Perguruan Miletos atau Cendekiawan Miletos adalah sebutan bagi para filsuf-filsuf Miletos, yakni Thales, Anaximandros, dan Anaximenes.[1] Miletos merupakan nama kota yang menjadi asal dari ketiga filsuf tersebut.[1][2][3] Sekolah Miletos dikenal di dalam sejarah Filsafat Barat sebab merupakan pionir dari proses berfilsafat yang kemudian berkembang di dalam sejarah manusia.[1][2][4][5]

Lokasi dari Miletos, asal dari Thales, Anaximander, dan Anaximenes

Kota Miletos

Kota Miletos terletak di Asia Kecil, dan merupakan salah satu dari kota-kota Ionia.[1][2] Ionia merupakan daerah pertama di negeri Yunani yang mencapai kemajuan besar, baik di dalam bidang ekonomi maupun bidang kultural.[2] Pada waktu ketiga filsuf Miletos berkarya pada abad ke-6 SM, Miletos adalah kota terpenting dari dua belas kota Ionia yang ada.[2] Perkembangan Miletos tersebut telah dimulai sejak tahun 700 SM.[1]

Kota Miletos terletak di bagian selatan pesisir Asia Kecil dan memiliki pelabuhan yang memungkinkan perhubungan dengan daerah lain.[2] Kehidupan masyarakat ditopang oleh kegiatan perniagaan dan pelayaran.[4] Dengan demikian, Miletos menjadi titik pertemuan untuk banyak kebudayaan serta informasi dari pelbagai tempat.[2] Selain itu, kemakmuran yang dimilikinya membuat para penduduk dapat meluangkan waktu untuk melakukan kegiatan seni dan juga berdiskusi mengenai pelbagai tema secara terbuka di tempat-tempat umum.[1][4] Karena itulah kota ini lebih maju dari kota-kota lain dan menjadi tempat lahirnya filsuf-filsuf pertama.[1][2][4]

Pada tahun 494 SM, kota Miletos direbut dan dimusnahkan oleh bangsa Persia.[2] Di dalam sejarah filsafat selanjutnya, hampir tidak dikenal lagi nama kota itu.[2] Yang tersisa dari kota tersebut adalah pemikiran dari para filsuf Miletos yang merupakan perintis filsafat Barat.[2]

Filsuf-filsuf Miletos

Filsuf-filsuf dari Miletos ini terkenal karena merupakan para filsuf pertama di dalam sejarah Filsafat Barat.[1] Permulaan filsafat adalah ketika manusia mulai memikirkan dunia dengan rasionya, bukan lagi dengan sekadar mempercayai mitos-mitos.[1] Hal tersebut dilakukan oleh para filsuf Miletos (Thales, Anaximandros, dan Anaximenes) dengan cara bertanya mengenai apa yang menjadi prinsip dasar (arche) dari segala sesuatu.[1] Thales berpendapat bahwa prinsip dasar tersebut adalah air.[1] Anaximandros, murid Thales, menyanggah hal tersebut dan menyatakan to apeiron, yang merupakan suatu prinsip abstrak non-fisik, sebagai prinsip dasar.[1] Kemudian Anaximenes kembali menyanggah Anaximandros, dan mengajukan udara sebagai prinsip dasar segala sesuatu.[1] Pemikiran filsafat mereka berpusat pada alam, sehingga mereka dikenal juga sebagai filsuf alam.[2][4]

Pemikiran Sekolah Miletos dapat dirangkumkan di dalam tiga pernyataan:

  • 1. Alam semesta merupakan keseluruhan yang bersatu, maka harus diterangkan dengan satu prinsip saja.[1][2] Ketiga filsuf Miletos tidak sepakat mengenai prinsip tersebut.[1][2]
  • 2. Alam semesta dikuasai oleh suatu hukum, dan bukan berjalan begitu saja dengan kebetulan.[1][2]
  • 3. Karena dikuasai oleh hukum tertentu, sehingga alam semesta merupakan kosmos, yang merupakan bahasa Yunani dari dunia yang teratur (lawan dari kata khaos yang berarti dunia yang kacau).[1][2]

Lihat Juga

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius.
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p K. Bertens. 1990. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.
  3. ^ (Inggris) Ted Honderich (ed.). 1995. The Oxford Companion to Philosophy. Oxford, New York: Oxford University Press.
  4. ^ a b c d e Juhaya S. Praja. 2005. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana. Hal. 75-77.
  5. ^ (Inggris) Richard McKirahan. 2003. "Presocratic Philosophy". In The Blackwell Guide to Ancient Philosophy. Christopher Shields (Ed.). Malden: Blackwell Publishing.