Salman al-Farisi

sahabat Nabi Muhammad; orang Persia pertama yang memeluk Islam
Revisi sejak 27 September 2023 08.51 oleh Hanin Al Wafa (bicara | kontrib) (Kecil)

Salman al-Farisi (Persia:سلمان فارسی, Arab:سلمان الفارسي) adalah sahabat Nabi Muhammad yang berasal dari Desa Jayyun, Kota Isfahan, Persia pada tahun 568 M. Dikalangan sahabat lainnya ia dikenal dan dipanggil dengan nama Abu Abdullah.

Salman al-Farisi

Kemudian beliau mencari kebenaran islam hingga sampai di Madinah dan tinggal dimadinah bersama Nabi Muhammad sholalalhu alaihi wasallam. beliau meninggal pada tahun 35 H, atau 655 M.

Perjalanan untuk Masuk Islam

Sebagai seorang Persian, dia menganut agama Majusi, tetapi ia tidak merasa nyaman dengan agamanya. Suatu hari, Salman Al-Farisi diperintahkan oleh ayahnya untuk menjalankan satu tugas di satu tempat untuk mengantarkan barang atau menyampaikan pesan kepada seseorang.

Di tengah perjalanan, Beliau bertemu dengan orang-orang Nasrani yang sedang menjalankan ibadahnya. Kemudian, dia merasa, bahwa agama ini lebih menentramkan hatinya daripada agamanya dahulu. maka dia memeluk agama nasrani dan bertanya darimana agama ini berasal atau kepada siapa ia hendaknya belajar lebih dalam tentang agama Nasrani. dikatakan kepadanya bahwa pergila ke Siria, engkau akan menemukan seseorang yang bisa menjelaskan dengan lebih baik akan agama ini. lalu pergilah dia ke Siria menemui seorang pendeta, yang menjadi pimpinan pendeta Nasrani pada masa itu.Tetapi ia kecewa, karena pendeta itu bukan orang yang baik. Karena apa yang dikatakan para pendeta tentang kesederhanaan berbanding terbalik dengan kehidupan para pendeta yang bergelimang harta, hasil dari permintaan umat soal penebusan dosa.[1]

Lalu pendeta ini wafat, dan digantikan seorang pendeta baru yang baik budinya. Salman kemudian mengikuti pendeta tersebut sampai akan datang ajalnya, Beliau kemudian di arahkan untuk belajar ke pendeta lain di daerah Mosul irak. Dan perjalanan Salman Alfarisi masih belum menemui ujungnya, ia beralih ke pendeta satu ke pendeta yang lain di beberapa wilayah. hingga akhirnya sampailah dia pada pendeta yang masih murni, yaitu pendeta di daerah Amuria, Romawi. Beliau adalah pendeta yang masih memegang teguh agama Nasrani yang murni. Pendeta tersebut sebelum wafat, memberikan pesan kepada Salman AL Farisi:

"Anakku, tidak ada seorangpun yang kukenal serupa dengan kita keadaannya, dan dapat kupercayakan engkau kepadanya. tetapi sekarang telah dekat masa kebangkitan seorang Nabi yang mengikuti agama Ibrahim yang lurus. ia nanti akan hijrah kesuatu tempat yang ditumbuhi kurma dan terletak diantara dua bidang tanah berbatu hitam (Arab). seandainya kamu dapat pergi kesana, temuilah dia. Ia mempunyai tanda-tanda yang jelas dan gamblang. ia tidak mau makan sedekah, namun bersedia menerima hadiah, dan dipundaknya ada cap kenabian bila engkau melihatnya, engkau pasti mengenalinya."[2]

Kebetulan saat itu ada rombongan dari jazirah arab, Maka pergilah Salman Alfarisi bersama rombongan tersebut untuk menemui Nabi yang dijanjikan. namun sesampainya di Wadi Qura', sebuah lembah yang terletak di antara Madinah dan Syam, Beliau malah dijual kepada orang Yahudi. Dan beliau kemudian dibawa oleh orang Yahudi tersebut ke Madinah, yang ternyata ciri-ciri lokasinya sama dengan yang disebutkan oleh gurunya terdahulu.

Beliau tinggal bersama orang Yahudi itu dan ditugaskan merawat kebun kurma. Hingga akhirnya, Nabi yang beliau tunggu-tunggu telah hijrah ke Madinah. Maka beliau pun mencuri-curi waktu untuk menemui Nabi yang dijanjikan tersebut. Ketika akhirnya bisa bertemu dengan Rosulallah sholallahu alaihi wasallam, beliau kemudian melakukan sejumlah tes, untuk membuktikan benarkah dia seorang Nabi yang dijanjikan sebagaimana disampaikan oleh gurunya. Pertama, Beliau memberikan sedekah kepada Rosulallah sholallahu alaihi wasallam dan sahabatnya, maka Rosulallah sholallahu alaihi wasallam tidak mau memakannya, dan menyuruh sahabat-sahabatnya makan. kemudian Kedua, Beliau datang lagi dan kali ini memberikan hadiah kepada Rosulallah sholallahu alaihi wasallam dan para sahabat beliau. Kali ini baru Rosulallah sholallahu alaihi wasallam mau memakannya. Ketiga , beliau kemudian mengucapkan salam dan menyejajarkan tubuhnya didekat Rosulallah sholallahu alaihi wasallam, dan ternyata Rosulallah sholallahu alaihi wasallam tahu apa yang dicari oleh Salman, maka disingkapkanlah kain burdah yang menutupi leher dan pundak Nabi Muhammad sholallahu alaihi wasallam, maka tampaklah pada pundaknya tanda kenabian sebagaimana yang disampaikan oleh gurunya dahulu.

Maka ketiga tanda kenabian semua benar telah ada pada diri Nabi Muhammad sholallahu alaihi wasallam, akhirnya Salman Al Farisi pun menangis karena akhirnya ia telah sampai pada tujuan akhir dari perjalanannya dan akhirnya ia masuk kedalam agama Islam.[3]

Pencarian agamanya membawa hingga ke jazirah Arab dan akhirnya memeluk agama Islam. Dan sampai mati ia tetap memeluk Islam karena apa yang diucapkan Rosulullah berbanding lurus dengan perbuatan beliau.

Mengusulkan Membuat Parit

Salman al-Farisi pada ia mengawali hidupnya sebagai seorang bangsawan dari Persia, Ia menjadi pahlawan dengan ide membuat parit dalam upaya melindungi kota Madinah dalam pertempuran khandaq. Setelah meninggalnya Nabi Muhammad, ia dikirim untuk menjadi gubernur di daerah kelahirannya, hingga ia wafat.

Dari Persi datangnya pahlawan kali ini. Dan dari Persi pula Agama Islam nanti dianut oleh orang-orang Mu'min yang tidak sedikit jumlahnya, dari kalangan mereka muncul pribadi-pribadi istimewa yang tiada taranya, baik dalam bidang kedalaman ilmu pengetahuan dan ilmuan dan keagamaan, maupun keduniaan.

Dan memang, salah satu dari keistimewaan dan kebesaran al-Islam ialah, setiap ia memasuki suatu negeri dari negeri-negeri Allah, maka dengan keajaiban luar biasa dibangkitkannya setiap keahlian, digerakkannya segala kemampuan serta digalinya bakat-bakat terpendam dari warga dan penduduk negeri itu, dokter-dokter Islam, ahli-ahli astronomi Islam, ahli-ahli fiqih Islam, ahli-ahli ilmu pasti Islam dan penemu-penemu mutiara Islam.

Ternyata bahwa pentolan-pentolan itu berasal dari setiap penjuru dan muncul dari setiap bangsa, hingga masa-masa pertama perkembangan Islam penuh dengan tokoh-tokoh luar biasa dalam segala lapangan, baik cita maupun karsa, yang berlainan tanah air dan suku bangsanya, tetapi satu Agama. Dan perkembangan yang penuh berkah dari Agama ini telah lebih dulu dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahkan dia telah menerima janji yang benar dari Tuhannya Yang Maha Besar lagi Maha Mengetahui. Pada suatu hari diangkatlah baginya jarak pemisah dari tempat dan waktu, hingga disaksikannyalah dengan mata kepala panji-panji Islam berkibar di kota-kota di muka bumi, serta di istana dan mahligai-mahligai para penduduknya.

Salman radhiyallahu 'anhu sendiri turut menyaksikan hal tersebut, karena ia memang terlibat dan mempunyai hubungan erat dengan kejadian itu. Peristiwa itu terjadi waktu perang Khandaq, yaitu pada tahun kelima Hijrah. Beberapa orang pemuka Yahudi pergi ke Mekah menghasut orang-orang musyrik dan golongan-golongan kuffar agar bersekutu menghadapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan Kaum Muslimin, serta mereka berjanji akan memberikan bantuan dalam perang penentuan yang akan menumbangkan serta mencabut urat akar Agama baru ini.

Siasat dan taktik perang pun diaturlah secara licik, bahwa tentara Quraisy dan Ghathfan akan menyerang kota Madinah dari luar, sementara Bani Quraidlah (Yahudi) akan menyerang-nya dari dalam—yaitu dari belakang barisan Kaum Muslimin sehingga mereka akan terjepit dari dua arah, karenanya mereka akan hancur lumat dan hanya tinggal nama belaka.

Demikianlah pada suatu hari Kaum Muslimin tiba-tiba melihat datangnya pasukan tentara yang besar mendekati kota Madinah, membawa perbekalan banyak dan persenjataan lengkap untuk menghancurkan. Kaum Muslimin panik dan mereka bagaikan kehilangan akal melihat hal yang tidak diduga-duga itu. Keadaan mereka dilukiskan oleh al-Quran sebagai berikut:

Ketika mereka datang dari sebelah atas dan dari arah bawahmu, dan tatkala pandangan matamu telah berputar liar, seolah-olah hatimu telah naik sampai kerongkongan, dan kamu menaruh sangkaan yang bukan-bukan terhadap Allah. (Q.S. 33 al-Ahzab:l0)

24.000 orang prajurit di bawah pimpinan Abu Sufyan dan Uyainah bin Hishn menghampiri kota Madinah dengan maksud hendak mengepung dan melepaskan pukulan menentukan yang akan menghabisi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, Agama serta para shahabatnya.

Pasukan tentara ini tidak saja terdiri dari orang-orang Quraisy, tetapi juga dari berbagai kabilah atau suku yang menganggap Islam sebagai lawan yang membahayakan mereka. Dan peristiwa ini merupakan percobaan akhir dan menentukan dari pihak musuh-musuh Islam, baik dari perorangan, maupun dari suku dan golongan.

Kaum Muslimin menginsafi keadaan mereka yang gawat ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam-pun mengumpulkan para shahabatnya untuk bermusyawarah. Dan tentu saja mereka semua setuju untuk bertahan dan mengangkat senjata, tetapi apa yang harus mereka lakukan untuk bertahan itu?

Ketika itulah tampil seorang yang tinggi jangkung dan berambut lebat, seorang yang disayangi dan amat dihormati oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Itulah dia Salman al-Farisi radhiyallahu 'anhu!' Dari tempat ketinggian ia melayangkan pandang meninjau sekitar Madinah, dan sebagai telah dikenalnya juga didapatinya kota itu di lingkung gunung dan bukit-bukit batu yang tak ubah bagai benteng juga layaknya. Hanya di sana terdapat pula daerah terbuka, luas dan terbentang panjang, hingga dengan mudah akan dapat diserbu musuh untuk memasuki benteng pertahanan.

Di negerinya Persi, Salman radhiyallahu 'anhu telah mempunyai pengalaman luas tentang teknik dan sarana perang, begitu pun tentang siasat dan liku-likunya. Maka tampillah ia mengajukan suatu usul kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yaitu suatu rencana yang belum pernah dikenal oleh orang-orang Arab dalam peperangan mereka selama ini. Rencana itu berupa penggalian khandaq atau parit perlindungan sepanjang daerah terbuka keliling kota.

Dan hanya Allah yang lebih mengetahui apa yang akan dialami Kaum Muslimin dalam peperangan itu seandainya mereka tidak menggali parit atas usul Salman radhiyallahu 'anhu tersebut.

Ketika Quraisy menyaksikan parit terbentang di hadapannya, mereka merasa terpukul melihat hal yang tidak disangka-sangka itu, hingga tidak kurang sebulan lamanya kekuatan mereka bagai terpaku di kemah-kemah karena tidak berdaya menerobos kota.

Dan akhirnya pada suatu malam Allah Ta'ala mengirim angin topan yang menerbangkan kemah-kemah dan memporak-porandakan tentara mereka. Abu Sufyan pun menyerukan kepada anak buahnya agar kembali pulang ke kampung mereka ... dalam keadaan kecewa dan berputus asa serta menderita kekalahan pahit ...

Sewaktu menggali parit, Salman radhiyallahu 'anhu tidak ketinggalan bekerja bersama Kaum Muslimin yang sibuk menggali tanah. Juga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ikut membawa tembilang dan membelah batu. Kebetulan di tempat penggalian Salman radhiyallahu 'anhu bersama kawan-kawannya, tembilang mereka terbentur pada sebuah batu besar.

Salman radhiyallahu 'anhu seorang yang berperawakan kuat dan bertenaga besar. Sekali ayun dari lengannya yang kuat akan dapat membelah batu dan memecahnya menjadi pecahan-pecahan kecil. Tetapi menghadapi batu besar ini ia tak berdaya, sedang bantuan dari teman-temannya hanya menghasilkan kegagalan belaka.

Salman radhiyallahu 'anhu pergi mendapatkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan minta idzin mengalihkan jalur parit dari garis semula, untuk menghindari batu besar yang tak tergoyahkan itu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun pergi bersama Salman radhiyallahu 'anhu untuk melihat sendiri keadaan tempat dan batu besar tadi. Dan setelah menyaksikannya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meminta sebuah tembilang dan menyuruh para shahabat mundur dan menghindarkan diri dari pecahan-pecahan batu itu nanti....

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu membaca basmalah dan mengangkat kedua tangannya yang mulia yang sedang memegang erat tembilang itu, dan dengan sekuat tenaga dihunjamkannya ke batu besar itu. Kiranya batu itu terbelah dan dari celah belahannya yang besar keluar lambaian api yang tinggi dan menerangi. "Saya lihat lambaian api itu menerangi pinggiran kota Madinah", kata Salman radhiyallahu 'anhu, sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengucapkan takbir, sabdanya:

Allah Maha Besar! aku telah dikaruniai kunci-kunci istana negeri Persi, dan dari lambaian api tadi tampak olehku dengan nyata istana-istana kerajaan Hirah begitu pun kota-kota maharaja Persi dan bahwa ummatku akan menguasai semua itu.

Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengangkat tembilang itu kembali dan memukulkannya ke batu untuk kedua kalinya. Maka tampaklah seperti semula tadi. Pecahan batu besar itu menyemburkan lambaian api yang tinggi dan menerangi, sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertakbir sabdanya:

Allah Maha Besar! aku telah dikaruniai kunci-kunci negeri Romawi, dan tampak nyata olehku istana-istana merahnya, dan bahwa ummatku akan menguasainya.

Kemudian dipukulkannya untuk ketiga kali, dan batu besar itu pun menyerah pecah berderai, sementara sinar yang terpancar daripadanya amat nyala dan terang temarang. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun mengucapkan la ilaha illallah diikuti dengan gemuruh oleh kaum Muslimin. Lalu diceritakanlah oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwa dia sekarang melihat istana-istana dan mahligai-mahligai di Syria maupun Shan'a, begitu pun di daerah-daerah lain yang suatu ketika nanti akan berada di bawah naungan bendera Allah yang berkibar. Maka dengan keimanan penuh Kaum Muslimin pun serentak berseru: Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya ..

Pranal luar


  1. ^ "Salman Al Farisi, Sahabat dari negeri Persia". 
  2. ^ Muhammad KHalid, KHalid (Rabiul AKhir 1439 H). Biografi 60 Sahabat Nabi. Jakarta Timur: Ummul Qura. hlm. 52–53. ISBN 9786029896886. 
  3. ^ Muhammad KHalid, Khalid (Robiul Awal 1439 H). Biografi 60 Sahabat Nabi. Jakarta Timur: UMMUL QURA. hlm. 53–55. ISBN 9786029896886.