Nilam

Tanaman semak penghasil minyak atsiri
Nilam
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
(tanpa takson):
(tanpa takson):
(tanpa takson):
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
P. cablin
Nama binomial
Pogostemon cablin
Sinonim
  • patchouli
  • patchouly
  • pachouli

Nilam (Pogostemon cablin Benth.) adalah suatu semak tropis penghasil sejenis minyak asiri yang dinamakan sama (minyak nilam). Tanaman ini umum dimanfaatkan bagian daunnya untuk diekstraksi minyaknya,[1] dan diolah menjadi parfum, bahan dupa, minyak asiri, antiserangga,[2] dan digunakan pada industri kosmetik.[3] Dalam perdagangan internasional, minyak nilam dikenal sebagai minyak patchouli (dari bahasa Tamil patchai (hijau) dan ellai (daun), karena minyaknya disuling dari daun). Aroma minyak nilam dikenal 'berat' dan 'kuat' dan telah berabad-abad digunakan sebagai wangi-wangian (parfum) dan bahan dupa atau setanggi pada tradisi timur. Harga jual minyak nilam termasuk yang tertinggi apabila dibandingkan dengan minyak asiri lainnya.

Tumbuhan nilam berupa semak yang bisa mencapai satu meter. Tumbuhan ini menyukai suasana teduh, hangat, dan lembap. Mudah layu jika terkena sinar matahari langsung atau kekurangan air. Bunganya menyebarkan bau wangi yang kuat. Bijinya kecil. Perbanyakan biasanya dilakukan secara vegetatif.

Tanaman nilam di Indonesia

Di Indonesia, tanaman nilam memiliki beberapa varietas utama, di antaranya varietas Sidikalang (P. cablin, Benth), Lhokseumawe (P. heyneanus, Benth), dan Tapaktuan (P. hortensis, backer). Tiap varietas ini memiliki kadar PA yang berbeda-beda.[4] Namun, sampai saat ini varietas sidikalang lebih banyak dikultivasi karena kandungan minyaknya paling tinggi dan kualitasnya paling baik. Di sisi lain, terdapat varietas nilam jawa yang secara morfologi daunnya berbeda, tetapi lebih toleran terhadap serangan bakter yang menyebabkan daun layu dan serangan nematoda, akibat kandungan fenol dan lignin yang tinggi.[4]

Penanaman nilam

Untuk mendapatkan tanaman nilam dengan kualitas baik, diketahui bahwa jenis tanah yang cocok untuk ditanam adalah tanah regosol, latosol merah, atau/dan aluvial. Budi daya tanaman nilam dapat dilakukan dengan cara vegetatif (kultur jaringan atau stek). Selain itu, musim yang cocok untuk menanam nilam adalah awal musim hujan dan waktu panen terbaik adalah setiap 4 (empat) bulan saat umur tanaman mencapai 6 (enam) bulan.[4]

Pada tahun 2012, tercatat bahwa produksi nilam di Indonesia mencapai 3.000 ton dengan luas lahan sekitar 25.000 hektar. Jumlah produksi tersebut dinilai cukup rendah dan stagnan karena tidak ada peningkatan signifikan meskipun sudah dilakukan perluasan lahan untuk perkebunan tanaman ini. Jumlah produksi yang rendah ini pula diperkirakan disebabkan oleh 3 tiga hal, yakni penurunan tingkat kesuburan tanah, serangan penyakit, dan fluktuasi harga dan kurangnya perawatan.[5]

Minyak nilam

Minyak nilam tergolong dalam minyak asiri dengan komponen utamanya adalah patchoulol. Daun dan bunga nilam mengandung minyak ini, tetapi orang biasanya mendapatkan minyak nilam dari penyulingan uap terhadap daun keringnya (seperti pada minyak cengkih). Di Indonesia minyak nilam juga disuling dari kerabat dekat nilam yang asli dari Indonesia, nilam jawa (Pogostemon heyneani) yang memiliki kualitas lebih rendah.

Minyak nilam yang baik umumnya memiliki kadar PA di atas 30%, berwarna kuning jernih, dan memiliki wangi yang khas dan sulit dihilangkan. Minyak nilam jenis ini didapat dengan menggunakan teknik penyulingan uap kering yang dihasilkan mesin penghasil uap (boiler) yang diteruskan ke dalam tangki reaksi (autoklaf) selanjutnya uap akan menembus bahan baku nilam kering dan uap yang ditimbulkan diteruskan ke bagian pemisahan untuk dilakukan pemisahan uap air dengan uap minyak nilam dengan sistem penyulingan. Minyak nilam yang baik dihasilkan dari tabung reaksi dan peralatan penyulingan yang terbuat dari baja tahan karat (stainless steel) dan peralatan tersebut hanya digunakan untuk menyuling nilam saja (tidak boleh berganti-ganti dengan bahan baku lain).

Karena sifat aromanya yang kuat, minyak ini banyak digunakan dalam industri parfum. Sepertiga dari produk parfum dunia memakai minyak ini, termasuk lebih dari separuh parfum untuk pria. Minyak ini juga digunakan sebagai pewangi kertas tisu, campuran deterjen pencuci pakaian, dan pewangi ruangan. Fungsi yang lebih tradisional adalah sebagai bahan utama setanggi dan pengusir serangga perusak pakaian.

Aroma minyak nilam dianggap 'mewah' menurut persepsi orang Eropa, tetapi orang sepakat bahwa aromanya bersifat menenangkan.

Cara terbaik yang dilakukan untuk mendapatkan minyak dari nilam adalah melakukan penyulingan terhadap daunnya.[4] Metode penyulingan dapat meningkatkan produksi minyak tanaman ini, dengan metode penyulingan menggunakan ketel uap modern menghasilkan 2–5 kali lebih banyak minyak dibandingkan dengan cara tradisional.[6] Selain itu, secara tradisional, untuk mendapatkan persentase kadar minyak optimum pada hasil penyulingan, proses yang dilakukan adalah dengan menjemur daun selama 6 (enam) jam dan dilayukan selama 9 (sembilan) hari.[7]

Produksi nilam di Jawa Barat

Di Jawa Barat, perkebunan nilam tersebar di berbagai kabupaten dan kota, di antaranya Bandung Barat, Garut, Kuningan, Majalengka, Subang, Sumedang, dan Tasikmalaya. Wilayah dengan luas lahan dan produksi paling besar adalah di Kabupaten Garut. Salah satu desa pemasok tanaman nilam, Desa Jatiwangi, memiliki sekitar 30 petani dengan rentang usia dan status kepemilikan wilayah kebunan yang berbeda-beda.[7] Meskipun desa ini sudah menjadi pemasok tanaman nilam, belum diketahui bedanya proses pengolahan lebih lanjut terhadap tanaman ini setelah dipanen, karena diketahui tidak tersedia koperasi unit desa (KUD) di Desa Jatiwangi atau layanan lainnya dari pemerintah yang memfasilitasi proses hilirnya, seperti penyulingan minyak nilam.[7]

Pengolahan minyak nilam

Di Indonesia, pengolahan minyak nilam sebagai produk primer telah distandardisasi oleh Badan Standar Nasional (BSN) dengan mengeluarkan dokumen Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan nomoor SNI 06-2385-2006. Berdasarkan dokumen tersebut, minyak nilam merupakan minyak atsiri yang diperoleh dengan cara penyulingan daun tanaman nilam Pogostemon cablin Benth dengan syarat mutu sebagai berikut.[8]

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan
1 Warna - kuning muda-coklat kemerahan
2 Bobot jenis 25 °C/25 °C - 0,950-0,975
3 Indeks Bias (nD20) - 1,507-1,515
4 kelarutan dalam etanol 90% pada suhu 20 °C±3 °C - Larutan jerning atau opalesensi ringan dalma perbandingan volume 1:10
5 Bilangan asam - Maks. 8
6 Bilangan ester - Maks. 20
7 Putaran optik - -48° - -65°
8 Patchouli alcohol (C15H26O) % Min 30
9 Apha copaene (C15H24) % Maks. 0,5
10 Kandungan besi (Fe) mg/kg Maks. 25

Selain standar nasional, minyak nilam juga telah diketahui memiliki standar internasional, yang syarat-syaratnya tertuang pada dokumen ISO 3757:2002 sebagai berikut.[9]

No. Jenis pengujian Persyaratan
1. Appearance Liquid of variable viscosity
2. Warna yellow to reddish brown
.3. Odour Leafy, humic, clinging
4. Relative density at 20 °C 0,952-0,975
5. Refractive Index at 20 °C 1,505-1,515

Kajian metabolomik nilam

Sampai saat ini, kajian metabolomik terhadap tanaman nilam masih terbatas pada diketahuinya metabolit sekunder yang dominan diproduksi, salah satunya yakni senyawa patchouli alcohol (PA). PA merupakan metabolit sekunder yang diketahui menjadi senyawa aktif pada minyak nilam, Senyawa ini diketahui memiliki aktivitas antiinflamasi, anti-gastric ulcer, dan immune modulation. Saat ini, senyawa PA terbukti menjadi senyawa yang potensial untuk menyembuhkan penyakit ulcerative colitis (UC), yakni penyakit radang pencernaan yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti lemahnya respon imun. Radang yang terjadi pada pencernaan merupakan akibat dari rusaknya jaringan epitel usus yang terjadi karena adanya sekresi sitokin yang menstimulasi respon inflamatori. Pemberian PA pada hewan percobaan mencit yang disengaja menderita penyakit UC menunjukkan adanya aktivitas pencegahan penurunan berat badan dan menekan katabolisme triptofan[10]

Referensi

  1. ^ M Faizal. (2015). Pengaruh Pemberian Streptomycin Sulfate Dan Corynebacterium Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Nilam Di Daerah Endemik Penyakit Layu Dan Budog (Repository, Institut Pertanian Bogor). Retrieved from repository.ump.ac.id
  2. ^ Trongtokit, Yuwadee; Rongsriyam, Yupha; Komalamisra, Nerumon; Apiwathnasorn, Chamnarn (2005). "Comparative repellency of 38 essential oils against mosquito bites". Phytotherapy Research. 19 (4): 303–309. doi:10.1002/ptr.1637. 
  3. ^ "Nilam; Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat". work 3X. Diarsipkan dari versi asli (Website) tanggal 2020-08-08. Diakses tanggal 2020-07-03. 
  4. ^ a b c d Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur. (2013). Budidaya Tanaman Nilam. Retrieved from disbun.jatimprov.go.id Diarsipkan 2019-07-12 di Wayback Machine.
  5. ^ Setiawan and Rosihan, R. 2013. Produktivitas Nilam Nasional Semakin Menurun. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri.19 (3).
  6. ^ Ramayana and Widyawati. (2013). Pengaruh Kinerja Alat Suling dan Kesesuaian Lahan terhadap Produksi Minyak Nilam di Kabupaten Aceh Jaya. Agrisep. 14 (2): 21-27
  7. ^ a b c Wulansari, N. I. (2005). Analisis Kelayakan Ekonomi Usahatani Nilam (Pogostemon sp.) (Repository, Institut Pertanian Bogor). Retrieved from repository.ipb.ac.id
  8. ^ Standar Nasional Indonesia. (2002). Minyak Nilam. Badan Standar Nasional.
  9. ^ ISO. (2002, November 1). International Standard of Oil of patchouli [Pogostemon cablin (Blanco) Benth.]. Retrieved from www.evs.ee[pranala nonaktif permanen]
  10. ^ Qu, C., Yuan, Z.-W., Yu, X.-T., Huang, Y.-F., Yang, G.-H., Chen, J.-N., … Zhang, X.-J. (2017). Patchouli Alcohol Ameliorates Dextran Sodium Sulfate-Induced Experimental Colitis and Suppresses Tryptophan Catabolism. Pharmacological Research, 121, 70–82. doi.org