Tegak lurus

Revisi sejak 5 Oktober 2022 11.53 oleh Dedhert.Jr (bicara | kontrib) (menulis ulang kalimat pengantar yang kurang jelas)

Dalam geometri elementer, dua objek geometri dikatakan serenjang, tegak lurus atau perpendikular (bahasa Inggris: perpendicular) jika kedua objek tersebut saling berpotongan dan membentuk sudut siku-siku atau sudut tegak, dalam artian membentuk sudut 90 derajat atau π/2 radian.[1] Dengan kata lain, serenjang dapat didefinisikan sebagai perpotongan dari dua garis, atau dua bidang, atau perpotongan antara sebuah garis dengan sebuah bidang.

Garis AB berserenjang terhadap garis CD karena dua sudut yang diciptakannya (ditunjukkan dengan warna biru dan jingga) masing-masing berukuran 90 derajat.

Definisi

Sebuah garis dikatakan berserenjang terhadap garis lainnya jika kedua garis tersebut berpotongan di sebuah sudut tegak. Secara eksplisit, garis pertama berserenjang terhadap garis kedua jika kedua garis bertemu, dan pada titik perpotongan sudut lurus di salah satu sisi, garis pertama dipotong oleh garis kedua menjadi dua sudut kongruen. Serenjang harus digambar secara simetris, artinya jika garis pertama berserenjang terhadap garis kedua, maka garis kedua juga berserenjang terhadap garis pertama. Oleh sebab itu, dua garis bisa berserenjang satu sama lainnya tanpa harus digambar secara berurutan.

Berdasarkan gambar di samping, garis   berserenjang terhadap garis   jika masing-masing garis diperpanjang di kedua arah untuk membentuk garis tak hingga, sehingga menghasilkan dua garis yang saling berserenjang. Dalam simbol, persamaannya adalah  , dibaca: garis AB berserenjang terhadap garis CD.[2] Titik B disebut dengan kaki serenjang dari A ke garis  , atau kaki A pada  .[3]

Dua bidang di angkasa dikatakan berserenjang jika sudut dihedral tempat kedua bidang bertemu berbentuk sudut tegak (90 derajat). Dalam matematika, serenjang disebut dengan ortogonalitas, dan umum digunakan, misalnya dalam sistem koordinat Kartesius.

Lihat juga

Catatan

  1. ^ (Kay 1969, hlm. 91)
  2. ^ (Kay 1969, hlm. 91)
  3. ^ (Kay 1969, hlm. 114)

Referensi

Pranala luar