Sejarah Indramayu

Revisi sejak 22 Desember 2022 18.49 oleh 103.158.121.36 (bicara) (Perbaiki suntingan kecil)

Dermayu adalah nama lama dari Indramayu, nama Dermayu memang lebih dikenal dari pada nama Indramayu yang dinilai terlalu rumit dan panjang ketika diucapkan. Sebenarnya Dermayu dengan Indramayu itu memiliki sejarah yang berbeda pendiriannya.

Pada sejarah di Indramayu sendiri terdapat beberapa sejarah yang berbeda pada setiap massanya seperti : Sejarah Kesulthonul Nagarigung Dermayu, Sejarah Karesidenan Indramayu dan Sejarah Kabupaten Indramayu.

Sejarah Nama Daerah

Nama Dermayu berasal dari dua kosa kata yakni kata Darma atau Derma artinya Dermaga atau dalam bahasa indonesia adalah pelabuhan, sedangkan kata Ayu berasal dari kata Rahayu, yang mana artinya adalah Ketentraman, Keasrian, Kedamaian dan Kecantikan. Akan tetapi yang dimaksudkan disini arti dermayu adalah Pelabuhan yang Tentram dan Asri, yang mana pada massanya daerah Dermayu (Indramayu) dikenal sebagai bangsa kelautan. Hal itu bisa diteliti pada simbol sapu angin (delapan penjuru mata angin atau Kemudi Kapal Laut) yang digunakan Sulthonul Khalif Aria Wirasamudra (wiralodra ke I) pada Dinasti Kasulthonul Nagarigung Darmayu.

Ada juga yang berpendapat bahwa nama Dharmayu berasal dari kata Dharma Buddha dan kata Ayu berasal dari kata Yuan yang merujuk pada Dinasti Yuan Tiongkok, yang mana artinya Dharma Yuan atau Dermayuan.

Semua pendapat itu memanglah masuk akal dan wajar, namun diperlukan catatan lama dari pihak yang berhubungan antara sejarah hubungan Dermayu dan Dinasti Yuan di Tiongkok atau setidaknya rujukan. Untuk saat ini arti Dermayu memiliki arti Pelabuhan, selain itu juga daerah ini dahulu lebih dikenal memiliki beberapa pelabuhan abad ke 15 masehi wangsa Dermayu seperti Pelabuhan Teluk Kerimun di Losarang, Pasekan , Juntinyuat dan Serayu (Brebes).

Sedangkan untuk nama Indramayu sendiri berawal dari Putra Raden Suramenggali atau Dinasti Singhalodra (anak Sulthonul Syah Werdhinata atau wiralodra ke IV) yaitu Pangeran Kertawijaya (Sulthonul Kertawijaya atau wiralodra ke VIII) yang diangkat menjadi Bupati Solo (Surakarta) oleh Kangjeng Ageng Sulthonul Hamengkurat I (mataram islam).

Pada Idhul Fitri hari Jumat tanggal 15 November 1678 masehi dikabarkan Sulthonul Syama'un meninggal dunia akibat Kesultanan Dermayu diserang oleh VOC. Sehingga Pangeran Kertawijaya sebagai ponakannya melakukan serangan balasan pada 19 November 1678 masehi kepada VOC dan berhasil menduduki beberapa wilayah luar Kesulthonul Nagarigung Dermayu seperti Pakungwati (Cirebon), Serayu (Brebes), Tegal, Kuningan, Tegalkalong Sumedang, Subang, Karawang, Bekasi, Bogor Timur, Banten, Palembang dan Jambi.

Dari situlah masyarakat Dermayu menjuluki Pangeran Kertawijaya sebagai Dewa Indra atau Dewa Perang yang menyebutnya Kadewatan Indra Sekehing Dermayu (Indra Dermayu) dan Kangjeng Ageng Sulthonul Hamengkurat II mengangkat Pangeran Kertawijaya sebagai Sulthonul Indrawijaya atau Sulthonul Hanom Kapingsetunggal (sultan muda I) pada tahun 1678 masehi untuk menjadi pengganti Sulthonul Syama'un (dinasti wiralodra ke VII) di Kesulthonul Nagarigung Dermayu (pasal Mataram Islam) sekaligus sebagai awal mula wangsakerta (Sulthonul Kertawijaya) atau Dinasti Indrawijaya, hingga dilanjutkan ke Sulthonul Wiradhibrata sebagai Sulthonul Dermayu IX tahun 1686, sedangkan Kertawijaya pergi ke timur dan mendirikan Kantor Pemajegan (pajak) Kanoman (kemudahan) di lemahwunguk Kadipaten Gebang (cirebon).

Nama Dinasti Indrawijaya dari pangeran kertawijaya (wiralodra ke VIII) ini juga yang kemudian dinobatkan sebagai nama Karesidenan Indramajoe (Indramayu) tahun 1812 era Thommas Raffles.


Karesidenan Indramayu

Pasca Sulthonul Marangali (wiralodra ke XI) meninggal dalam perang tahun 1770 masehi dan Kesultanan Dermayu berada dalam kekuasaan Hindia-Belanda sekaligus memutus Dinasti Kepemerintahan Sultan Dermayu. Pada tahun 1807 pasukan asal Inggris mendarat di pantai utara Pasekan Indramayu menyerang Hindia-Belanda dan 6 kapal besar asal Francis (Kanada) yang bersandar di pelabuhan Pasekan untuk mengangkut minyak mentah dari Indramayu ke Kanada di tenggelamkan oleh pasukan Inggris, kemudian daerah Indramayu di duduki Inggris pada tahun 1807 atau era dimulainya kepemerintahan Thommas Raffles.

Di tahun 1817 Thommas Raffles mulai membentuk beberapa Karesidenan di pulau jawa. Karesidenan adalah bentuk kepemerintahaan Kota (pemukiman besar) yang memiliki beberapa Kadipaten (Kabupaten) dan Kawedanan (setara Kecamatan) di dalamnya. Pada pulau jawa bagian barat terdapat 9 Karesidenan di dalam Provincie West-Java (Jawa Barat) yakni :

 

  1. Karesidenan Indramajoe (Indramayu).[1]
  2. Karesidenan Buitenzorg (Bogor).
  3. Karesidenan Batavia (Betawi atau Jakarta).
  4. Karesidenan Bantam (Serang).
  5. Karesidenan Cheribon (Cirebon).
  6. Karesidenan Krawang (Purwakarta).
  7. Karesidenan West-Priangan (Sukabumi).
  8. Karesidenan Midd-Priangan (Bandung).
  9. Karesidenan Oost-Priangan (Tasikmalaya).
 
Peta Karesidenan Indramayu

Pada saat dibentuknya Karesidenan[2] , pihak keturunan Sultan Dermayu XI melakukan gugatan kepada Thommas Raffles di Batavia (Jakarta), bahwa Indramayu dirugikan dalam pembentukan Provincie West-Java yang mana wilayah Pemanukan, Gebang dan Kuningan sebelumnya wilayah dari Kesultanan Dermayu, tiba-tiba Gebang dan Kuningan dimasukan ke dalam wilayah Karesidenan Cherribon (Cirebon) dan Pamanukan juga dahulunya wilayah Kesultanan Dermayu, kemudian di masukan ke dalam Karesidenan Purwakarta atau Krawang dan jelas itu menjadi sebuah kerugian bagi Indramayu.

Keturunan Sultan Dermayu XI (Sulthonul Marangali) yang masih utuh menyebutkan kepada Thommas Raffles, bahwa kebanyakan orang-orang itu tidak banyak ikut perang melawan Portugis, VOC, Hindia-Belanda dan yang kebanyakan melawan mereka adalah orang-orang dari Banten, Bogor Timur, Bekasi, Dermayu, Sumedang, Jawa Tengah, Daerah Istimewah Yogyakarta dan Jawa Timur di pulau jawa yang mana orang-orang Indramayu mencatatnya.

Pihak keturunan Sultan Dermayu XI saat itu mengajukan usulan kepada Thommas Raffles, yang mana lebih baik Karesidenan Indramajoe (Indramayu) di gabung dengan Prov. Midd-Java (jawa tengah), hal itu agar wilayah Pemanukan, Gebang dan Kuningan masih berada dalam wilayah Karesidenan Indramajoe (Indramayu), sebab Kadipaten Pemanukan adalah wilayah bagian penting Kesultanan Dermayu, yang mana daerah itu adalah pelabuhan lama era Kerajaan Kembang Jenar dan juga markas militer dermayu sebagian besarnya berada di pemanukan.

Kadipaten Gebang adalah wilayah bagian penting Kesultanan Dermayu dimasa lalu, yang mana daerah itu terdapat tambang batu andesit untuk membuat semen yang sudah dibangun oleh Raden Sutajaya seorang mentri Pemajegan atau pajak Kesultanan Dermayu era kepemerintahaan Sultan Wirakusuma (wiralodra ke II). Raden Sutajaya adalah putra dari Kiyai Ageng Jebug Angrum seorang mentri pemajegan Dermayu tahun 1478 sampai 1510 masehi era Sultan Khalif Aria Wirasamudra (wiralodra ke I), selain itu Raden Sutajaya juga pernah menjadi perwira perang Dermayu wangsa Sultan Wirakusuma, yang mana Kesultanan Demak saat itu membutuhkan bantuan prajurit dari Kesultanan Dermayu karena Kesultanan Demak dilanda peperangan agama, setelahnya ia diangkat oleh Sultan Wirakusuma menjadi Mentri Palebuhan Serayu (brebes) yang masih wilayah dari Kesultanan Dermayu di timur dan sekaligus Raden Sutajaya menjadi Bupati Gebang pertama di Kadipaten Gebang Kesultanan Dermayu. Raden Sutajaya juga hanya mantu dari Raja di Kerajaan Pakungwati (cirebon).

Kadipaten Kuningan juga wilayah bagian penting Kesultanan Dermayu dimasa lalu, yang mana daerah ini mampu mencukupi kebutuhan bahan Kayu Jati purba di penduduk Kesultanan Dermayu untuk Produksi bahan banguan seperti membuat rumah, membuat kebutuhan perkakas rumah tangga yang terbuat dari kayu jati dan kebutuhan lainnya. Daerah ini didirikan oleh Pangeran Aria Kemuning yaitu anak Sultan Wirakusuma atas pernikahaanya dengan Nyi Mas Ratu Ilir (anak Raden Husyahin). Ia juga menjadi perwira perang Kesultanan Dermayu dimasa lalu dan ia diangkat menjadi anak angkat Syeikh Syarif Hidayatullah pasca Kerajaan Pakungwati (cirebon) perang dengan Kerajaan Galuh Kawali di Ciamis, yang mana Syeikh Syarif Hidayatullah meminta bantuan Sultan Wirakusuma berupa Prajurit dari Kesultanan Dermayu dan lebih dari 200 prajurit terbunuh yang sebagian besarnya adalah para ulama asal dermayu.

Usulan penggabungan Karesidenan Indramajoe (Indramayu) ke dalam Prov. Midd-Java (jawa tengah) ditolak oleh Thommas Raffles karena Prov. Midd-Java (jawa tengah) sudah memiliki 20 Karesidenan di dalamnya atau terlalu banyak, namun kebijakan Thommas Raffles mengistimewahkan daerah Karesidenan Indramajoe, yang mana daerah Indramayu hanya bisa dipimpin oleh penduduk pribuminya (Jawa dan Tionghoa) saja sebagai Resident (pemerintah) dan Thommas Raffles tidak turut ambil bagian dalam pengaturan proyek atau pekerjaan di Indramayu, sedangkan karesidenan lain di Prov. West-Java berada dalam kendali Thommas Raffles sepenuhnya seperti orang pribumi tidak diperbolehkan menjadi Resident dan tidak berhak mengatur proyek tanpa persetujuan Thommas Raffles.

Pada saat itu keturunan Sultan Marangali yang masih tersisa menunjuk Ing. Burger untuk menjadi Resident pertama di Karesidenan Indramayu. Ing. Burger adalah seorang Insinyur Mesin keturunan Indramayu Jerman yang juga memiliki istri asal Indramayu. Semasa hidupnya ia adalah pendiri perusahaan mesin bernama Seban (Sedot Banyu) di Jatibarang Indramayu, selain itu ia juga memproduksi mesin kendaraan lainnya seperti Mesin Mobil Grandongwagen (mobil asal Indramayu), Mesin Kereta (Maschinspoorwagen), Mesin Slip (mesin pemisah kulit padi) dan Mesin generator untuk pembangkit listrik untuk kegiatan las (welding).

Ing. Burger yang tiba-tiba ditunjuk sebagai Resident karena pendidikannya yang tinggi dan dipercaya juga oleh penduduk Indramayu, ia bersedia menjadi Resident pertama Indramayu untuk mengikuti tantangan politik demi kabaikan semua penduduk Indramayu, meskipun sebelumnya ia hanya ahli dalam bidang mesin dan tidak mengerti dalam dunia politik.

Di era kepemerintahaan Ing. Burger inilah lahirnya jalan-jalan penghubung dari Jatibarang ke Kadipaten, dari Jatibarang ke Karangampel, dari Losarang ke Sumedang, dari Terisi ke Subang, dari Bongas ke Wates Kediri dan Perlebaran jalan tanggul menjadi Jalan Van Tura (Pantura) yang mana penduduk Indramayu bisa terhindar dari kerja paksa yang marak terjadi di pulau jawa tahun 1812 masehi.

Ing. Burger juga membentuk ulang beberapa daerah administratif di wilayah Karesidenan Indramayu, yang mana sebelumnya Karesidenan Indramayu memiliki 7 Kawedanan dan itu dirubah oleh Ing. Burger dari 7 Kawedanan menjadi 3 Kadipaten dan 5 Kawedanan di Karesidenan Indramayu yakni :

  1. Kota Indramayu (Ibu Kota Resident).
  2. Kadipaten Jatibarang.
  3. Kawedanan Karangampel.
  4. Kadipaten Losarang.
  5. Kawedanan Sin Dong (nama lama sindang).
  6. Kawedanan Karangawor (nama lama Kandanghaur).
  7. Kawedanan Luwungmalang (nama lama Haurbaougeulis atau suku bugis).
  8. Kawedanan Jatiwangi (sekarang bagian dari Majalengka).
  9. Kadipaten Majalengka (sekarang bagian dari Majalengka).

Pada saat Inggris mulai digulingkan oleh Hindia-Belanda, daerah-daerah bentukan administratif era kepemerintahan Thommas Raffles itu diambil alih sepenuhnya oleh Hindia-Belanda.

Karesidenan Indramayu mulai berganti menjadi Kesultanan Indramayu pasca terjadi pemberontakan penduduk Indramayu (Dermayu-Tionghoa) terhadap kepemerintahaan Hindia Belanda yang mulai tidak mutualisme. Pemberontakan itu dimotori oleh Raden Jalari (keturunan marangali) dan Syeikh Syafiuddin asal Kawedanan Karangampel Indramayu dan dari pemberontakan itu Kesultanan Indramayu berdiri kembali dengan nama Dinasti yang berbeda yakni Dinasti Purbadinegara, yang mana Raden Jalari menjadi Sulthonul Purbadinegara kapingsetunggal (ke 1), namun Kesultanan Indramayu hanya kerajaan bawahan dari Hindia-Belanda.

Sejarah KAART

Pada tahun 1940 kepemerintahaan Hindia-Belanda membentuk BriefKaart atau Surat Post dan nomor kendaraan yakni daerah Karesidenan Indramajoe dan Karesidenan Cheribon dikelompokan menjadi satu BriefKaart dengan Nomor Kendaraan wilayah tersebut yakni KAART E atau Plat E, yang mana meliputi daerah Indramayu, Cirebon, Majalengka, Kuningan dan Ciamis, hingga pasca merdeka daerah-daerah tersebut masih menggunakan KAART E atau Plat E sebagai nomor kendaraan, kecuali Ciamis yang dikelompokan dengan Tasikmalaya.


Hari Jadi Indramayu

 
Lambang Kabupaten Indrmayu

Menurut Tim Panitia Peneliti Sejarah Kabupaten Indramayu bahwa hari jadi Indramayu jatuh pada tanggal 7 Oktober 1527 yang telah disahkah pada sidang Pleno DPRD Kabupaten Daerah tingkat II Indramayu pada tanggal 24 Juni 1977 dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Daerah tingkat II Indramayu.

Penetapan itu ditetapkan pada Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 1977 tentang Penetapan Hari Jadi Indramayu, dimana dalam Peraturan Daerah tersebut disebutkan bahwa hari jadi Indramayu ditetapkan jatuh pada tanggal 7 Oktober 1527 yang jatuh pada hari Jumat Kliwon tanggal 1 Muharam 934 H. Dalam menentukan hari jadi tersebut tim panitia peneliti sejarah Indramayu berpegang pada sebuah patokan peninggalan jaman dulu dan atas dasar beberapa fakta sejarah yang ada, yaitu prasasti, penulisan-penulisan masa lalu, benda-benda purbakala/benda pusaka, legenda rakyat serta tradisi yang hidup ditengah-tengah masyarakat.

Lisan Penduduk

Menurut Babad Dermayu penghuni partama daerah Indramayu adalah Raden Aria Wiralodra yang berasal dari Bagelen Jawa Tengah putra Tumenggung Gagak Singalodra yang gemar melatih diri olah kanuragan, tirakat dan bertapa.

Suatu saat Raden Wiralodra tapa brata dan semedi di perbukitan melaya di kaki gunung sumbing, setelah melampau masa tiga tahun ia mendapat wangsit “Hai wiralodra apabila engkau ingin berbahagia berketurunan di kemudian hari carilah lembah Sungai Cimanuk. Manakala telah tiba disana berhentilah dan tebanglah belukar secukupnya untuk mendirikan pedukuhan dan menetaplah disana, kelak tempat itu akan menjadi subur makmur serta tujuh turunanmu akan memerintan disana”.

Dengan didampingi Ki Tinggil dan berbekal senjata Cakra Undaksana berangkatlah mereka ke arah barat untuk mencari Sungai Cimanuk. Suatu senja sampailah mereka di sebuah sungai, Wiralodra mengira sungai itu adalah Cimanuk maka bermalamlah disitu dan ketika pagi hari bangun mereka melihat ada orang tua yang menegur dan menanyakan tujuan mereka. Wiralodra menjelaskan apa maksud dan tujuan perjalanan mereka, tetapi orang tua itu berkata bahwa sungai tersebut bukan cimanuk karna cimanuk telah terlewat dan mereka harus balik lagi ke arah timur laut. Setelah barkata demikian orang tarsebut lenyap dan orang tua itu menurut riwayat adalah Ki Buyut Sidum, Kidang Penanjung dari Pajajaran. Ki Sidum adalah seorang panakawan tumenggung Sri Baduga yang hidup antara tahun 14741513.

Kemudian Raden Wiralodra dan Ki Tinggil melanjutkan perjalanan menuju timur laut dan setelah berhari-hari berjalan mereka melihat sungai besar, Wiralodra berharap sungai tersebut adalah Cimanuk , tiba-tiba dia melihat kebun yang indah namun pemilik kebun tersebut sangat congkak hingga Wiralodra tak kuasa mengendalikan emosinya ketika ia hendak membanting pemilik kebun itu, orang itu lenyap hanya ada suara “Hai cucuku Wiralodra ketahuilah bahwa hamba adalah Ki Sidum dan sungai ini adalah Sungai Cipunegara, sekarang teruskanlah perjalanan kearah timur, manakala menjumpai seekor Kijang bermata berlian ikutilah dimana Kijang itu lenyap maka itulah sungai Cimanuk yang tuan cari.”. Ki Sidum adalah seorang ulama besar dari Ligung Majalengka yang pulang berkelana dari Banten untuk pulang ke Ligung Majalengka kemudian bertemu dengan Raden Arya Wiralodra. dan Makom dan petilasannya ada di Desa Bantarwaru Kecamatan Ligung Kabupaten Majalengka.

Saat mereka melanjutkan perjalanan bertemulah dengan seorang wanita bernama Dewi Larawana yang memaksa untuk di persunting Wiralodra namun Wiralodra menolaknya hingga membuat gadis itu marah dan menyerangnya. Wiralodra mengelurkan Cakranya kearah Larawana, gadis itupun lenyap barsamaan dengan munculnya seekor Kijang. Wiralodra segera mengejar Kijang itu yang lari kearah timur, ketika Kijang itu lenyap tampaklah sebuah sungai besar. Karena kelelahan Wiralidra tertidur dan bermimpi bertemu Ki Sidum , dalam mimpinya itu Ki Sidum berkata bahwa inilah hutan Cimanuk yang kelak akan menjadi tempat bermukim.

Setelah ada kepastian lewat mimpinya Wiralodra dan Ki Tinggil membuat gubug dan membuka ladang, mereka menetap di sebelah barat ujung sungai Cimanuk. Pedukuhan Cimanuk makin hari makin banyak penghuninya. diantaranya seorang wanita cantik paripurna bernama Nyi Endang Darma. Karena kemahiran Nyi Endang dalam ilmu kanuragan telah mengundang Pangeran Guru dari Palembang yang datang ke lembah Cimanuk bersama 24 muridnya untuk menantang Nyi Endang Darma namun semua tewas dan dikuburkan di suatu tempat yang sekarang terkenal dengan “Makam Selawe”.

Untuk menyaksikan langsung kehebatan Nyi Endang Darma, Raden Wiralodra mengajak adu kesaktian dengan Nyi Endang Darma namun Nyi Endang Darma kewalahan menghadapi serangan Wiralodra maka dia meloncat terjun ke dalam Sungai Cimanuk dan mengakui kekalahannya. Wiralodra mengajak pulang Nyi Endang Darma untuk bersama-sama melanjutkan pembangunan pedukuhan namun Nyi Endang Darma tidak mau dan hanya berpesan, “Jika kelak tuan hendak memberi nama pedukuhan ini maka namakanlah dengan nama hamba, kiranya permohonan hamba ini tidak berlebihan karena hamba ikut andil dalam usaha membangun daerah ini”.

Untuk mengenang jasa orang yang telah ikut membangun pedukuhannya maka pedukuhan itu dinamakan “DARMA AYU” yang di kemudian hari menjadi “INDRAMAYU”.

Berdirinya pedukuhan Darma Ayu memang tidak jelas tanggal dan tahunnya namun berdasarkan fakta sejarah Tim Peneliti menyimpulkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada jum’at kliwon, 1 sura 1449 atau 1 Muharam 934 H yang bertepatan dengan tanggal 7 Oktober 1527.

Catatan proses Indramayu lainnya

Cerita pedukuhan Darma Ayu adalah salah satu catatan sejarah daerah Indramayu namun ada beberapa catatan lainnya yang juga berkaitan dengan proses pertumbuhan daerah Indramayu antara lain:

  • Berita yang bersumber pada Babad Cirebon bahwa seorang saudagar China beragama islam bernama Ki Dampu Awang datang ke Cirebon pada tahun 1415. Ki Dampu Awang sampai di desa Junti dan hendak melamar Nyi Gedeng Junti namun ditolak oleh Ki Gedeng Junti, disini dapat disimpulkan bahwa Desa Junti sudah ada sejak tahun 1415.
  • Catatan dalam buku Purwaka Caruban Nagari mengenai adanya Desa Babadan,dimana pada tahun 1417 M Sunan Gunung Jati pernah datang ke Desa Babadan untuk mengislamkan Ki Gede Babadan bahkan menikah dengan puteri Ki Gede Babadan .
  • Di tengah kota Indramayu ada sebuah desa yang bernama Desa Lemahabang, nama itu ada kaitannya dengan nama salah seorang Wali Songo Syeikh Siti Jenar yang dikenal dengan nama Syeikh Lemah Abang, mungkin dimasa hidupnya (14501406) Syeikh Lemah Abang (Syekh Demak) pernah tinggal di desa tersebut atau setidak-tidaknya dikunjungi olehnya untuk mengajarkan agama islam.

Catatan lain pada tahun 1499 tentang perjalanan jalur rempah Johaness Johnsson dengan Tome Pires menyebutkan daerah Daramayo (Indramayu Sekarang) memiliki 4 pelabuhan besar yakni :

  1. Daramayo (Pasehkan).
  2. Lohsarang (Losarang).
  3. Amppal (Karangampel).
  4. Balanacc (Blanakan).
  5. Chesam (Ciasem).
  6. Chemao atau Chemayo (Cilamaya).

Dalam catatan jalur rempah Johaness Johnsson juga menyebutkan Kerajaan atau Kesultanan di pulau jawa pada tahun 1499 pada jalur rempahnya seperti :

  1. Sultanato de Bantam (Banten).
  2. Sultanato de Daramayo (Dermayu atau Indramayu).
  3. Sultanato de Damma (Demak).


Bukti lain di tahun 1351 masehi dalam piagam singosari tahun 1351 masehi oleh Hayam Wuruk juga tercatat dalam naskah kuno nagarakartagama majapahit, bahwa wilayah Indramayu dulunya sebuah kerajaan pawanukan atau manukan dalam kerajaan bawahan dan sebagai administratif dari Kerajaan Majapahit.

Kerajaan Manukan (Indramayu) didirikan pada tahun 1351 masehi oleh Ratu Swardhani. Ratu Swardhani sendiri anak dari Raja Singa Wardhana (Bhre Paguhan) atas pernikahanya dengan Ratu Rani Pajang (Bhre Pajang).

 
Candi peninggalan Majapahit di Indramayu yang di gali pada tahun 2019

Candi Sambimaya adalah peninggalan Kerajaan Majapahit di Indramayu di abad ke 14 masehi pada masa Sri Prabu Bathara Wijaya Hayam Wuruk dan Ratu Swardhani tahun 1351 Masehi.

 
Candi Kesit yang di potret oleh Gerard pieter servatius (Resident van Indramajoe) tahun 1850 di daerah Tukdana, Indramayu Selatan

Candi Kesit terletak di daerah Indramayu selatan atau secara administratif berada pada kecamatan Tukdana. Candi Kesit adalah candi hindu budha yang dibangun pada masa Kerajaan Singhasari di tahun 1247 M di Indramayu.

Melihat bukti-bukti atau sumber di atas diperkirakan pada akhir abad XVI M daerah Indramayu sekarang atau sebagian dari padanya sudah dihuni manusia. [3]

Referensi

  1. ^ Karesidenan Indramajoe adalah Pemerintah Kota atau Residentie dan bukan Bupati
  2. ^ Karesidenan artinya lebih tinggi dari Kadipaten atau setara dengan Kota ""
  3. ^ "Sejarah Kabupaten Indramayu". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-07-20. Diakses tanggal 2020-07-20. 
  • Sumber: Buku Sejarah Indramayu (cetakan ke 2) terbitan pemerintah Kabupaten DT II Indramayu