara Kerjanya". www.brainacademy.id. Diakses tanggal 2022-03-06. 
  17. ^ Afandi, Nur Aziz; Adhani, Dwi Nurhayati; Hasiana, Isabella (2014). "Perasaan Malu (Shyness) pada Mahasiswa Baru di Program Studi Psikologi Universitas Trunojoyo Madura". Personifikasi: Jurnal Ilmu Psikologi (dalam bahasa Inggris). 5 (1): 44–45. doi:10.21107/personifikasi.v5i1.6570. ISSN 2721-0626. 
  18. ^ Nasril; Ulfatmi (2018). "MELACAK KONSEP DASAR KECERDASAN EMOSIONAL". E-Journal UIN IB. hlm. 18-19. 
  19. ^ Hajeriati (2014). "Hubungan antara Kemampuan Mengenali Emosi Diri dan Kemampuan Mengelola Emosi dengan Perilaku Belajar Mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Tarbiyah danKeguruan UIN Alauddin Makassar". Journal UIN Alauddin. hlm. 11. 
  20. ^ Adelia, Audra Levana (2021). "Manajemen Emosi: Cara Mengendalikan Emosi dalam Diri". Satu Persen. Diakses tanggal 2022-03-06. 
  21. ^ kurniadi (2020-12-11). "Manajemen Emosi". Universitas Tanjungpura (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-03-06. 
  22. ^ Marella, Vania Dinda (2021). "Apa Itu Gangguan Kepribadian Narsistik? Pahami Pengertian Gejala dan Penyebabnya". liputan6.com. Diakses tanggal 2022-03-07. 
  23. ^ Silfiasari, Silfiasari (2017). "EMPATI DAN PEMAAFAN DALAM HUBUNGAN PERTEMANAN SISWA REGULAR KEPADA SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH INKLUSIF". Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan (dalam bahasa Inggris). 5 (1): 129. doi:10.22219/jipt.v5i1.3886. ISSN 2540-8291. 
  24. ^ Pamungkas, Igo Masaid; Muslikah, Muslikah (2019-12-31). "HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN EMPATI DENGAN ALTRUISME PADA SISWA KELAS XI MIPA SMA N 3 DEMAK". JURNAL EDUKASI: Jurnal Bimbingan Konseling. 5 (2): 163. doi:10.22373/je.v5i2.5093. ISSN 2460-5794. 
  25. ^ Husni, Desma (2012). "HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA PADA SISWA AKSELERASI SMA NEGERI 8 PEKANBARU" (PDF). Repositori Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim. hlm. 18. 
  26. ^ Efendi, Ahmad (2020). "Dampak Negatif Kecerdasan Emosional yang Terlalu Tinggi". tirto.id. Diakses tanggal 2022-03-07. 
  27. ^ Hary W, Yoseph (2019). "Dampak EQ Lemah, Rendahnya Kecerdasan Emosional Bisa Bikin Beberapa Hal Ini Berantakan". Tribunjogja.com. Diakses tanggal 2022-03-07.