Hamid Bahasyim bin Abbas Bahasyim
Hamid Bahasyim bin Abbas Bahasyim atau yang lebih dikenal sebagai Habib Hamid Bahasyim, atau Habib Basirih adalah seorang ulama Banjar yang merupakan dzuriat Rasulullah SAW dan seorang wali Allah yang majdzub dan masyhur. Habib Hamid Bahasyim diketahui hidup di era kolonial Belanda dan berlanjut pada masa pendudukan Jepang di Banjarmasin.[1]
Sejarah Hidup
Hamid Bahasyim diperkirakan lahir di tahun 1860-an. Belum ada informasi pasti mengenai tanggal kelahiran sebenarnya dari Habib Hamid. Dia meninggal pada tanggal 18 Jumadil Awwal 1949 di usia yang lebih dari 90 tahun.
Ayahnya, Abbas Bahasyim, adalah seorang yang taat beragama dan sangat mematuhi amalan-amalan sunah. Keluarganya sangat religius dan memiliki pengaruh besar terhadap pembentukan jiwa dan pertumbuhan Habib Hamid. Sejak kecil, dia telah dikelilingi oleh lingkungan keislaman yang kuat.
Di masa mudanya, Habib Hamid belajar agama Islam di Mekkah Al-Mukarramah, Saudi Arabia. Dia belajar dari ulama terkemuka dan berpengalaman. Selama studinya di sana, dia memiliki hubungan yang erat dengan ulama besar Surgi Mufti, yang kuburannya terletak di Sungai Jingah Banjarmasin.
Setelah kembali dari tanah suci, Habib Hamid aktif terlibat dalam masyarakat. Dia memandu dan membimbing umat menuju jalan kebenaran, untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Selain menjadi seorang ulama, dia juga berperan sebagai muballigh dan mengadakan pengajian di masyarakat. Materi yang diajarkan meliputi ilmu-ilmu penting dalam Islam seperti tauhid, fikih, dan tasawuf.[2]
Setelah mencapai usia 50 tahun, Habib Hamid lebih fokus pada perenungan diri dan khalwat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dia menggali lebih dalam ilmu tasawuf dan melakukan berbagai riyadhah tarekat guna mencapai ma’rifatullah.
Habib Hamid memiliki tiga anak dari pernikahannya dengan Gusti Hj. Hamidah: Syarifah Ruhayah, Habib Hasan, dan Syarifah Maryam.
Meskipun telah meninggal, warisan ilmu dan akhlak mulia dari Habib Hamid tetap dapat diteruskan. Keberpihakannya pada ajaran agama, ketekunan dalam berzikir, pengajaran kebenaran akidah, serta pemantapan moral umat merupakan inti dari aktivitasnya dalam memperjuangkan Islam. Dia memberikan contoh nyata dalam berdakwah dan menjadi teladan bagi orang lain dengan mengamalkan ajaran yang dia sampaikan kepada umat sebelum menuntut mereka melakukannya.[3]
Karomah
Habib Basirih dikenal masyarakat sebagai ulama kharismatik karena memiliki kelebihan atau kemampuan manusia pada biasanya. Dalam sebuah kisah, disampaikan bahwa Habib Hamid pernah memindahkan air dari satu lokasi ke lokasi lain menggunakan gayung. Orang-orang menganggap tindakan tersebut sebagai sesuatu yang tidak berarti. Namun, sebenarnya, tindakan tersebut merupakan cara Habib Hamid untuk menyelamatkan kapal penumpang yang hampir tenggelam di lautan yang luas. Pada akhirnya, seseorang datang ke rumahnya dan mengucapkan terima kasih atas pertolongan Habib Basirih saat kapal mereka hampir mengalami bencana di tengah laut. [3]
Sementara dalam kisah lain juga diceritakan bahwa dia pernah menghidupkan bangkai hewan kambing yang sudah membusuk untuk hidup kembali. Dia juga pernah menyeberang sungai Basirih untuk mengunjungi keponakannya, yaitu Habib Batilantang hanya dengan menggunakan tanggui (penutup kepala khas Banjar). [4]
Referensi
- ^ Mansyur, Mursalin. "Habib Basirih dan Surgi Mufti" (PDF). Buku Syiar Islam: 8–9.
- ^ Amalia, Sari Rahmawati (2022-03-23). "BIOGRAFI HABIB HAMID BIN ABBAS BAHASYIM (1856-1949) KEBERADAAN DAN PERAN DALAM SYIAR ISLAM DI KELURAHAN BASIRIH KECAMATAN BANJARMASIN BARAT KOTA BANJARMASIN".
- ^ a b DIA, Yayasan (2019-02-06). "Biografi Habib Hamid bin Abbas Bahasyim". Biografi Habib Hamid bin Abbas Bahasyim (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-11-29.
- ^ Risa; Studio, Aldiskatel (2022-12-13). "Mengenal 7 Karomah Habib Basirih yang Masyhur di Masyarakat Banjar". Kanal Kalimantan. Diakses tanggal 2023-11-29.