Telaga Ngebel
7°47′49″S 111°37′54″E / 7.79694°S 111.63167°E
Telaga Ngebel | |
---|---|
Lokasi | Ngebel, Ponorogo, Jawa Timur |
Kegunaan | Irigasi |
Status | Beroperasi |
Mulai dioperasikan | 1930 |
Pemilik | Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat |
Kontraktor | Pemerintah Hindia Belanda |
Bendungan dan saluran pelimpah | |
Tipe bendungan | Urugan |
Tinggi | 19 m |
Panjang | 86 m |
Ketinggian di puncak | 737,23 mdpl |
Membendung | Sungai Jeram |
Waduk | |
Kapasitas aktif | 19.200.000 m3[1] |
Kapasitas nonaktif | 4.300.000 m3 |
Luas tangkapan | 32,34 km2 |
PLTA Ngebel | |
Pengelola | PLN Nusantara Power |
Jenis | Konvensional |
Kapasitas terpasang | 2,25 MW |
Produksi tahunan | 1.600 MWh |
Telaga Ngebel (bahasa Jawa: ꦠ꧀ꦭꦒꦔꦼꦧꦼꦭ꧀, translit. Tlaga Ngebel) adalah sebuah waduk yang dibangun di Ngebel, Ponorogo untuk menampung air dari Sungai Jeram dan Sungai Talun. Waduk ini terutama dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian seluas sekitar 10.000 hektar dan membangkitkan listrik melalui sebuah PLTA berkapasitas 2,25 MW. Waduk ini terletak di kaki Gunung Wilis pada ketinggian sekitar 750 meter di atas permukaan laut dan sekitar 30 kilometer dari pusat kota Ponorogo.[1]
Suhu udara di waduk ini berkisar antara 20-26 °C, sehingga juga menjadi salah satu obyek wisata andalan Ponorogo. Di bagian hulu dari salah satu sungai yang mengalir ke waduk ini terdapat sebuah air terjun yang diberi nama Air Terjun Toyomarto.
Legenda
Telaga Ngebel dihubungkan dengan kisah seekor ular naga bernama “Baru Klinting“. Ular tersebut merupakan jelmaan dari Patih Kerajaan Bantaran Angin. Kala itu Sang patih sedang bermeditasi dengan wujud ular dan secara tak sengaja ada seorang warga yang membawa ular jelmaan tersebut ke desa.[2]
Sesampainya di desa, ular jelmaan tersebut hendak dijadikan makanan karena ukuran tubuhnya yang besar. Sebelum dipotong ular tersebut secara ajaib menjelma menjadi anak kecil, yang kemudian mendatangi masyarakat dan memutuskan membuat sayembara.[2]
Sang bocah kemudian menancapkan lidi di tanah,[2] versi yang lainnya menyebutkan bahwa yang ditancapkan adalah centong nasi.[3] Namun tidak ada yang berhasil mencabutnya. Bocah ajaib itulah yang berhasil mencabutnya. Dari lubang bekas ditancapkannya lidi atau centong tersebut keluarlah air yang kemudian menjadi mata air yang menggenang hingga membentuk sebuah Telaga. Oleh penduduk desa sekitarnya, telaga tersebut diberi nama telaga Ngebel, artinya telaga yang mengeluarkan bau menyengat.[3]
Legenda Telaga Ngebel ini konon terkait erat dan memiliki peran penting dalam sejarah Kabupaten Ponorogo. Konon salah seorang pendiri Kabupaten ini yakni Batoro Katong. Sebelum melakukan syiar Islam di Kabupaten Ponorogo, Batoro menyucikan diri terlebih dahulu di mata air, yang ada di dekat Telaga Ngebel yang kini dikenal sebagai Kucur Batoro.[2]
Galeri
Catatan kaki
- ^ a b Sinaro, Radhi (2007). Menyimak Bendungan di Indonesia (1910-2006) (dalam bahasa Indonesia). Tangerang Selatan: Bentara Adhi Cipta. ISBN 978-979-3945-23-1.
- ^ a b c d Legenda 'Baru Klinting' ala Loch Ness dari Ponorogo Diarsipkan 2011-08-06 di Wayback Machine., 30 Mei 2011, diakses pada 5 Agustus 2011
- ^ a b Cerita rakyat dari Jawa Timur, Volume 2 halaman 17-24, Dwianto Setyawan, Penerbit:PT. Grasindo, Jakarta