Kebenaran

petunjuk tentang Pencipta segala sesuatu

Kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan dan objek[1] bisa juga diartikan suatu pendapat atau perbuatan seseorang yang sesuai dengan (atau tidak ditolak oleh) orang lain dan tidak merugikan diri sendiri.

Walter Seymour Allward, Veritas, 1920

Kebenaran adalah lawan dari kekeliruan yang merupakan objek dan pengetahuan tidak sesuai.

Roda sebuah mobil berbentuk segitiga. Kenyataannya bentuk roda adalah bundar, karena pengetahuan tidak sesuai dengan objek maka dianggap keliru. Namun saat dinyatakan bentuk roda adalah bundar dan terjadi kesesuaian, maka pernyataan dianggap benar.

Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang sesuai dengan objek, yakni pengetahuan yang obyektif. Karena suatu objek memiliki banyak aspek, maka sulit untuk mencakup keseluruhan aspek (mencoba meliputi seluruh kebenaran dari objek tersebut)

Pertanyaan tentang kebenaran, banyak diperdebatkan oleh teologiwan, filsuf, dan ahli logika.

Salah satu cara sederhana untuk mempelajari suatu subjek adalah menentukan segala sesuatu yang bisa benar atau salah, termasuk pernyataan, proposisi, kepercayaan, kalimat, dan pemikiran.

Pengertian

Benar pada dasarnya adalah persesuaian antara pikiran dan kenyataan. Proposisi batu lebih ringan daripada kapuk merupakan proposisi yang salah, sebaliknya proposisi bumi bergerak mengelilingi matahari merupakan proposisi yang benar. Penentuan benar dan salah untuk proposisi tersebut didasarkan kepada kesesuaiannya dengan kenyataan yang sesungguhnya. Ukuran kebenaran kedua yaitu tidak adanya pertentangan dalam dirinya. Suatu proposisi dinyatakan benar jika tidak ada pertentangan dari awal hingga akhir. Proposisi yang termasuk ke dalam prinsip ini yaitu, "ia adalah orang jujur yang suka menipu". Pertentangan juga terdapat dalam pernyataan yang tidak dapat ditangkap pengertiannya, seperti pernyataan "Tuhan dapat membuat batu yang lebih besar dari diri-Nya". Pernyataan tersebut adalah contoh pernyataan yang salah karena tidak menghadirkan maksud yang pasti.[2]

Sedangkan istilah validitas berasal dari kata validus (Latin) yang berarti kuat, valid dalam kaitannya dengan logika berarti sah, kuat, atau sahih digunakan dalam arti penentuan valid tidaknya suatu proposisi. Suatu proposisi dikatakan valid jika kesimpulannya berakar dalam premis-premisnya atau premis-premisnya mengandung kesimpulan yang bersangkutan. Validitas suatu proposisi tergantung pada bentuk argumen dan tidak ditentukan oleh isi proposisi tersebut yang dinilai berdasarkan benar atau salah. Berarti validitas dari suatu proposisi tidak tergantung pada kebenaran dari pernyataan-pernyataan tersebut. Contohnya:

  1. Semua mantan presiden adalah orang bertanggungjawab.
  2. Soekarno adalah orang bertanggungjawab.
  3. Jadi, Soekarno adalah mantan presiden.

Contoh di atas merupakan contoh argumen yang tidak valid dilihat dari masalah bentuk logikal, walaupun semua pernyataannya adalah benar.[3] Kebenaran dan kesalahan adalah bagian dari proposisi atau pernyataan individu sedangkan validitas dan ketidakabsahan merupakan bagian dari suatu argumen. Hubungan antara proposisi benar atau salah dan argumen yang valid atau tidak merupakan hal yang sangat penting dan rumit. Suatu argumen mungkin valid bahkan jika salah satu premisnya tidak benar. Setiap argumen memiliki hubungan antara premis-premis dan kesimpulannya, hubungan ini dapat dipertahankan sebagai argumen yang valid bahkan jika kebenarannya diperdebatkan. Terdapat banyak kombinasi kemungkinan premis dan kesimpulan benar atau salah dalam argumen yang valid atau tidak.[4]

Macam-macam kebenaran

Dalam pengetahuan, kebenaran dibagi menjadi dua macam, yaitu kebenaran mutlak atau absolut, kebenaran abadi yang tidak berubah-ubah dan tidak dipengaruhi oleh faktor lain dan kebenaran nisbi, kebenaran yang berubah-ubah dan dipengaruhi oleh faktor lain. Kebenaran absolut bersumber dari wahyu sedangkan kebenaran yang bersumber pada rasio disebut dengan kebenaran rasionalisme dan yang bersumber pada indra menghasilkan kebenaran empirisme.[5]

Kebenaran sains diukur dengan rasio dan bukti empiris. Bila teori sains rasional dan terdapat bukti empirisnya, maka teori itu benar. Ukuran kebenaran pengetahuan filsafat yaitu logis. Bila teori filsafat logis, maka teori tersebut benar. Sedangkan kebenaran pengetahuan mistik diukur dengan berbagai ukuran. Bila pengetahuan berasal dari Tuhan, maka ukuran kebenarannya ialah teks dari Tuhan (wahyu).[6] Terdapat beberapa jenis kebenaran yang telah dikenal orang banyak, yaitu:

  1. Kebenaran religius, dibangun berdasarkan kaidah agama atau keyakinan tertentu disebut juga sebagai kebenaran absolut yang tidak terbantahkan.
  2. Kebenaran filosofis, kebenaran dari hasil perenungan kontemplatif terhadap akikat dari sesuatu meskipun pemikiran tersebut bersifat subjektif dan relatif.
  3. Kebenaran estetis, kebenaran yang berdasarkan penilaian dari indah atau buruk.
  4. Kebenaran ilmiah, kebenaran yang ditandai terpenuhinya syarat-syarat ilmiah yang divaliditasi oleh bukti empiris, hasil pengukuran objektif sesuai dengan data dan fakta.
  5. Kebenaran pengetahuan mutlak, kebenaran yang tidak berubah dan ada pada hakikat dirinya sendiri.
  6. Kebenaran relatif, kebenaran yang berubah-ubah, tidak tettap, dan dapat dipengaruhi hal lain di luar hakikat dirinya.[7]

Teori-teori Kebenaran

Konsep kebenaran telah memainkan peran sentral dalam sebagian besar tradisi filsafat. Apa pun kepentingan utama para filsuf, mereka tidak dapat mengabaikan kebenaran. Gagasan tentang kebenaran muncul dengan cepat dan menghasilkan karya teoritis.[8] Pada kenyataannya, menentukan masalah kebenaran bukanlah hal yang mudah. Masalah tersebut telah memunculkan beberapa teori tentang kebenaran yang sangat beraneka ragam sebagai berikut.

Teori Korespondensi

Argumen utama yang diberikan pendukung teori kebenaran korespondensi adalah kejelasannya. Menurut René Descartes, "Saya tidak pernah memiliki keraguan tentang kebenaran, karena tampaknya gagasan yang sangat jelas secara transendental sehingga tidak ada yang bisa mengabaikannya ... kata 'kebenaran' dalam arti sempit menunjukkan kesesuaian pikiran dengan objeknya". Bahkan Immanuel Kant cenderung menyetujui, "Definisi nominal kebenaran, bahwa itu adalah kesepakatan dengan objeknya, sebagai apa yang diberikan."[9]

Pernyataan adalah benar jika isinya sesuai dengan kenyataan sebagaimana adanya. Kebenaran terdiri dari kesesuaian pikiran dengan kenyataan. Suatu keyakinan dapat disebut benar jika sesuai dengan fakta atau keyakinan yang benar adalah jika ide yang terkandung sesuai dengan objek sebagaimana kenyataannya. Pandangan ini tidak hana banyak dianut oleh para filsuf tetapi mirip dengan penggunaan aka sehat yang berbicara tentang keebenaran. Permasalahan muncul ketika ditanyakan tentang apa yang dimaksud dengan kesesuaian ide dan objek, keyakinan dan fakta, serta pikiran dan kenyataan.[10]

Teori korespondensi umumnya beranggapan bahwa terdapat proposisi yang memiliki sifat kebenaran. Kebenaran bertumpu pada beberapa rangkaian hubungan bahasa-dunia yang perlu dijabarkan, dimulai dengan fakta bahwa, misalnya, "Salju itu putih" memiliki sifat kebenaran dan memilikinya sebab pada kenyataannya salju berwarna putih.[11]

Teori korespondensi berlawanan dengan teori koherensi dan pragmatis, beranggapan bahwakebenaran tidak ada hubungannya dengan pembenaran atau penerimaan tetapi sebaliknya bergantung pada hubungan non-epistemik dengan dunia. Argumen ini menghubungkan teori korespondensi dengan realisme: kebenaran tergantung pada cara dunia bukan pada cara berpikir.[12]

Teori Koherensi

Kebenaran adalah kesesuaian antara sebuah pernyataan dengan pernyataan lain yang diterima sebagai benar atau jika makna yang dikandung dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman. Dengan kata lain, suatu proposisi benar jika memiliki hubungan dengan ide dari proposisi yang telah ada dan benar adanya. Contoh, telah diketahui bahwa semua manusia akan mati. Jika Ahmad adalah manusia, maka Ahmad akan mati adalah pernyataan yang benar, sebab konsisten dengan pernyataan sebelumnya.[13] Dengan kata lain, pernyataan dikatakan benar jika suatu pernyataan bersifat runtut, masuk akal, serta gagasan yang mendukungnya harus saling berhubungan. Tidak boleh terdapat pertentangan diantara gagasan. Harus logis sebab penalarannya didasarkan secara keat pada hukum-hukum berpikir.[14]

Teori Pragmatik

Pernyataan yang benar adalah pernyataan yang efektif. Menurut teori ini, kebenaran suatu pernyataan diukur secara fungsional. Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau teori tergantung dengan berguna atau tidaknya dalil tersebut bagi kehidupan. Tokoh-tokoh dari teori ini diantaranya yaitu Charles Sanders Pierce, William James , dan John Dewey.[15] Dalam arti kebenaran tidak bergantung pada kelogisan dari suatu pernnyataan melainkan yang terpenting adalah apakah pernyataan tersebut bermanfaat atau tidak.[16]

Pragmatisme menantang segala otoritarianisme, intelektualisme dan rasionalisme. Ujian terhadap kebenaran adalah manfaat, kemungkinan dikerjakan atau akibat yang memuaskan. Sehingga dapat dikatakan bahwa pragmatisme adalah aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah apa yang membuktikan dirinya bsebagai benar dengan perantaraan akibat yang bermanfaat secara praktis.[17]

Teori Performatif

Menurut teori ini, pernyataan kebenaran bukanlah kualitas dari sesuatu tetapi merupakan sebuah tindakan. Untuk menyatakan sesuatu adalah benar, cukup dilakukan tindakan persetujuan terhadap apa yang telah dinyatakan. Jadi sesuatu dapat dianggap benar jika memang dapat dilaksanakan dalam tindakan.[18] Teori ini berasal dari John Langshaw Austin yang menjelaskan bahwa suatu pernyataan dianggap benar jika menciptakan realitas. Pernyataan yang benar bukanlah pernyataan yang mengungkapkan realitas, tetapi menciptakan realitas.[19] Teori ini dapat diimplementasikan secara positif, tetapi dapat juga diimplementasikan secara negatif. Secara positif, orang berusaha mewujudkan apa yang dinyatakan dengan suatu pernyataan tertentu. Tetapi, secara negatif, orang dapat terlena dengan ungkapannya seakan pernyataan tersebut sama dengan realitas begitu saja.[20]

Teori Konsensus

Kebenaran adalah kesesuaian yang dapat diterima oleh orang terutama di kalangan para ahli. Teori ini digagas oleh Thomas Kuhn yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan berkembang dalam beberapa tahapan, pertama, pengetahuan diterima oleh masyarakat berdasarkan konsepsi ilmiah.[21] Dalam perkembangannya, kebenaran pengetahuan tersebut dipertanyakan keabsahannya dan terjadi revolusi ilmu pengetahuan dan menyebabkan pergeseran paradigma dalam masyarakat ilmiah. Pergeseran tersebut ditentukan oleh penerimaan masyarakat terhadap paradigma dan konsepsi kebenaran ilmiah. Berdasarkan teori tersebut, teori ilmiah dianggap benar jika mendapat dukungan atau kesepakatan dalam masyarakat ilmiah terhadap kebenaran teori tersebut.[22]

Referensi

  1. ^ Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 2008. Hal.5
  2. ^ Mundiri (2017). Logika. Depok: Rajawali Pers. hlm. 10. ISBN 979-421-398-5. OCLC 963195783. 
  3. ^ Arief Sidharta, B. (2010). Pengantar Logika : Sebuah Langkah Pertama Pengenalan Medan Telaah (edisi ke-Cet. 3). Bandung: Refika Aditama. hlm. 10. ISBN 979-1073-49-X. OCLC 958848822. 
  4. ^ Copi, Irving M. (2014). Introduction to logic (PDF) (edisi ke-14th ed). Pearson. hlm. 29. ISBN 978-1-292-02482-0. OCLC 857280881. 
  5. ^ Mahfud, Mahfud (2018-08-25). "MENGENAL ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, AKSIOLOGI DALAM PENDIDIKAN ISLAM". CENDEKIA : Jurnal Studi Keislaman. 4 (1). doi:10.37348/cendekia.v4i1.58. ISSN 2579-5503. 
  6. ^ Tafsir, Ahmad (2009). Filsafat Ilmu Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan (edisi ke-Cet. 4). Bandung: PT Remaja Rosdakarya. hlm. 120. ISBN 979-692-344-0. OCLC 930761155. 
  7. ^ Saebani, Beni Ahmad (Juni 2015). Filsafat Ilmu dan Metode Penelitian. Bandung: Pustaka Setia. hlm. 37–38. ISBN 9789790765313. 
  8. ^ Sainsbury, Mark (1992-04-01). "Logical Forms: An Introduction to Philosophical Logic". The Philosophical Quarterly. 42. doi:10.2307/2220221. 
  9. ^ David, Marian (2020). Zalta, Edward N., ed. The Correspondence Theory of Truth (edisi ke-Winter 2020). Metaphysics Research Lab, Stanford University. 
  10. ^ John Herman Randall, Jr (1942). Philosophy An Introduction. hlm. 133. 
  11. ^ Grover, Dorothy L.; Camp, Joseph L.; Belnap, Nuel D. (1975). "A Prosentential Theory of Truth" (PDF). Philosophical Studies: An International Journal for Philosophy in the Analytic Tradition. 27 (2): 73–125. ISSN 0031-8116. 
  12. ^ WILLIAMS, MICHAEL (1986). "Do We (Epistemologists) Need A Theory of Truth?". Philosophical Topics. 14 (1): 223–242. ISSN 0276-2080. 
  13. ^ Tamrin, Abu (2019-01-25). "Relasi Ilmu, Filsafat dan Agama Dalam Dimensi Filsafat Ilmu". SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i. 6 (1): 71–96. doi:10.15408/sjsbs.v6i1.10490. ISSN 2654-9050. 
  14. ^ Budisutrisna, Budisutrisna (2016-08-14). "KOMPARASI TEORI KEBENARAN MO TZU DAN PANCASILA: RELEVANSI BAGI PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DI INDONESIA". Jurnal Filsafat. 26 (1): 1. doi:10.22146/jf.12623. ISSN 0853-1870. 
  15. ^ Suriasumantri, Jujun S. (2005). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (edisi ke-Cet. ke-18). Jakarta: Surya Multi Grafika. hlm. 59. OCLC 216304643. 
  16. ^ Patawari, Patawari (2019-04-07). Komponen Kebenaran Mutlak dan Kebenaran Relatif Antitesa Terhadap Komponen Kebenaran Korespondensi, Koherensi, dan Pragmatis. 
  17. ^ Harefa, Beniharmoni (2016). "KEBENARAN HUKUM PERSPEKTIF FILSAFAT HUKUM". Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) (dalam bahasa Inggris). 2 (1). doi:10.23887/jkh.v2i1.7277. ISSN 2407-4276. 
  18. ^ Susanto, A. (2021-04-28). Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis. Bumi Aksara. hlm. 87. ISBN 978-602-217-002-0. 
  19. ^ Atabik, Ahmad (2014-12-06). "TEORI KEBENARAN PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU: Sebuah Kerangka Untuk Memahami Konstruksi Pengetahuan Agama". FIKRAH. 2 (2). doi:10.21043/fikrah.v2i2.565. ISSN 2476-9649. 
  20. ^ Padli, M. Syaiful; Mustofa, M. Lutfi (2021-05-03). "Kebenaran dalam Perspektif Filsafat Serta Aktualisasinya dalam Men-screening Berita". Jurnal Filsafat Indonesia. 4 (1): 78. doi:10.23887/jfi.v4i1.31892. ISSN 2620-7982. 
  21. ^ Kuhn, Thomas S. (1970). The Structure of Scientific Revolutions (PDF) (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-Second Edition, Enlarged). Chicago: The University of Chicago. hlm. 58–61. ISBN 0-226-45803-2. OCLC 93075. 
  22. ^ Faradi, Abdul Aziz (2019-07-01). "TEORI-TEORI KEBENARAN DALAM FILSAFAT (URGENSI DAN SIGNIFIKASINYA DALAM UPAYA PEMBERANTASAN HOAXS)". Kontemplasi: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin (dalam bahasa Inggris). 7 (1): 97–114. doi:10.21274/kontem.2019.7.1.97-114. ISSN 2580-6866.