Ekstraversi dan introversi
Dalam psikologi, terdapat pengelompokkan kepribadian manusia bedasarkan bagaimana manusia memperoleh gairahnya.[1] Pengelompokkan ini pertama kali dicetuskan oleh Carl Gustav Jung (1920), dalam bukunya berjudul Psychologische Typen.[1] Secara umum, pribadi yang ekstrover mendapatkan gairah dari interaksi sosial.[1] Ekstrover biasanya memiliki kepribadian yang terbuka dan senang berbaur, serta memiliki kepedulian yang tinggi terhadap apa yang terjadi di sekitar mereka.[1] Sementara introver, di sisi lain, dianggap mendapatkan gairah lewat menyendiri.[1] Introver biasanya cenderung pendiam, suka merenung, dan lebih peduli tentang pemikiran mereka dalam dunia mereka sendiri.[1] Di antara kecenderungan ekstrem introversi dan ekstroversi, terdapat ambiversi yang merupakan kepribadian penengah antara ekstrover dan introver.[1] Meskipun terdapat perbedaan yang kontras antara introver dan ekstrover, Carl menganggap bahwa jarang terdapat manusia yang sepenuhnya ekstrover atau introver.[1]
Ketiga kepribadian tersebut memliki pandangan berbeda dalam hal pengambilan keputusan, interaksi sosial, respon terhadap masalah, komunikasi verbal dan non verbal, serta berbagai respon sosial lainnya.[2]
Deskripsi
Manusia dengan kepribadian introver cenderung menutup diri dari dunia luar. Mereka berpikir sebelum berbicara, merasa kurang nyaman karena terlalu banyak pertemuan dan keterlibatan sosial, lebih senang bekerja sendirian, serta lebih suka berinteraksi secara satu lawan satu. Intover sering disamakan dengan pemalu. Padahal introver tidak selamanya adalah sosok pemalu. Introver hanya lebih senang sendirian, bukan malu karena banyak orang. Seorang introver pun tidak selamanya suka menyendiri. Mereka akan tetap butuh orang lain. Terutama seseorang yang berhasil membuat mereka nyaman. Keunggulan dari jenis kepribadian ini adalah mereka berpikir dahulu sebelum berbicara atau melakukan sesuatu, mereka adalah pendengar yang baik, dan bersikap analitis.[3]
Kebalikan dari introver, kepribadian ekstrover cenderung lebih membuka diri terhadap dunia luar. Mereka menyukai keramaian, dengan banyak interaksi dan aktivitas sosial. Jenis kepribadian ini lebih mudah mengungkapkan perasaan melalui kata-kata, mudah bosan dengan kesendirian, dan lebih senang bercerita daripada mendengarkan. Keunggulan dari ekstrover adalah kepercayaan diri antusiasme yang tinggi, mudah bergaul, aktif, dan dapat berinteraksi dengan banyak orang sekaligus.
Ambiever merupakan kepribadian gabungan antara introver dan ekstrover. Kelebihan dari jenis ini, mereka nyaman berada di tengah keramaian dan berbagai aktivitas sosial, tetapi juga rileks dengan kesendirian. Kekurangan dari kepribadian ambiever adalah sikap mereka dapat berubah-ubah sesuai suasana hati.
Ekstrover maupun introver memiliki cara masing-masing dalam hal memproses informasi. Tipe ekstrover lebih aktif dalam memulai percakapan, tetapi memerlukan waktu untuk eksplorasi secara lebih mendalam dan tak jarang mereka memiliki gagasan lebih baik tentang suatu hal.
Kepribadian manusia itu kompleks. Mereka dibentuk dari pengalaman, sejarah pribadi, interaksi, dan budaya Anda dibesarkan. Seorang introver mendapat kekuatan dari ide dan refleksi batin, sedangkan ekstrover melalui kegiatan eksternal. Kedua kepribadian ini memiliki kekuatannya masing-masing. Apapun kecenderungan seseorang, baik introver maupun ekstrover, jika ia mampu menerima diri sendiri dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki, maka ia akan bertumbuh menjadi pribadi yang baik.
Pendekatan Biologis dan Neurosains
Kebanyakan orang mengenal istilah ekstrover dan introver dari psikiater Swiss bernama C. G. Jung, seorang mantan murid Sigmund Freud. Namun yang mengembangkan ekstrover dan introver lebih lanjut secara mendetail adalah Eysenck (Eysenck, 1980: 10).[4]
Oleh psikolog german, Hans Eysenck, dicetuskan perbedaan introver dan ekstrover (E/I) yang dijelaskan menggunakan pendekatan biologi.[1][5] Perbedaan kepribadian tersebut terlihat atas perbedaan rangsangan kortikal (kecepatan dan intensitas aktivitas otak).[1] Ekstrover dianggap mempunyai aktivitas kortikal yang lebih tinggi dari introver.[1]
Menyikapi hal ini, telah ditemukan bahwa introver mempunyai lebih banyak darah yang beredar pada lobus frontal dan anterior thalamus - bagian otak yang bertanggung jawab atas kilas balik kejadian, pembuatan rencana, dan penyelesaian masalah.[1] Ekstrover mempunyai peredaran darah pada daerah otak yang bertanggung jawab atas interpretasi data sensori, yaitu anterior cinggulate gyrus, lobus temporal, dan posterior thalamus.[1]
Oleh hasil penelitian yang lain, ditunjukkan bahwa introver mempunyai aktivitas neuronal yang lebih tinggi pada daerah otak yang terasosiasi dengan belajar, kendali pergerakkan, dan kendali keawasan.[1]
Abstraksi dan Pengambilan Risiko
Oleh ilmuwan, telah disarankan bahwa perbedaan E/I terkait dengan abstraksi dan pengambilan risiko.[1]
Pribadi ekstrover, cenderung memberikan deskripsi yang abstrak terhadap suatu benda, sementara pribadi yang introver cenderung memberikan deskripsi konkret.[1]
Kemudian, berhubungan dengan pengambilan risiko, sifat ekstroversi terkait dengan pengambilan risiko yang lebih berani, seperti melakukan hubungan seks tanpa kontrasepsi.[1] Lebih jauh lagi, kepribadian ekstrover juga terkait dengan merokok ketika remaja.[1]
Salah satu penemuan penting dan konsisten mengenai E/I adalah pribadi ekstrover cenderung lebih bahagia (happy) dibandingkan dengan introver.[1] Penjelasan yang disarankan adalah ekstrover cenderung lebih senang karena mereka lebih sensitif terhadap situasi sosial yang memuaskan, atau karena mereka terlibat lebih banyak aktivitas sosial.[1]
Lihat pula
- Perilaku manusia
- Perilaku
- Sifat (perilaku), dapat diubah
- Watak, tidak dapat diubah
- Kepribadian
- Sikap
- Temperamen
Referensi
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t (Inggris)Castro JB. 2013. Ilmu Apa yang Membuat Introversi dan Ekstroversi. IO9. Diakses 17 Juni 2014.
- ^ Introversi, Ekstroversi, dan Ambiversi
- ^ [1]
- ^ [2]
- ^ (Indonesia)Hassan Shadily & Redaksi Ensiklopedi Indonesia (Red & Peny)., Ensiklopedi Indonesia Jilid 2 (CES-HAM). Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve