Mamaca
Tradisi mamaca merupakan salah satu tradisi lisan masyarakat Madura berupa kegiatan mendendangkan naskah macapat yang dilakukan oleh tokang tembhang (penembang) yang kemudian dilanjutkan proses penerjemahan oleh penerjemah yang biasanya disebut tokang tegghes. Naskah macapat yang didendangkan dalam tradisi mamaca biasanya menggunakan aksara pegon (tulisan arab yang digunakan untuk menuliskan bahasa Jawa).
Tradisi mamaca memiliki keunikan yang sepertinya sulit ditemukan dalam tradisi-tradisi lainnya. Keunikan tersebut yakni tradisi mamaca secara keseluruhan dibawakan oleh penembang macapat dari masyarakat Madura dan ditembangkan di hadapan penonton yang juga masyarakat Madura. Sejatinya baik penembang maupun penonton sama-sama tidak memiliki dasar kemampuan berbahasa Jawa, sementara naskah macapat yang dijadikan acuan dalam tradisi namaca menggunakan bahasa Jawa. Jadi, dalam proses pelaksanaannya penembang tidak menghafalkan seluruh isi naskah macapat melainkan hanya mengingat formula-formula tertentu yang terkandung dalam tema tembang macapat. Formula tersebutlah yang membuat penembang nampak fasih dalam berbahasa Jawa.
Penerjemah yang sejatinya juga tidak bisa berbahasa Jawa secara fasih juga tidak perlu menerjemahkan secara kata per kata tembang yang didendangkan oleh penembang, ia hanya perlu mengingat inti dari satu atau beberapa larik tembang yang didendangkan penembang kemudian ia terjemahkan melalui proses improvisasi.