Śri Maharaja Sri Suradhipa
Śri Maharaja Sri Suradhipa adalah seorang raja dari Kerajaan Bali yang berkuasa antara tahun saka 1037-1041 (1115-1119 Masehi). Ia mengeluarkan prasasti Gobleg, Pura Desa III (1037 Saka), Angsari B (1041 Saka), Ababi, Tengkulak D dan Prasasti Tamblingan, dan Prasasti Pura Endek III.24. Sebagian di antara prasasti-prasasti itu sudah aus dan tidak terbaca lagi.
Tidak banyak catatan tentang raja ini. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
- Berdasarkan permohonan wakil-wakil pamong dharma (sejenis pengurus bangunan suci) di Air Tabar dapat diketahui bahwa raja memberikan izin kepada mereka memperbaharui (umanari) prasastinya. Izin itu diberikan karena prasasti semula yang tertulis pada daun rontal (ripta) telah rusak dan tidak terbaca lagi (awuk munggwing ripta tan wnang winaca). Selanjutnya, raja menekankan supaya isi prasasti itu dipatuhi oleh segenap penduduk sebagaimana mestinya. Semua hal itu disebutkan dalam prasasti Gobleg, Pura Desa III.
- Pada tahun 1041 Saka, sesuai dengan isi pokok prasasti Angsari B, raja Suradhipa memberikan prasasti kepada para dharma di daerah Sukhamerta yang termasuk wilayah desa Latengan. Segala ketetapan yang tercantum di dalamnya supaya ditaati oleh penyelenggara pertapaan di kompleks dharma di Sukhamerta. Pertapaan ini dibangun pada masa pemerintahan Raja Tabanendra Warmadewa.
Setelah berakhirnya masa pemerintahan raja Suradhipa, dimulailah masa pemerintahan Wangsa Jaya karena secara beruntun memerintah di Bali empat orang raja yang menggunakan unsur jaya dalam gelarnya, yaitu:
- Paduka Śri Maharaja Śri Jayaśakti tahun 1055-1072 Saka (1133-1150 M)
- Paduka Śri Maharaja Sri Ragajaya tahun 1077 Saka (1155 M)
- Paduka Śri Maharaja Jayapangus tahun 1099-1103 Saka (1178-1181 M)
- Paduka Śri Maharaja Ekajayalancana beserta ibunya yaitu Paduka Sri Maharaja Sri Arjaryya Dengjayaketana yang mengeluarkan prasastinya pada tahun 1122 Saka (1200 M).[1]
Referensi
- ^ Dawan, Lanang (Sabtu, 14 Mei 2011). "ŚRI SURADHIPA". PEMECUTAN-BEDULU-MAJAPAHIT. Diakses tanggal 2019-12-18.
Lihat pula
Bacaan lebih lanjut
- C.C. Berg (1927). De middeljavaansche historische traditie. Santpoort.
- A.J. Bernet Kempers (1991). Monumental Bali; Introduction to Balinese Archaeology & Guide to the Monuments. Berkeley & Singapore. ISBN 0-945971-16-8.
- Creese, Helen (1991). "Balinese babad as historical sources; A reinterpretation of the fall of Gelgel". Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde. 147.
- Nordholt, Henk Schulte (1980). "Macht, mensen en middelen; Patronen en dynamiek in de Balische politiek ca. 1700-1840". Doctoraalscriptie. Amsterdam.
- Nordholt, Henk Schulte (1996). The Spell of Power; A History of Balinese Politics. Leiden. ISBN 90-6718-090-4.
- Wiener, Margaret J. (1995). Visible and Invisible Realms; Power, Magic, and Colonial Conquest in Bali. Chicago & London. ISBN 0-226-88580-1.
Didahului oleh: Śri Maharaja Sakalendukirana Laksmidhara Wijayottunggadewi |
Penguasa Bali 1115-1119 M |
Diteruskan oleh: Śri Jayaśakti |