Rakai Gurunwangi

Revisi sejak 13 Desember 2022 13.05 oleh Raden Salman (bicara | kontrib) (Perbaikan Data & Tabel Berdasarkan Buku Karya Prof. Boechari)

Dyah Bhadra adalah Raja Medang kesebelas yang memerintah sekitar tahun 887.[1][2]

Dalam Prasasti Wanua Tengah III (908), ia memerintah antara 18 Januari 887 s.d. 14 Februari 887 M.[3][4]

Sesudahnya, terjadi Masa kekosongan pemerintahan selama 7 tahun (Interegnum), dari tanggal 14 Februari 887 M s/d 21 November 894[5]

Kemudian, pada tanggal 21 November 894 M Rakai Watuhumalang naik Tahta.[6]

Namanya dikenal dalam Prasasti Wanua Tengah III dan Prasasti Munggu Antan.[7]

Rakai Gurunwangi
Rake Gurunwangi Dyah Bhadra
(menurut Prasasti Wanua Tengah III)
Sri Maharaja Rake Gurunwangi
(menurut Prasasti Munggu Antan)
Raja Medang ke-11
Berkuasa( 18 Januari 887 - 14 Februari 887 M )
PendahuluRakai Panumwangan
PenerusRakai Watuhumalang
WangsaSyailendra

Keterangan

Dalam Prasasti Munggu Antan, gelarnya ialah Sri Maharaja Rake Gurunwangi.[8]

Sedangkan dalam Prasasti Mantyasih, Nama Rake Gurunwangi tidak ada pada daftar raja. Kemungkinan karena ia tidak berdaulat penuh atas seluruh wilayah kerajaan.[1]

Selain itu, ditemukan tokoh-tokoh bergelar Rakai Gurunwangi Dyah Ranu dan Rakai Gurunwangi Dyah Saladu sebagai penyumbang pada pembangunan bangunan suci, yaitu pada prasasti-prasasti pendek di Candi Plaosan Lor.[8][9][10]

Tulisan pada prasasti tersebut tanpa tahun, namun diperkirakan berasal dari pertengahan abad ke-9.[8] Terdapat dugaan bahwa Rakai Gurunwangi Dyah Saladu adalah gelar Rakai Pikatan Dyah Saladu sebelum ia naik tahta (menyumbang 2 candi di barisan luar); sedangkan Rakai Gurunwangi Dyah Ranu adalah gelar lain dari Rake Gurunwangi Dyah Bhadra sebelum ia naik tahta (menyumbang 2 candi di barisan dalam).[11]

Kutipan

  1. ^ a b Dwiyanto, Djoko. 1986. Pengamatan terhadap Data Kesejarahan dari Prasasti Wanua Tengah III tahun 908 Masehi. Dalam PIA IV (IIa). Jakarta: Pulit Arkenas, h. 92-110. Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama ":22" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  2. ^ Boechari (2013-07-08). Melacak Sejarah Kuno Indonesia lewat Prasasti. Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-979-91-0520-2. 
  3. ^ Kebudayaan, Indonesia Departemen Pendidikan dan (1989). Pemugaran Candi Brahma, Prambanan, Candi Sambisari, Taman Narmada. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 
  4. ^ Arif, H. A. Kholiq (2010-01-01). MATA AIR PERADABAN ; Dua Milenium Wonosobo. Lkis Pelangi Aksara. ISBN 978-979-25-5331-4. 
  5. ^ Ras, J. J. (2014). Masyarakat dan Kesusastraan di Jawa. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. ISBN 978-979-461-899-8. 
  6. ^ Ras, J. J. (2014). Masyarakat dan Kesusastraan di Jawa. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. ISBN 978-979-461-899-8. 
  7. ^ Sejarah nasional Indonesia: Jaman kuno. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1975. 
  8. ^ a b c Nastiti, Titi Surti (2016-01-03). Perempuan Jawa: Kedudukan dan Peranannya dalam Masyarakat Abad VIII-XV. Dunia Pustaka Jaya. ISBN 978-979-419-713-4. 
  9. ^ BPCB Jateng (11 September 2014). "PRASASTI-PRASASTI PENDEK DARI CANDI PLAOSAN LOR". Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia. Diakses tanggal 29 Januari 2020. 
  10. ^ Sukamto (2018-07-04). Perjumpaan Antarpemeluk Agama di Nusantara. Deepublish. ISBN 978-602-475-476-1. 
  11. ^ Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indië (dalam bahasa Inggris). M. Nijhoff. 2006. 

Referensi

  • Teguh Asmar & Nuriah. 1985. PRASASTI KOLEKSI MUSEUM NASIONAL JILID I. Jakarta: Museum Nasional
Didahului oleh:
Rakai Panumwangan
Raja Medang
Menurut Wanua Tengah III
(Wangsa Syailendra)
18 Januari 887 - 14 Februari 887 M
Diteruskan oleh:
Rakai Watuhumalang