Makam sentot ali basyah

Makam Sentot Ali Basyah di bangun secara istimewa karena beliau termasuk tokoh yang di segani oleh masyarakat Bengkulu

bangunan makam Sentot Ali Basyah Bangunan Makam Sentot Alibasyah terletak di kompleks pemakaman umum yang kelilingi pagar tembok dan berpintu besi.

Gapura pintu gerbang berbentuk kerucut dan di dalamnya terdapat bangunan beratap (Cungkup) yang diatasnya dihiasi dengan pilar seperti pintu gerbang.

Terdapat ruang terbuka untuk peziarah. Untuk masuk ke cungkup harus melalui pintu gerbang utama yang memiliki anak tangga dan terdapat sisi tangga.

Bangunan cungkup berbentuk seperti 'Tabut'. Istilah Tabut berasal dari kata Arab yang secara harfiah berarti kotak kayu atau peti. Tradisi Tabut dibawa oleh para pekerja, asal Madras-Bengali bagian selatan dari India yang membangun benteng Marlborough di Bengkulu.

Bentuk bangunan Tabut ini adalah suatu bangunan bertingkat-tingkat sepdengan lebar lantai dasar 1,5-3 meter dengan ketinggian 5-12 meter.

Satu lagi tribunners, makamnya berlokasi di pinggir jalan tanpa tersedia parkiran. Sehingga kamu harus parkir di bahu jalan jika ingin mengunjunginya.

Kondisinya cukup bersih meski kurang terawat mengingat makam tergabung dengan komplek Tempat Pemakaman Umum (TPU).

Untuk mengenaliya, di atas nisan makan tertulis KPH Alibascha Sentot Abdul Mustapa Prawirodirjo’, wafat 17 April 1885.

Siapa Sentot Alibasyah?

Keberhasilan Pangeran Diponegoro dalam perang Jawa atau lebih dikenal dengan perang Diponegoro tak lepas dari pasukan yang dipimpin oleh Sentot Alibasyah Mushtofa Prawirodirjo.

Dimana saat itu, Sentot Alibasyah yang memegang kendali pasukan pelopor yang dibentuk Diponegoro.

Sentot Alibasyah ini merupakan buyut Sri Sultan Hamengkubuwono pertama, yang dipercaya memegang komando sebanyak 250 orang pasukan pelopor atau lebih dikenal dengan nama 'Pasukan Pinilih'.

Tak tanggung-tanggung bersama pasukannya, keberanian dan kehebatan strategi perang Sentot Alibasyah diakui oleh Belanda.

Hal tersebut tertulis dalam buku 'De Java Oorlog Van 1825-1830' dan ditulis E.S Klerek (1905) yang menyebutkan bahwa strategi perang Sentot dalam melakukan manuver yang sangat mencengangkan pihak Belanda.

Terlebih lagi, ketika pecah perang Diponegoro atau perang Jawa (1825), Sentot Alibasyah yang masih berusia 17 tahun dan bergabung dengan pasukan Pangeran Diponegoro.