Yulius Kaisar
Gaius Yulius Kaisar (Latin: C·IVLIVS·C·F·C·N·CAESAR, atau Iulius Caesar) (skt. 13 Juli 100 SM–15 Maret 44 SM) adalah seorang pemimpin militer dan politikus Romawi yang kekuasaannya terhadap Gallia Comata memperluas dunia Romawi hingga Oceanus Atlanticus, melancarkan serangan Romawi pertama ke Britania, dan memperkenalkan pengaruh Romawi terhadap Gaul (Prancis kini), sebuah pencapaian yang akibat langsungnya masih terlihat hingga kini.
Gaius Yulius Kaisar | |||||
---|---|---|---|---|---|
Diktator Republik Romawi | |||||
Berkuasa | Oktober 49 SM – 15 Maret 44 SM (sebagai diktator dan/atau konsul) | ||||
Kelahiran | 13 Juli 100 SM Subura, Roma | ||||
Kematian | 15 Maret 44 SM (55 tahun) Curia Pompey, Roma | ||||
Keturunan | Julia Caesaris 85/84 – 54 SM Caesarion 47 – 30 SM Augustus 63 SM – 14 M (keponakan jauh, diadopsi pasca-kematian sebagai putra Kaisar pada tahun 44 SM) | ||||
| |||||
Wangsa | Julius-Claudius | ||||
Ayah | Gaius Iulius Cæsar | ||||
Ibu | Aurelia Cotta[1] |
Yulius Kaisar bertarung dan memenangkan sebuah perang saudara yang menjadikannya penguasa terhebat dunia Romawi, dan memulai reformasi besar-besaran terhadap masyarakat dan pemerintah Romawi. Dia menjadi diktator seumur hidup, dan memusatkan pemerintahan yang makin melemah dalam republik tersebut.
Kaisar meninggal dunia pada 15 Maret 44 SM akibat ditusuk hingga mati oleh Marcus Junius Brutus dan beberapa senator Romawi. Aksi pembunuhan terhadapnya pada hari Idi Maret tersebut menjadi pemicu perang saudara kedua yang menjadi akhir Republik Romawi dan awal Kekaisaran Romawi di bawah kekuasaan cucu lelaki dan putra angkatnya, Kaisar Augustus.
Kampanye militer Yulius Kaisar diketahui secara mendetail melalui tulisannya sendiri Kumpulan Komentar (Commentarii), dan banyak dari kisah hidupnya yang direkam sejarawan seperti Gaius Suetonius Tranquillus, Mestrius Plutarch, dan Lucius Cassius Dio.
Perkawinan Yulius Kaisar dan keturunannya
- Perkawinan pertama dengan Cornelia Cinnilla, putri Cinna
- Julia Caesaris, menikah dengan Pompeius
- seorang cucu, meninggal setelah berusia beberapa hari, belum diberikan nama
- putra yang masih dalam kandungan, belum diberikan nama
- Julia Caesaris, menikah dengan Pompeius
- Perkawinan kedua dengan Pompeia Sulla
- Perkawinan ketiga dengan Calpurnia Pisonis, putri Piso, konsul 58 SM
- Perselingkuhan dengan Cleopatra
- Kaisar Ptolemy XV (Caesarion), firaun Mesir
- Anak angkat yang diangkat setelah meninggal, Octavianus, kaisar Romawi
Kronologi
- 13 Juli 100 SM – Lahir di Roma
- 84 SM – Perkawinan pertama dengan Cornelia
- 82 SM – Lepas dari hukuman mati Sulla
- 81/79 SM – Dinas militer di Asia dan Cilicia; pertemuan dengan Nicomedes dari Bithynia
- 70-an – Berkarier sebagai advokat
- 69 SM – Quaestor (semacam bendahara) di Hispania Ulterior
- 65 SM – Curule aedile
- 63 SM – Dilantik pontifex maximus dan praetor urbanus; konspirasi Catilinaria, skandal Bona Dea dan oleh karena itu perceraikan Kaisar dari Pompeia
- 59 SM – Jabatan konsul pertama; awal Triumviratus Pertama dengan Marcus Licinius Crassus dan Gnaeus Pompeius Magnus, Julia mengawini Pompey
- 54 SM – Kematian Julia
- 53 SM – Kematian Crassus: akhir Triumviratus Pertama
- 52 SM – Pertempuran Alesia
- 49 SM – Penyeberangan Rubicon, mulainya perang saudara
- 48 SM – Mengalahkan Pompeius di Yunani; menjadi diktator; jabatan konsul kedua
- 47 SM – Kampanye di Mesir; bertemu Cleopatra VII
- 46 SM – Mengalahkan Cato dan Metellus Scipio di Afrika Utara; jabatan konsul ketiga
- 45 SM –
- Mengalahkan lawan terakhir di Hispania
- Kembali ke Roma; menjabat konsul ketiga
- 44 SM –
- dilantik menjadi diktator abadi
- Februari, Menolak diadem yang ditawarkan Antonius
- 15 Maret, dibunuh Marcus Iunius Brutus, Gaius Cassius Longinus dan orang-orang Romawi yang lain di rumah Senate
Penaklukan Galia
Kaisar memiliki hutang yang sangat besar di awal kariernya. Untuk menutupinya, ia memanfaatkan jabatannya sebagai gubernur, baik melalui pemerasan atau kampanye militer. Kaisar memiliki empat legiun di bawah komandonya, sementara dua dari provinsinya berbatasan dengan wilayah yang belum ditaklukkan, dan daerah Galia dikenal tidak stabil. Beberapa suku Galia yang merupakan aliansi Romawi dikalahkan lawan mereka dalam Pertempuran Magetobriga, dengan bantuan suku Jerman. Bangsa Romawi ketakutan mereka akan bermigrasi ke selatan dan memicu perang. Kaisar membangun dua legiun baru dan mengalahkan suku ini.[2]
Sebagai respon atas aktivitas Kaisar, suku-suku di timur laut mulai mempersenjatai diri. Caesar menganggap ini sebagai langkah agresif dan menyerang balik. Sementara itu, salah satu legiunnya mulai menguasai suku-suku di timur jauh, berkebalikan dengan penaklukan Inggris.[3]
Selama musim semi 55 SM, Triumvirat mengadakan konferensi, karena Romawi mengalami kekacauana dan aliansi politik Kaisar berantakan. Konferensi Lucca memperbaharui Triumvirat Pertama dan memperpanjang jabatan gubernur Kaisar selama lima tahun.[4] Penaklukan di utara segera diselesaikan, dengan beberapa kantong masih melakukan perlawanan.[5] Kaisar kini memiliki basis untuk penaklukan Britania.
Pada tahun 55 SM, Kaisar mengalahkan serangan ke Gaul oleh dua suku Jerma, dan meresponnya dengan membangun jembatan menyeberangi Sungai Rhine dan membuat pameran kekuatan di daerah Jerman, sebelum pulang dan membongkar kembali jembatan tersebut. Pada akhir musim panas, ia menyeberang ke Britania, mengklaim bahwa Bangsa Britania membantu lawannya tahun lalu, kemungkinan Veneti dari Britania.[6] Laporan intelijen yang didapatnya sangat buruk. Walau ia berhasil menyeberang, tetapi tidak mampu berjalan lebih jauh.[7]
Kaisar kembali lagi tahun berikutnya dengan tentara lebih besar dan lebih siap, dan membuat penaklukan lebih baik. Ia berjalan lebih jauh dan membangun beberapa aliansi. Hanya saja, panen yang buruk memicu pemberontakan di Galia. Akibatnya Kaisar harus kembali.[8]
Saat Kaisar di Britania, anaknya Julia, Istri dari Pompey, meninggal saat melahirkan. Kaisar berusaha menjodohkan keponakannya, tetapi ditolak Pompey dan malah menikah dengan anak lawan politiknya. Sementara pada tahun 53 SM Crassus terbunuh dalam Pertempuran Carrhae di timur. Akibatnya Triumvirat hancur berantakan.[9]
Meskipun sebenarnya Bangsa Galia sama kuatnya dengan Romawi, ketidakstabilan politik di sana membuat Kaisar menaklukkan mereka dengan mudah. Upaya Vercingetorix pada 52 SM untuk menyatukan mereka melawan Romawai terlalu terlambat.[10][11] Ia terbukti sebagai komandan yang hebat, mampu mengalahkan Kaisar beberapa kali, tetapi pengepungan dalam Pertempuran Alesia membuatnya harus menyerah.[12]
Rumor homoseksualitas
Kebudayaan Romawi menganggap peran pasif dalam seksualitas, sebagai tanda lemah atau tunduk. Suetonius berkata bahwa dalam kemenangan Kaisar atas bangsa Galia, prajuritnya bernyanyi bahwa "Kaisar mungkin menundukkan Galia, tetapi sebaliknya Nicomedes menundukkan Kaisar .""[13] Berdasarkan pendapat Cicero, Bibulus, Gaius Memmius, dan lainnya (kebanyakan adalah musuh Kaisar ), ia punya hubungan dengan Nicomedes IV dari Bithynia di awal kariernya. Cerita ini diulang-ulang, dengan merujuk Kaisar sebagai Ratu Bithynia, oleh beberapa politikus Romawi sebagai upaya mempermalukannya. Kaisar berkali-kali membantah hal ini sepanjang hidupnya. Dan berdasarkan Cassius Dio, bahkan di bawah sumpah.[14] Pencemaran nama baik seperti ini sangat populer digunakan dalam masa Republik Romawi untuk menjatuhkan lawan politik. Taktik favorit yang digunakan oleh oposisi adalah menuduh lawan politik masih menganut gaya helenistik dari Yunani dan Timur, di mana homoseksualitas dan hidup berfoya-foya lebih disukai ketimbang Budaya Romawi.[butuh rujukan]
Catullus menulis dua puisi yang menyatakan Kaisar dan insinyurnya, Mamurra adalah sepasang kekasih,[15] namun kemudian minta maaf.[16]
Mark Antony menuduh bahwa Oktavianus diadopsi oleh Kaisar karena ketertarikan seksual. Suetonius menulis bahwa tuduhan Antony adalah pencemaran nama baik dalam politik. Oktavianus kemudian menjadi Raja Romawi pertama sebagai Kaisar Agustus.[17]
Pembunuhan
Pada tanggal 15 Maret 44 SM, Kaisar dijadwalkan sebuah sesi di senat. Beberapa senator berkonspirasi untuk membunuhnya. Mark Antony, yang sudah mengetahui rencana ini malam sebelumnya dari seorang liberator yang ketakutan bernama Servilius Caca, takut akan terjadi hal terburuk, lalu menghadap Kaisar. Para konspirator, yang sudah memperkirakan ini, mengirimkan Trebonius untuk menghadangnya sebelum mencapai Theater Pompey, tempat di mana sesi akan diadakan dan menahannya di luar.[18]
Menurut Plutarkos, begitu Yulius Kaisar sampai di senat, Tillius Cimber memperlihatkan kepadanya petisi untuk memanggil kembali saudaranya yang diasingkan.[19] Konspirator lainnya mengelilingi Kaisar untuk memberikan dukungan. Plutarch dan Suetonius mengatakan bahwa Kaisar mengusirnya, tapi Cimber meraih bahunya dan menarik tunik Kaisar. Kaisar berteriak kepada Cimber "Ini perbuatan yang kasar!" (Ista quidem vis est!).[20]
Pada saat yang sama, Casca mengambil pisaunya dan akan menusuk leher sang diktator. Kaisar berbalik dan memegang tangan Casca. Berdasarkan keterangan Plutarch, ia berseru dalam bahasa latin, "Casca, kau penjahat, apa yang sedang kau lakukan?"[21] Casca, ketakutan, berteriak, "Tolong, saudaraku!" dalam bahasa Yunani. ("ἀδελφέ, βοήθει", "adelphe, boethei"). Dalam sekejap, seluruh kelompok, termasuk Brutus, memukuli sang diktator. Kaisar berusaha lari, tetapi dibutakan oleh darahnya, terpeleset dan jatuh. Orang-orang terus menusuki badannya yang tanpa pertahanan di bawah portico. Berdasarkan Eutropius, sekitar 60 orang ambil bagian dalam pembunuhan ini. Ia ditusuk 23 kali.[22]
Menurut Suetonius, seorang dokter, sebenarnya hanya satu luka, luka kedua di dada, yang berperan dalam kematian Kaisar.[23]
Kata-kata terakhir Julis Kaisar tidak terlalu jelas, dan menjadi bahan perdebatan akademisi dan sejarahwan. Suetonius berpendapat bahwa kalimat terakhir Kaisar dalam Bahasa Yunani "καὶ σύ, τέκνον;"[24] (dibaca "Kai su, teknon?": "Kamu juga, nak?"). Namun terhadap dirinya sendiri, Kaisar tidak berkata apa-apa..[25]
Plutarch melaporkan bahwa Kaisar tidak berkata apa-apa, ia menarik toganya menutupi kepala saat ia juga melihat Brutus terlibat sebagai konspirator..[26] Versi yang banyak dikenal dalam negara-negara berbahasa Inggris adalah kalima Latin phrase "Et tu, Brute?" ("Dan Kau, Brutus?", atau dikenal juga "Kau juga, Brutus?");[27][28] ini berasal dari karya Shakespeare Julius Caesar, yang berasal dari kalimat pertama dalam karyanya: "Et tu, Brute? kemudian jatuhlah Kaisar." Tidak ada dasar dalam fakta sejarah dan penggunaan Bahasa Latin di sini tidak merujuk pada penggunaan Bahasa ini oleh Kaisar,
Berdasarkan catatan Plutarch, setelah pembunuhan, Brutus maju dan akan mengatakan sesuatu kepada rekan senatornya. Hanya saja, mereka malah lari dari bangunan tersebu.[29] Brutus dan rekannya berjalan ke Capitol sambil beteriak kepada kota yang mereka cintai, "Rakyat Roma, kita sekali lagi telah terbebas!" Mereka ditanggapi keheningan, para penduduk Roma mengunci dirinya di rumah karena rumor kejadian tersebut sudah tersebar sebelumya. Jenazah Kaisar sudah terbaring tiga jam sebelum dibereskan oleh petugas berwenang.
Tubuh Kaisar dikremasi, dan di tempat kremasinya Kuil Kaisar dibangun beberapa tahun setelahnya daerah Forum Roma). Hanya altarnya saja yang tersisa hingga kini.[30] Sebuah patung lilin Kaisar ukuran penuh dibangun di forum tersebut, memperlihatkan luka 23 tusukan yang terjadi. Massa yang berkumpul di sana telah menyalakan api yang merusak forum dan bangunan sekitarnya. Menyusul keributan yang ada, Mark Antony, Octavian (kemudian menjadi Kaisar Agustus), dan lainnya bertempur dalam lima perang saudara, yang berakhir dengan pembentukan Kerajaan Roma.
Keterangan
1- Gaius Iulius Gaii Filius Gaii Nepos Caesar, dalam bahasa Indonesia "Kaisar Iulius Gaius, putra Gaius, cucu Gaius".
Catatan kaki
- ^ "Julius Caesar". Roman-colosseum.info. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-01-19. Diakses tanggal 8 January 2012.
- ^ Cicero, Letters to Atticus 1.19; Julius Caesar, Commentaries on the Gallic War Book 1; Appian, Gallic Wars Epit. 3 Diarsipkan 2015-11-18 di Wayback Machine.; Cassius Dio, Roman History 38.31–50
- ^ Julius Caesar, Commentaries on the Gallic War Book 2; Appian, Gallic Wars Epit. 4 Diarsipkan 2015-11-18 di Wayback Machine.; Cassius Dio, Roman History 39.1–5
- ^ Cicero, Letters to his brother Quintus 2.3; Suetonius, Julius 24; Plutarch, Caesar 21, Crassus 14–15, Pompey 51
- ^ Julius Caesar, Commentaries on the Gallic War Book 3; Cassius Dio, Roman History 39.40–46
- ^ Black, Jeremy (2003). A History of the British Isles. Palgrave MacMillan. hlm. 6.
- ^ Julius Caesar, Commentaries on the Gallic War Book 4; Appian, Gallic Wars Epit. 4 Diarsipkan 2015-11-18 di Wayback Machine.; Cassius Dio, Roman History 47–53
- ^ Cicero, Letters to friends 7.6, 7.7, 7.8, 7.10, 7.17; Letters to his brother Quintus 2.13, 2.15, 3.1; Letters to Atticus 4.15, 4.17, 4.18; Julius Caesar, Commentaries on the Gallic War Book 5–6; Cassius Dio, Roman History 40.1–11
- ^ Suetonius, Julius [1]; Plutarch, Caesar 23.5, Pompey 53–55, Crassus 16–33; Velleius Paterculus, Roman History 46–47
- ^ "France: The Roman conquest". Encyclopædia Britannica Online. Encyclopædia Britannica. Diakses tanggal April 6, 2015.
Because of chronic internal rivalries, Gallic resistance was easily broken, though Vercingetorix’s Great Rebellion of 52 bce had notable successes.
- ^ "Julius Caesar: The first triumvirate and the conquest of Gaul". Encyclopædia Britannica Online. Encyclopædia Britannica. Diakses tanggal February 15, 2015.
Indeed, the Gallic cavalry was probably superior to the Roman, horseman for horseman. Rome’s military superiority lay in its mastery of strategy, tactics, discipline, and military engineering. In Gaul, Rome also had the advantage of being able to deal separately with dozens of relatively small, independent, and uncooperative states. Caesar conquered these piecemeal, and the concerted attempt made by a number of them in 52 bce to shake off the Roman yoke came too late.
- ^ Julius Caesar, Commentaries on the Gallic War Book 7; Cassius Dio, Roman History 40.33–42
- ^ Suetonius, Julius 49
- ^ Suetonius, Julius 49; Cassius Dio, Roman History 43.20
- ^ Catullus, Carmina 29, 57
- ^ Suetonius, Julius 73
- ^ Suetonius, Augustus 68, 71
- ^ Huzar, Eleanor Goltz (1978). Mark Antony, a biography By Eleanor Goltz Huzar. Minneapolis, MN: University of Minnesota Press. hlm. 79–80. ISBN 978-0-8166-0863-8.
- ^ "Plutarch – Life of Brutus". Classics.mit.edu. Diakses tanggal 28 April 2010.
- ^ "Suetonius, 'Life of the Caesars, Julius', trans. J C Rolfe". Fordham.edu. Diakses tanggal 28 April 2010.
- ^ Plutarch, Life of Caesar, ch. 66: "ὁ μεν πληγείς, Ῥωμαιστί· 'Μιαρώτατε Κάσκα, τί ποιεῖς;'"
- ^ Woolf Greg (2006), Et Tu Brute? – The Murder of Caesar and Political Assassination, 199 pages – ISBN 1-86197-741-7
- ^ Suetonius, Julius, c. 82.
- ^ Suetonius, Julius 82.2
- ^ From the J. C. Rolfe translation of 1914: "...he was stabbed with three and twenty wounds, uttering not a word, but merely a groan at the first stroke, though some have written that when Marcus Brutus rushed at him, he said in Greek, 'You too, my child?".
- ^ Plutarch, Caesar 66.9
- ^ Stone, Jon R. (2005). The Routledge Dictionary of Latin Quotations. London: Routledge. hlm. 250. ISBN 0-415-96909-3.
- ^ Morwood, James (1994). The Pocket Oxford Latin Dictionary (Latin-English). Oxford, England: Oxford University Press. ISBN 0-19-860283-9.
- ^ Plutarch, Caesar 67
- ^ "Temple of Caesar". Anamericaninrome.com. Diakses tanggal 8 January 2012.