Hein Victor Worang
Hein Victor Worang (12 Maret 1919 – 3 Februari 1982) adalah tokoh militer dan politik Indonesia. Ia turut berjuang semasa Pertempuran Surabaya 1945 sebagai Kepala Pasukan II dari PRI Sulawesi (PRISAI), menduduki Makassar saat Peristiwa Andi Aziz sebagai Komandan Batalyon Worang, menumpas RMS dalam Invasi Ambon sebagai Komandan Batalyon Worang, menjadi Komandan Resimen Infanteri (RI)- 24 di Manado lalu Komandan Resimen Infanteri (RI)-6 di Lampung, Pamen SPRI kemudian Kaspri KASAD Jenderal A.H. Nasution , Komandan Korps Markas Staf Angkatan Bersenjata Departemen Pertahanan Keamanan (DanKORMA HANKAM) dengan pangkat Brigadir Jenderal TNI AD (1965-1967) hingga jabatan sipil menjadi Gubernur Sulawesi Utara periode 1967-1978 kemudian sebagai Inspektur Jenderal Pembangunan (Irjenbang) Sekretariat Negara di Bina Graha, Jakarta.
Hein Victor Worang | |
---|---|
Gubernur Sulawesi Utara Ke-5 | |
Masa jabatan 2 Maret 1967 – 21 Juni 1978 | |
Presiden | Soeharto |
[[Wali Kota Manado]] Ke-13 | |
Masa jabatan 31 Januari 1975 – 23 Agustus 1975 | |
Presiden | Soeharto |
Gubernur | Hein Victor Worang |
Informasi pribadi | |
Lahir | Hein Victor Worang 12 Maret 1919 Tontalete, Sulawesi Utara, Hindia Belanda |
Meninggal | 3 Februari 1982 Jakarta | (umur 62)
Suami/istri | Nelly Ruth Watupongoh (m. 1940; wafat 1968) Henny Roosye Tompunu (m. 1968) |
Orang tua | Gerard Worang, Yohana Lengkong |
Sunting kotak info • L • B |
Riwayat Hidup
Gubernur Sulawesi Utara
Pada saat-saat permulaan masa jabatannya pada tahun 1967, ia harus berhadapan dengan berbagai pihak yang menantangnya. Pada waktu itu, misalnya, terkenal Peristiwa 2 September 1968 yang dengan pelopor Corps Tuhanura berusaha mengusir Worang dari jabatannya sebagai gubernur.
Tidak lama setelah ia berhasil menyelesaikan hal tersebut dan tantangan berikutnya adalah membereskan provinsi yang lumpuh akibat pergolakan PRRI/Permesta. Belum lagi keadaan perekonomian yang belum pulih seperti kopra diakibatkan kebun kelapa yang tak terurus selama bertahun-tahun, maupun sebab prasarana jalan hampir tiada bekas lagi.
Akhirnya pada masanya infrastruktur dibangun kembali sehingga menjadi tolak pembangunan di Sulawesi Utara sepanjang Pelita I dan Pelita II. Sasarannya adalah jalan-jalan ke perkebunan kopra dan cengkih. Sampai tahun 1976, hampir 2000 km di antaranya sudah dapat dilalui kendaraan bermotor sehingga pusat-pusat perkebunan cengkih dan kopra pun bisa diakses dan hasil bumi dari dua penghasilan pokok daerah ini, di samping pala dapat dijual di pasar nasional maupun internasional.
Jabatan politik | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Abdullah Amu |
Gubernur Sulawesi Utara 1967-1978 |
Diteruskan oleh: Willy Lasut |