Alur Laut Kepulauan Indonesia

Revisi sejak 8 September 2023 00.53 oleh 2400:9800:6e0:5acc:1:0:7aba:5bb4 (bicara) (→‎Pembagian ALKI: Penambahan konten pada ALKI 2 yaitu Laut Flores)

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) adalah Alur laut yang ditetapkan sebagai alur untuk pelaksanaan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan berdasarkan konvensi hukum laut internasional. Alur ini merupakan alur untuk pelayaran dan penerbangan yang dapat dimanfaatkan oleh kapal atau pesawat udara asing diatas laut tersebut untuk dilaksanakan pelayaran dan penerbangan damai dengan cara normal. Penetapan ALKI dimaksudkan agar pelayaran dan penerbangan internasional dapat terselenggara secara terus menerus, langsung dan secepat mungkin serta tidak terhalang oleh perairan dan ruang udara teritorial Indonesia. ALKI ditetapkan untuk menghubungkan dua perairan bebas, yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Semua kapal dan pesawat udara asing yang mau melintas ke utara atau ke selatan harus melalui ALKI.

Pembagian ALKI

Jalur pelayaran utama tersebut melintasi ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia), yang terdiri atas:

1. ALKI I melintasi Selat Sunda – Selat Karimata – Laut Natuna – Laut Cina Selatan.

2. ALKI II melintasi Selat Lombok – Selat Makassar – Laut Sulawesi - Laut Flores

3. ALKI III A melintasi Laut Sawu – Selat Ombai – Laut Banda – Laut Seram – Laut Maluku – Samudera Pasifik.

4. ALKI III B melintasi Laut Timor – Selat Leti – Laut Banda – Laut Seram – Laut Maluku – Samudera Pasifik.

5. ALKI III C melintasi Laut Arafuru – Laut Banda – Laut Seram – Laut Maluku – Samudera Pasifik.

6. ALKI III D melintasi Laut Sawu – Samudera Hindia.

7. ALKI III E melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai, Laut Sawu, Samudera Hindia.

SUmber : Peta Kepulauan Indonesia dan Sekitarnya. Kawasan Barat. Sekala 1 : 4.000.000. Sumber : PUSHIDROSAL . Pusat Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut. Hydrographic and Oceanographic Center, Indonesian Navy.2005


Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing Saat Melintasi ALKI

Setiap Kapal dan pesawat Udara Asing yang melintasi ALKI harus memenuhi ketentuan dibawah ini:[1]

  1. Kapal dan pesawat udara asing yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan harus melintas secepatnya melalui atau terbang di atas alur laut kepulauan dengan cara normal, semata-mata untuk melakukan transit yang terus-menerus, langsung, cepat, dan tidak terhalang.
  2. Kapal atau pesawat udara asing yang melaksanakan lintas alur laut kepulauan, selama melintas tidak boleh menyimpang lebih dari 25 (dua puluh lima) mil laut ke kedua sisi dari garis sumbu alur laut kepulauan, dengan ketentuan bahwa kapal dan pesawat udara tersebut tidak boleh berlayar atau terbang dekat ke pantai kurang dari 10 % (sepuluh per seratus) jarak antara titik-titik yang terdekat pada pulau-pulau yang berbatasan dengan alur laut kepulauan tersebut.
  3. Kapal dan pesawat udara asing sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh melakukan ancaman atau menggunakan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, atau kemerdekaan politik Republik Indonesia, atau dengan cara lain apapun yang melanggar asas-asas Hukum Internasional yang terdapat dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
  4. Kapal perang dan pesawat udara militer asing, sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan, tidak boleh melakukan latihan perang-perangan atau latihan menggunakan senjata macam apapun dengan mempergunakan amunisi.
  5. Kecuali dalam keadaan force majeure atau dalam hal musibah, pesawat udara yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh melakukan pendaratan di wilayah Indonesia.
  6. Semua kapal asing sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh berhenti atau berlabuh jangkar atau mondar-mandir, kecuali dalam hal force majeure atau dalam hal keadaan musibah atau memberikan pertolongan kepada orang atau kapal yang sedang dalam keadaan musibah.
  7. Kapal atau pesawat udara asing yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh melakukan siaran gelap atau melakukan gangguan terhadap sistem telekomunikasi dan tidak boleh melakukan komunikasi langsung dengan orang atau kelompok orang yang tidak berwenang dalam wilayah Indonesia.

Referensi

  1. ^ Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2002