FKS Food Sejahtera

perusahaan asal Indonesia
Revisi sejak 9 Juni 2023 05.23 oleh Mdn1604 (bicara | kontrib) (Mdn1604 memindahkan halaman FKS Food ke FKS Food Sejahtera: Penyesuaian nama untuk perusahaan yang diperdagangkan di lantai bursa)

PT FKS Food Sejahtera Tbk (IDX: AISA) merupakan perusahaan yang memproduksi makanan yang bermarkas di Jakarta, Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1990, dengan hasil produk utama berupa berbagai macam-macam bahan makanan. FKS Food sudah memegang sertifikasi ISO 9001:2008, HACCP, dan halal MUI. Produk-produknya yang dikenal publik, seperti makanan ringan Taro, permen Gulas, dan beras Ayam Jago serta Maknyuss.

PT FKS Food Sejahtera Tbk
Publik
Kode emitenIDX: AISA
IndustriMakanan
Didirikan1990; 34 tahun lalu (1990)
Kantor pusatMenara Astra Lantai 29, Jalan Jend. Sudirman Kav 5-6, Karet Tengsin, Jakarta Pusat 10220
Jakarta, Indonesia
Tokoh kunci
Lim Aun Seng (CEO)
ProdukMakanan
PendapatanKenaikan Rp 1.510 trillion (2019)
Kenaikan Rp 1.13 trillion (2019)
Total asetKenaikan Rp 1.868 trillion (2019)
Total ekuitasKenaikan Rp (1.657) trillion (2019)
PemilikFKS Food & Agri
Karyawan
3,688 (2019)
Anak usaha
Situs webwww.fksfs.co.id

Tercatat, perusahaan ini sudah berganti nama beberapa kali. Mulai Asia Intiselera saat awal berdiri, kemudian menjadi Tiga Pilar Sejahtera Food pada tahun 2003,[1] dan sejak Maret 2021 menjadi FKS Food Sejahtera.[2]

Sejarah

PT Tiga Pillar Sejahtera

Sejarah PT FKS Food Sejahtera dapat ditarik ke dua perusahaan mie dan bihun. Perusahaan pertama adalah PT Tiga Pilar Sejahtera, yang didirikan oleh Joko Mogoginta, Budhi Istanto dan Priyo Hadisusanto pada tahun 1992, dengan hanya dibantu oleh 25 karyawan. Nama "Tiga Pilar Sejahtera" (TPS) sendiri diambil dari nama leluhur dua pendiri perusahaan ini, yaitu Tan Pia Sioe (ayah Priyo dan kakek Joko). Tan sendiri dikenal sebagai pemilik dari Perusahaan Bihun Cap Cangak Ular di Sukoharjo, Jawa Tengah, yang ia rintis pada tahun 1959 bersama rekannya Tan Sian Kak dan memproduksi bihun jagung. Bisnis Tan pun mulai berkembang, dengan pada 1970-an sudah mulai menggunakan mesin.[3] Modernisasi kemudian dilanjutkan oleh Priyo yang merupakan penerus Tan sejak 1980.[4]

Pendirian PT TPS merupakan upaya untuk memprofesionalisasi dan memodernkan usaha keluarga yang sudah berusia lebih dari 30 tahun saat itu. Tidak lama setelah pendirian PT TPS, dari awalnya hanya memproduksi bihun merek Cangak, Filtra dan Superior,[5] ekspansi dilakukan dengan mulai memproduksi mie kering bermerek Superior, dan kemudian pada 1995 didirikan pabrik di Karanganyar, Jawa Tengah yang memiliki tujuh lini produksi berkapasitas 30.000 ton/tahun. Beberapa tahun kemudian, juga dibangun pabrik baru di Sragen pada 2000 yang menyatukan segala fasilitas produksi, dan pada 2002, PT TPS sudah terjun ke bisnis mi instan yang dibangunnya sejak 2001 dengan merek yang sama, yaitu Superior.[6][7][8] Mie Superior sendiri ditujukan untuk masyarakat menengah ke bawah, dengan penjualannya pernah mencapai 20.000 karton/hari.[9]

PT Asia Intiselera

Ada juga perusahaan kedua bernama PT Asia Intiselera, yang juga adalah sebuah perusahaan mie. Perusahaan ini bermula dari PT Pabrik Mie Asia, yang didirikan oleh Kang Tong Poo pada tahun 1953,[10] awalnya hanya dengan modal Rp 30.000 sebagai industri rumahan mie di Bungur, Senen, Jakarta Pusat.[4][11] Produknya dikenal dengan nama Ayam 2 Telor, dan kemudian berkembang menjadi salah satu merek mi kering terpopuler di Indonesia. Untuk meluaskan produksi, pada 1974, pabrik perusahaan ini dipindah dari Jakarta ke Cimanggis, Bogor. Pada 26 Januari 1990, PT Pabrik Mie Asia didirikan kembali dengan nama baru, yaitu PT Asia Intiselera. Di era ini, diversifikasi mulai dilakukan, dengan mengeluarkan produk mi instan sejak 1990 dalam merek Ha Ha Mie, Mi-Kita[12] dan Bossmi untuk pasar lokal dan ekspor, terjun ke bisnis makanan laut beku,[11] dan adanya upaya memproduksi makanan ringan. Kapasitas pabriknya pada 1990-an tercatat meliputi mi kering sebesar 37.500 ton, mi instan 10.500 ton dan makanan ringan 1.500 ton per tahun, dengan karyawan 300 orang,[13] dan pabriknya berkembang menjadi beberapa lokasi di sejumlah daerah.[11]

Kemudian, untuk menambah modal terutama untuk perusahaan anaknya, di April 1997, PT Asia Intiselera mengumumkan rencananya melepas 35% sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada 15 Mei 1997. Sebelum proses penawaran umum perdana saham, kepemilikannya terdiri dari PT Saptakencana Asia (74,2%) dan PT Limakarsa Asiasejahtera (25,80%) yang dimiliki keluarga Kang. Selain dari keluarga Kang, tercatat Grup Nagamas yang bergerak di industri makanan laut[14] sempat memiliki perusahaan ini. Proses IPO ini tuntas dilakukan pada 11 Juni 1997, dengan harga penawaran saat itu Rp 950.[15][16] Kode sahamnya diberi nama AISA, yang masih digunakan saat ini.

Akuisisi dan ekspansi

Pada tahun 2003, lewat mekanisme rights issue, pemilik PT Tiga Pilar Sejahtera (Joko Mogoginta dkk) kemudian mengakuisisi kepemilikan PT Asia Intiselera. Selain dilakukan dalam rangka backdoor listing PT TPS, akuisisi ini juga dalam rangka PT TPS meningkatkan bisnisnya lewat pengambilalihan sejumlah merek yang cukup terkenal seperti mie telur Cap Ayam 2 Telor. Nama PT Asia Intiselera Tbk kemudian diganti menjadi PT Tiga Pillar Sejahtera Food Tbk di tahun yang sama, sedangkan PT TPS yang asli dijadikan anak usahanya.[7] Meskipun demikian, keberadaan pemilik lama masih dapat dilihat pada posisi dewan komisaris yang salah satunya berasal dari keturunan Kang.[17] Untuk menciptakan citra baru, sejak 2007 PT TPS Food telah menggunakan logo baru,[10] yang digunakan hingga 2021.

 
Logo TPS Food (2007-2021)

Di bawah kepemimpinan Joko Mogoginta, PT TPS Food Tbk kemudian dengan cepat terus berekspansi kembali. Pada tahun 2008, misalnya dilakukan akuisisi langsung pada 3 perusahaan: PT Poly Meditra Indonesia (produsen permen dan penganan Gulas, Gulas Plus, dan Growie, dimana Gulas adalah pemimpin pasar permen asem); PT Patra Power Nusantara yang merupakan perusahaan pembangkit listrik (yang ditujukan untuk pabrik TPS Food), dan PT Bumiraya Investindo yang bergerak pada perkebunan kelapa sawit di berbagai daerah di pulau Sumatra dan Kalimantan seharga Rp 500 miliar.[18] Kemudian, pada akhir 2011, PT TPS Food Tbk mengakuisisi merek Taro dari PT Unilever Indonesia Tbk, dan pada akhir 2012 ke PT Subafood Pangan Jaya senilai Rp 100 miliar yang memproduksi bihun jagung.[7] Akan tetapi, yang kemudian jauh lebih besar adalah masuknya PT TPS Food ke bisnis beras, lewat anak usaha PT Dunia Pangan yang baru diakuisisinya dan mempunyai tiga anak usaha: PT Indo Beras Unggul, PT Jatisari Srirejeki, dan PT Sukses Abadi Karya Inti yang bergerak di pemrosesan dan penggilingan beras (ditambah kemudian akuisisi lagi pada PT Alam Makmur Sembada). Dengan cepat, dua tahun setelah akuisisi pada 2010, sebanyak 58% pendapatan AISA berasal dari bisnis berasnya. Menurut pihak PT TPS Food Tbk, akuisisi dilakukan demi memperluas cakupan produk TPSF guna memenuhi perubahan selera dan permintaan pasar yang semakin dinamis.[7][8]

Kontroversi dan penurunan

Kontroversi bermula sejak 2017, dimana saat itu Satgas Pangan dan kepolisian melakukan sidak ke pabrik Indo Beras Unggul yang menemukan tindakan pengoplosan beras bersubsidi jenis IR64 yang diubah menjadi merek Cap Ayam Jago dan Maknyuss yang dijual dengan harga premium (lebih mahal). Saat itu, manajemen Tiga Pilar menolak tuduhan tersebut. Mereka menyebut bahwa mereka melakukan pembelian langsung dari petani dan bukan dari beras bersubsidi. Selain itu, mereka menyebut bahwa beras medium dan premium adalah berdasarkan kondisi fisik serta bukan berasal dari varietas. Mereka juga menolak mengatakan bahwa mereka menjual harga yang tidak sesuai dengan harga pasaran dan di atas ketentuan karena dengan harga di atas ketentuan dianggap sebagai insentif bagi petani yang menghasilkan beras dengan kualitas yang sesuai, serta menolak disebut memonopoli bisnis beras.

Kontroversi berlanjut dengan adanya penolakan atas laporan keuangan tahun 2017 oleh pemegang saham dan dua komisaris perusahaan yaitu Hengky Koestanto dan Jaka Prasetya dalam Rapat Umum Pemegang Saham yang sempat menimbulkan kisruh, hingga membuat direktur utama perusahaan saat itu, Joko Mogoginta menyebut ini adalah tindakan pengambilalihan paksa atau hostile take-over. Penolakan laporan keuangan ini didasarkan pada beberapa angka di neraca aset dan liabilitas yang diduga digelembungkan oleh manajemen perusahaan, seperti pada pos piutang dan persediaan, serta adanya transaksi berelasi yang tidak diungkapkan dalam laporan keuangan perusahaan, yang kemudian diulas kembali oleh kantor Ernst & Young dan dilaporkan manajemen baru perusahaan kepada Bursa Efek Indonesia. Manajemen kemudian mengadukan tindakan ini kepada kepolisian dan menyeret Joko Mogoginta sebagai Direktur Utama saat itu dan Budhi Istanto Suwito sebagai direktur saat itu ke jeruji penjara.

Kekisruhan ini menyebabkan kinerja perusahaan menurun dan perusahaan gagal membayar obligasi dan sukuk yang diterbitkan, serta beberapa hutang bank. Kreditur perusahaan melakukan tindakan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dimana PKPU berakhir damai pada 2019 lalu.[19][20] Meski demikian, beberapa anak usaha Tiga Pilar, terutama divisi beras seperti Dunia Pangan, Jatisari Rejeki dan Sukses Abadi Karya Inti mengalami kepailitan sehingga perusahaan tidak mengonsolidasikan (menggabungkan) laporan keuangan divisi beras ke laporan keuangan terakhir mereka.

Saat ini, perusahaan masih terus melakukan upaya upaya perbaikan dan restrukturisasi bisnis, seperti berupaya untuk bisa mengendalikan Poly Meditra Indonesia, Patra Power Nusantara dan Tiga Pilar Sejahtera yang masih belum dapat dikendalikan oleh perusahaan.[21] Baru baru ini, mereka menggandeng investor baru yaitu FKS Group melalui Pangan Sejahtera Investama yang masuk melalui penerbitan saham baru (rights issue) dan dieksekusi pada 9 Maret 2020 lalu, dimana penerbitan saham baru ini senilai 32,77% saham yang ditempatkan dan disetor penuh dalam perusahaan. Dari penerbitan saham baru ini, perusahaan meraih dana segar sejumlah Rp 329,46 miliar. Akibat perubahan pengendali ini, PT TPS Food berpindah kepemilikan menjadi ke FKS,[10] dan sejak 25 Maret 2021 telah berganti nama menjadi PT FKS Food Sejahtera Tbk.[22]

Laporan keuangan perusahaan pada 2017 yang disajikan kembali, karena laporan keuangan sebelumnya yang tidak disetujui akibat tindakan penggelembungan oleh manajemen sebelumnya menyatakan penurunan aset sekitar 79% akibat penyisihan piutang tidak tertagih sejumlah Rp 4,3 triliun dan penyisihan investasi dari divisi beras yang dinyatakan pailit serta dekonsolidasi (pemisahan) sejumlah masing masing Rp 893 miliar dan Rp 628 miliar dan penyajian aset kembali karena belum bisa terkonsolidasinya semua perusahaan di grup Tiga Pilar Sejahtera.[23][24] Karena penurunan nilai aset dan penyisihan tersebut, perusahaan mencatatkan rugi bersih Rp 5,3 triliun, dengan pendapatan turun dari Rp 6,4 triliun menjadi Rp 1,95 triliun. Hal ini menyebabkan perusahaan mengalami defisiensi ekuitas sejumlah Rp 3,3 triliun dengan saldo rugi sejumlah Rp 5,48 triliun.

Manajemen

  • Komisaris Utama: Agung C. Kusumo
  • Komisaris: Hengky Koestanto
  • Komisaris: Jaka Prasetya
  • Komisaris: Grant Lutz
  • Komisaris Independen: Ito Sumardi
  • Komisaris Independen: Benny Wachjudi
  • Direktur Utama: Lim Aun Seng
  • Direktur: Charlie Dhungga
  • Direktur: Nanang Rismadi[25]

Referensi

  1. ^ "Klarifikasi Manajemen Beras Maknyuss Pasca Sidak Satgas Pangan". SWA.co.id. 2017-07-25. Diakses tanggal 2022-05-03. 
  2. ^ "Profil Emiten: PT FKS Food Sejahtera Tbk (IDX: AISA)". investasimu.com. (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-11-28. 
  3. ^ "Sejarah Berdirinya PT Tiga Pilar Sejahtera". text-id.123dok.com. Diakses tanggal 2022-05-03. 
  4. ^ a b LapTahunan AISA 2019
  5. ^ Liputan6.com (2002-10-27). "Mi Superior Menawarkan Kenikmatan yang Berbeda". Liputan6.com. Diakses tanggal 2022-05-03. 
  6. ^ Jangan Jadi Ikan Hebat di Akuarium
  7. ^ a b c d Nasib AISA, Ekspansi Gila-gilaan Selama Dua Dekade
  8. ^ a b Berambisi Jadi World Class Organization
  9. ^ Merk Mie Instan yang Hilang di Pasaran
  10. ^ a b c "SEJARAH – FKS Food Sejahtera". Diakses tanggal 2022-05-03. 
  11. ^ a b c Indonesia Business Weekly, Volume 3,Masalah 29-40
  12. ^ INIS newsletter: a quarterly journal of the Indonesian-Netherlands Cooperation in Islamic Studies, Masalah 12-15
  13. ^ Sejarah Perkembangan 1. Sejarah Perkembangan Mi Instan di Dunia
  14. ^ The Blue Revolution: Another Environmental Disaster in Indonesia
  15. ^ Sejarah dan Profil Singkat AISA (Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk / TPS Food)
  16. ^ JP/Asia Inti Selera to sell 45 percent of its shares
  17. ^ Lapkeu AISA Q3 2009
  18. ^ KOMPAS 100 Coporate Marketing Cases
  19. ^ PKPU Tiga Pilar (AISA) berakhir damai
  20. ^ Wareza, Monica. "Sengkarut Tiga Pilar Sejahtera, Cerita Dibalik Kisruh Bisnis". CNBC Indonesia. Diakses tanggal 2022-05-03. 
  21. ^ Prasetyo, Herry. Prasetyo, A.Herry, ed. "Upaya Tiga Pilar (AISA) Merebut Kendali Entitas Anak Mulai Membuahkan Hasil". Kontan.co.id. Diakses tanggal 2022-05-03. 
  22. ^ "Tiga Pilar Sejahtera Food (AISA) Ganti Nama FKS Food Sejahtera". www.emitennews.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-05-03. 
  23. ^ Laporan Keuangan Restatement Tiga Pilar Sejahtera Food 2017
  24. ^ Laporan Kepemilikan Saham Pangan Sejahtera Investama ke Bursa Efek Indonesia terkait rights issue Tiga Pilar Sejahtera Food
  25. ^ JAJARAN DIREKSI & DEWAN KOMISARIS

Pranala luar