Ki Ageng Pengging

tokoh yang namanya disebut dalam Babad Tanah Jawi
Revisi sejak 14 Februari 2023 12.22 oleh Arya-Bot (bicara | kontrib) (Kematian Ki Ageng Pengging: pembersihan kosmetika dasar)

Kyai Ageng Pengging (disebut juga Raden Kebo Kenanga) adalah tokoh yang namanya disebut dalam Babad Tanah Jawi dan beberapa naskah lain dengan kala waktu yang serupa. Sesuai dengan namanya, ia bertempat tinggal di Pengging (lokasi sekarang berada di Kecamatan Banyudono, Boyolali). Kyai Ageng Pengging terkait dengan Jaka Tingkir. Ia kelak dihukum mati oleh penguasa Kerajaan Demak (pada masa pemerintahan Raden Patah) karena dituduh memberontak.

Asal-Usul Ki Ageng Pengging

Kebo Kenongo (Ki Ageng Pengging). Kakaknya bernama Raden Kebo Kanigara (Ki Ageng Banyubiru/ Ki Ageng Purwoto Sidik) dan adiknya bernama Kebo Amiluhur (Ki Ageng Butuh). Ketiganya adalah putra pasangan Andayaningrat (Ki Ageng Pengging Sepuh / Sayyid Muhammad Kabungsuwan/ Jaka Bodo / Jaka Sengara) dan Retno Pembayun.[1] Ia diangkat menjadi bupati Pengging karena berjasa dalam menemukan Retno Pembayun, putri dari Brawijaya, Raja Majapahit (versi babad), yang diculik Menak Daliputih, Raja Blambangan, putra Menak Jingga. Jaka Sengara berhasil menemukan sang putri dan membunuh penculiknya.

Jaka Sengara kemudian menjadi Adipati/Raja Muda Pengging, bergelar Andayaningrat atau Ki Ageng Pengging I (versi lain menyebutnya Jayaningrat). Kedua putranya menempuh jalan hidup yang berbeda. Kebo Kanigara yang setia pada agama lama meninggal saat bertapa di puncak Gunung Merapi. Sedangkan Kebo Kenanga masuk Islam di bawah bimbingan Syekh Siti Jenar.

Kebo Kenanga Menjadi Ki Ageng Pengging II

Serat Kanda mengisahkan, Andayaningrat membela Majapahit saat berperang melawan Demak. Ia tewas di tangan Sunan Ngudung panglima pasukan Demak yang juga anggota Walisanga. Kebo Kenanga tidak ikut berperang karena takut menghadapi gurunya. Padahal, Syekh Siti Jenar sendiri tidak mendukung serangan Demak.

Kebo Kenanga kemudian menjadi penguasa Pengging menggantikan ayahnya.[1] Namun, ia tidak menjalani hidup mewah sebagaimana para bupati umumnya, melainkan hidup sebagai petani membaur dengan rakyatnya.

Menurut Serat Siti Jenar, Kebo Kenanga bertemu Syekh Siti Jenar sesudah menjadi penguasa Pengging. Dikisahkan keduanya berdiskusi tentang persamaan teoretis dalam agama Hindu, Buddha, dan Islam namun berbeda keyakinan.

Keluarga Ki Ageng Pengging

Ki Ageng Kebo Kenanga Pengging menikah dengan Nyai Ratu Mandoko putri dari Sunan Kalijogo. Dari perkawinan itu lahir seorang putra bernama Mas Karebet.

Saat Karebet dilahirkan, Ki Pengging sedang menggelar pertunjukan wayang yang didalangi kakak seperguruannya, yaitu Ki Ageng Tingkir. Sepulang mendalang, Ki Tingkir meninggal dunia. Kelak, sepeninggal Ki Ageng Pengging dan istrinya, Karebet diambil sebagai anak angkat Nyai Ageng Tingkir (janda Ki Ageng Tingkir), sehingga setelah dewasa, Karebet pun dijuluki sebagai Jaka Tingkir dan mendirikan Kerajaan Pajang. Pendirian Pajang adalah sebagai usaha Jaka Tingkir, yang telah berhasil memperistri puteri raja Trenggana, untuk memindahkan pusat pemerintahan dari Demak menuju pedalaman Jawa. Hal inilah yang memunculkan teori berpindahnya corak kerajaan maritim ke agraris. Secara politis juga untuk menjauhkan diri dari kemungkinan sengketa dengan keturunan Sekar Seda Lepen yang bernama Arya Penangsang.

Kematian Ki Ageng Pengging

Menurut Babad Tanah Jawi, Ki Ageng Pengging dicurigai Raden Patah hendak memberontak karena tidak mau menghadap ke Demak. Patih Wanapala (versi Serat Siti Jenar menyebut Patih Wanasalam) dikirim ke Pengging untuk menyampaikan teguran.

Waktu setahun berlalu dan Ki Ageng Pengging tetap menolak menghadap. Apalagi ia gencar mendakwahkan ajaran Syekh Siti Jenar yang dianggap sesat oleh pemerintah Demak. Sunan Kudus pun dikirim untuk menghukum mati Ki Ageng Pengging.[1]

Setelah melalui perjalanan panjang, rombongan Sunan Kudus akhirnya tiba di Pengging. Ki Pengging merelakan kematiannya daripada harus menghadap Raden Patah. Akhirnya, ia pun meninggal dunia setelah titik kelemahannya, yaitu ujung siku, ditusuk keris Sunan Kudus.

Menurut Serat Siti Jenar, Ki Ageng Pengging meninggal karena kemauannya sendiri. Sebelumnya, ia dikisahkan berhasil menyadarkan Sunan Kudus tentang ajaran Syekh Siti Jenar yang sebenarnya. Akhirnya, Ki Ageng Pengging meninggal dunia dengan caranya sendiri, bukan karena ditusuk Sunan Kudus.

Ada riwayat lain, bahwa Kebo Kenongo lari ke Surabaya dan sama sekali tidak mau menghadap ke Demak. Sehingga kemudian ada silsilah makamnya ada di Surabaya (Makam Ki Ageng Pengging)

Pada intinya, kematian Ki Ageng Pengging disebabkan karena penolakannya terhadap pemerintahan Demak. Ia adalah murid terbaik Syekh Siti Jenar, salah seorang wali yang mengajarkan kesederajatan manusia dan menolak basa-basi duniawi.

Referensi

  1. ^ a b c Nailufar, Nibras Nada, ed. (2021-05-27). "Kerajaan Pajang: Pendiri, Raja-raja, Kemunduran, dan Peninggalan". Kompas.com. Diakses tanggal 2021-05-29. 

Kepustakaan

  • Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
  • H. J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
  • Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius