Teori konvergensi simbolik
Teori konvergensi simbolik (Symbolic Convergence Theory) berfokus terhadap perilaku anggota kelompok. Teori ini memiliki pemahaman bahwa obrolan, lelucon, ataupun gosip yang dilakukan dalam suatu kelompok memiliki kohesivitas dan penguatan kesadaran dalam suatu kelompok. Teiri ini diilhami dari hasil riset yang dilakukan oleh Robert Bales mengenai komunikasi dalam kelompok -kelompok kecil yang kemudian dikenal dengan istilah Fantasy Theme. Kemudian Ernest Bormann meminjam meminjam gagasan tersebut untuk direplikasi kedalam tindakan retoris masyarakat dalam skala yang lebih luas dari sekedar proses komunikasi kelompok kecil. Fungsi dari teori ini adalah untuk menganalisa interaksi yang terjadi di dalam skala kelompok kecil. Dalam hal ini dapat berupa kelompok sosial, kelompok tugas maupun kelompok dalam suatu pergaulan. [1]
Istilah - Istilah Penting
Fantasy theme ( tema fantasi) menjadi hal harus dimengerti dalam memahami teori ini. Tema fantasi dapat diartikan sebagai isi pesan yang didramatisasi sehingga memicu rantai fantasi. Dramatisasi pesan dapat berupa lelucon, analogi, permainan kata, cerita dan lainnya yang dapat memicu semangat untuk bersosialisasi. Kemudian hal yang perlu dipahami adalah Fantasy chain (rantai fantasi), melalui rantai fantasi ini pesan yang didramatisasi berhasil mendapat tanggapan dari partisipan komunikasi sehingga dapat terciptanya rantai intensitas dan kegairahan partisipan. Tipe fantasi (Fantasy Type) merupakan kerangka narasi yang terkait dengan pertanyaan atau masalah tertentu. Interaksi yang sudah tercipta dalam waktu yang lama akan tercipta simbol simbolis yang akan dipahami secara bersama. Rhetorical Visions (Visi retoris) pada tahap ini tema - tema fantasi telah berkembang melebar keluar dari kelompok yang mengembngkan fantasi tersebut. Dengan adanya perkembangan maka tema fantasi ini akan terbentuk rhetorical community (komunitas retoris).[2]
Asumsi Dasar
Terdapat tiga aspek yang membentuk teori konvergensi simbolik yang pertama, penemuan dan penataan bentuk dan pola komunikasi yang terjadi secara berulang - ulang sehingga memunculkan kesadaran bersama kelompok secara evolutif, lalu yang kedua adalah adanya kecenderungan yang dinamis dalam sistem komunikasi yang menjawab alasan dari munculnya kesadaran dalam suatu kelompok. Kemudian yang ketiga adalah faktor - faktor yang menerangkan alasan keterlibatan orang - orang terlibat dalam tindakan berbagai fantasi. Selain ketiga aspek ini terdapat asumsi lainnya yaitu realistis diciptakan melalui komunikasi yang dapat menciptakan realistis melalui pengaitan kata - kata yang digunakan dengan pengalaman atau pengetahuan yang diperoleh. Dan yang kedua makna individu terhadap simbol dapat mengalami penyatuan kemudian dapat menjadi realitas bersama. Realitas yang terdapat pada teori ini dapat disusun narasi atau cerita yang menjelaskan bagaimana sesuatu harus dipercayai oleh orang - orang yang terlibat didalamnya.[3]
Referensi
- ^ Camelia, Dina. "" TEORI KONVERGENSI SIMBOLIK " (KOMUNIKASI KELOMPOK)".
- ^ Suryadi, Israwati (2010/10). "TEORI KONVERGENSI SIMBOLIK" (PDF). JURNAL ACADEMICA Fisip Untad. 02 (02): 426 – 437.
- ^ Oro, Epifanius Putra; Andung, Petrus Ana; Liliweri, Yohanes K. N. (2020-07-15). "Konvergensi Simbolik Dalam Membangun Kohesivitas Kelompok". Jurnal Communio : Jurnal Jurusan Ilmu Komunikasi (dalam bahasa Inggris). 9 (1): 1507–1522. doi:10.35508/jikom.v9i1.2286. ISSN 2745-5769.