Teuku Ben Mahmud
Teuku Bentara Blang Mahmud Setia Raja atau Teuku Ben Mahmud adalah uleebalang Blangpidie yang memimpin perang gerilya melawan Belanda di pesisir barat selatan Aceh hingga tanah Batak pada awal abad ke-20.[1]
Kehidupan Awal
Teuku Ben Mahmud lahir di Blangpidie pada tahun 1860. Ayahnya bernama Teuku Bentara Abbas bin Teuku Bentara Agam.
Pada tahun 1885, Teuku Ben Mahmud Setia Raja mulai memerintah di kenegerian Blangpidie. Besluit Belanda di Blangpidie adalah Teuku Raja Wawang berdasarkan perjanjian Pulo Kayee tahun 1884. Setelah kematian Teuku Raja Cut, keturunan dari Teuku Ben Mahmud yang dianggap sebagai penguasa sah di Blangpidie.
Perjuangan
Padq tahun 1895, Teuku Ben Mahmud menyerang uleebalang Tapaktuan karena dianggap telah bekerjasama dengan Belanda di bawah kepemimpinan Teuku Larat.
Dalam penyerangan itu, putra Teuku Ben Mahmud, Teuku Banta Sulaiman ditawan Belanda beserta dengan puteri Teuku Larat, Cut Intan Suadat. Setelah peristiwa itu, mereka kemudian dinikahkan. Penyerangan itu terkenal dengan nama Perang Jambo Awe, di mana panglima penyerangnya dipimpin oleh Teungku Jambo Awe yang berasal dari Seunagan, Nagan Raya.
Pada awal pendudukan di Aceh Barat Daya, Belanda melakukan politik korte verklaring (perjanjian singkat) kepada setiap kepala negeri yang ada di sana. Pada sisi lain, rakyat serta merta tidak mau tunduk begitu saja terhadap kekuasaan kolonial. Kenyataan ini menunjukkan bahwa sebagian pemimpin yang tidak mau dijajah kemudian bangkit menggerakkan pengikutnya melakukan resistensi untuk mengusir kolonial dari “Bumo Breuh Sigeupai”.
Tahun 1900, pasukan marsose Belanda memasuki Kota Blangpidie setelah memindahkan posisinya dari Susoh. Belanda membangun tangsi bagi marsose dengan kekuatan satu Satuan Setingkat Kompi (SSK). Sejak adanya tangsi Belanda di Blangpidie, kota ini semakin berkembang pesat sebagai pusat perdagangan antar kenegerian di Aceh Barat Daya saat itu.
Perkembangan perdagangan di Kota Blangpidie sangat signifikan karena merupakan basis agraris terbesar di wilayah bagian Barat Selatan Aceh terutama sebagai penghasil padi serta didukung situasi keamanan dan kedudukan pusat militer Belanda. Daya tarik ini mendatangkan minat dari pedagang Tiongkok dari Sibolga (Sumatera Utara) dan Padang (Sumatera Barat) untukmembangun pertokoan di Blangpidie. Perkembangan Kota Blangpidie sebagai pusat perdagangan semakin bertambah ramai semenjak dibukanya akses jalan raya mulai dari Kutaraja sampai ke Tapaktuan Aceh Selatan oleh Belanda.
Pada tahun 1901, Teuku Ben Mahmud dengan kekuatan sekitar 500 orang memporak-porandakan pasukan marsose Belanda di bawah pimpinan Letnan Helb. Pada tahun 1905, tangsi Blangpidie kembali diserang oleh pasukan Teuku Ben Mahmud dengan kekuatan sekitar 200 pejuang dengan senjata api dan kelewang. Penyerbuan fase kedua ini ke dalam tangsi Belanda itu telah menewaskan 47 orang pejuang dari Aceh Barat Daya. Hal itu terjadi kaarena kurangn persiapan dan taktis serta ketidakseimbangan kekuatan antara pejuang dengan pasukan Belanda yang ada di dalam tangsi Marsose.
sempat membantu perlawanan
Putera Teuku Ben Mahmud yaitu Teuku Karim meneruskan kepahlawanannya hingga tahun 1942. Ketika penyerangan yang dilakukan oleh kolonial Belanda pada tahun 1900 dapat merebut wilayah Blangpidie, Teuku Ben Mahmud melakukan gerilya. Setelah penyerangan tersebut, Teuku Ben Mahmud masih saja berpengaruh besar di kenegerian Manggeng, selama bulan Januari 1927.
Sisingamangaraja di daerah Dairi.
Setelah diasingksn ke Ambon, perlawanan terhadap Belanda di negeri Blangpidie dipegang oleh anaknya Teuku Banta Sulaiman. Dia pun dicurigai oleh pihak Belanda dan akhirnya diasingkan ke Aceh Timur pada tahun 1919 dan terakhir dipindahkan ke Kutaraja hingga masuk Jepang ke Aceh..[2]
- ^ "Teuku Ben Mahmud dan Perjuangan Melawan Belanda Salah satu tokoh perlawanan terhadap kolonial Belanda,". 123dok.com. Diakses tanggal 2022-10-12.
- ^ "Peristiwa 11 September 1926; Perlawanan Teungku Peukan terhadap Belanda di Aceh (Bagian I)". Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh (dalam bahasa Inggris). 2015-02-06. Diakses tanggal 2022-10-12.