Masjid Agung Kota Tegal

masjid di Indonesia
Revisi sejak 22 Desember 2022 03.31 oleh Arya-Bot (bicara | kontrib) (Referensi: clean up)

Masjid Agung Kota Tegal (Pegon: مسجد اڮوڠ كوتا تٓڮل) adalah sebuah masjid besar di Kota Tegal, Jawa Tengah. Masjid ini adalah salah satu masjid tertua di Kota Tegal, dan menjadi pusat aktivitas keagamaan Islam di Kota Tegal.

Masjid Agung Kota Tegal
Agama
AfiliasiIslam
Lokasi
LokasiJalan Masjid, Kelurahan Mangkukusuman, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal, Jawa Tengah, Indonesia
Arsitektur
TipeMasjid
Gaya arsitekturArab, Jawa
Peletakan batu pertama1825-1830
Spesifikasi
Kapasitas4.500[1]
Menara4

Sejarah

 
Masjid Agung Kota Tegal pada tahun 1910.

Masjid Agung Kota Tegal mulai dibangun oleh K.H. Abdul Aziz pada tahun antara 1825-1830. Saat itu tengah terjadi Perang Diponegoro. K.H. Abdul Aziz adalah seorang ulama dan penghulu pertama di kota Tegal. Beliau mempunyai hubungan kerabat dengan Raden Reksonegoro, Bupati Tegal waktu itu.[2]

Selama berdiri, Masjid Agung Kota Tegal telah mengalami beberapa kali renovasi. Pada tahun 1927, ruang paseban masjid dihilangkan, dan sebagai gantinya, dibangunlah KUA (Kantor Urusan Agama), tempat untuk melangsungkan pernikahan bagi umat Islam Tegal. Kemudian pada tahun 1953-1954, Masjid Agung direnovasi kembali, dan renovasi kali ini dilakukan secara besar-besaran. Serambi depan masjid diperluas ke arah depan sehingga menyatu dengan KUA.[2]

Renovasi ketiga diadakan pada tahun 1970, dimana perbaikan tempat wudhu sebelah kanan masjid. Kemudian, pada 1985 bagian atap masjid dirombak dan diganti dengan atap tumpang. Tidak lupa menara masjid pun dirombak total menjadi lebih tinggi.[2]

Renovasi terakhir terjadi pada tahun 2015, dimana dilakukan perombakan besar-besaran pada Masjid Agung Kota Tegal. Renovasi total Masjid Agung Kota Tegal ini dipelopori oleh Walikota Tegal saat itu, Siti Masitha Soeparno. Ia menginginkan Masjid Agung, Alun-alun dan Tugu Pancasila menjadi landmark Kota Tegal[3]. Renovasi terakhir Masjid ini sempat menuai pro-kontra di kalangan publik. Pengamat sejarah menyayangkan adanya renovasi tersebut, dikarenakan bangunan masjid yang sudah ada sebelumnya sarat akan nilai sejarah.[4]

Atas kritik tersebut, Walikota Tegal melalui Setda bagian Humas dan Protokoler pun mengklaim bahwa renovasi Masjid bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan jamaah dakam beribadah. Pengurus Masjid Agung Kota Tegal juga mengatakan bahwa renovasi tersebut tetap mempertahankan zona inti seperti aslinya, seperti mustaka (atap limas), daun pintu, dan jendela.[5]

Bagian-bagian Masjid

Masjid Agung Kota Tegal memiliki dua lantai dan mampu menampung sebanyak 4500 jamaah[1]. Lantai bawah digunakan sebagai ruang utama masjid. Sedangkan, lantai atasnya sebagai tempat untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan keislaman, seperti pengajian kaum bapak dan kaum ibu setiap hari Selasa, Kamis, dan Sabtu ba’da subuh. Pengajian Al-Qur’an bagi para remaja, biasanya diselenggarakan setiap hari Rabu, Kamis, dan Sabtu malam. Khusus pengajian buat masyarakat umum diselenggarakan setiap hari Senin ba’da subuh. Di bagian luar terdapat empat menara yang menjulang tinggi di sisi tenggara, barat daya, barat laut, dan timur laut bangunan masjid.[2]

Tepat di depan masjid adalah Alun-alun Kota Tegal, sebuah ruang publik yang digunakan sebagai tempat berkumpul masyarakat kota Tegal. Seringkali alun-alun digunakan sebagai tempat tambahan untuk menampung jamaah Masjid dikala hari-hari besar, seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Sedangkan di belakang Masjid adalah jalan protokol Diponegoro kota Tegal dan Kampung Kauman, Kelurahan Pekauman yang menjadi salah satu basis etnis Arab di kota Tegal.

Tradisi

Setiap bulan Ramadhan, Masjid Agung Kota Tegal pernah memiliki tradisi yang unik, yakni tradisi plenthong dhem. Plenthong dhem adalah pembakaran petasan raksasa di halaman masjid ini sebagai tanda sudah masuk waktu magrib atau berbuka. Konon petasan tersebut bisa didengar sampai radius beberapa kilometer di sekitar kota Tegal. Sebelum petasan dinyalakan, para ulama Masjid terlebih dahulu mengumandangkan salawat dan doa-doa menjelang berbuka puasa. Tradisi ini berlangsung hingga akhir 1980-an.

Kini, tradisi pembakaran petasan raksasa tersebut sudah ditiadakan, dikarenakan suara petasan yang keras dan asap dari petasan tersebut menimbulkan polusi suara dan udara, sehingga pemerintah melarangnya. Sebagai gantinya, tanda waktu berbuka puasa dikumandangkan salawat dan azan dengan pengeras suara yang diletakkan di atas menara masjid setinggi 32 meter, dan disiarkan melalui radio-radio dan televisi se-kota Tegal.[2]

Galeri foto

 
Masjid Agung Kota Tegal tahun 2010, dengan gaya bangunan hasil renovasi tahun 1985
 
Masjid Agung Kota Tegal (no 5, searah jarum jam) setelah renovasi terakhir tahun 2015

Referensi