Songkok
Songkok merupakan topi tradisional masyarakat Nusantara yang telah ada sejak zaman kerajan Majapahit secara estafet hingga menjadi peci songkok nasional seperti saat ini. sebutan lainnya adalah kuluk, kupluk, ketu.
Jenis | Topi tradisional |
---|---|
Tempat asal | Nusantara |
Pemanufaktur | Suku Jawa |
Sejarah
Awalnya disebut ketopong songkok sebuah topi mahkota beludru dihiasi orenamen emas yang merupakan mahkota Raja Majapahit, kemudian turut digunakan oleh raja-raja Jawa yang disebut kuluk Jawa, topi mahkota tetap digunakan pada kesultanan Demak, Kesultanan Mataram Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Kadipaten Pakualam, Kadipaten Mangkunegaran hingga digunakan oleh bupati-bupati Jawa Madura pada era Kolonial belanda.
Hingga pada ada seorang bangsawan dari Ponorogo yang melepas gelar bangsawannya, ialah Hos Tjokroaminoto yang kemudian menjadi Sarekat Islam. Menurutnya sudah waktunya merdeka dan tidak tunduk kepada Kolonial maupun budaya Feodalisme sehingga memodifikasi topi bangsawan Kuluk Jawa menjadi lebih pendek tanpa ada hiasan warna emas sehingga dapat digunakan oleh masyarakat biasa, terutama anggota Sarekat Silam yang tersebar diseluruh Nusantara, topi hasil modifikasi Hos Tjokroaminoto disebut dengan Kupluk, maka dari itu mendapat julukan dari kolonial Belana sebagai De Ongekroonde Van Java yang berarti Raja Jawa Tanpa Mahkota.[1][2] [1]
Untuk memenuhi kebutuhan permintaan topi Songkok untuk anggota Sarekat Islam, Mak Hos Tjokroaminoto mengerahkan Sarekat Islam Afdeling Gresik untuk memproduksi Topi Songkok, hingga sat ini dikenal sebagai industri Songkok terbesar di dunia.[3]
Lihat juga
- Kopiah – penutup kepala khas Arab asal Kufah
- Kopiah Palestina – jenis kopiah khas Palestina
- Kipah – jenis kopiah khas Yahudi
- Peci – penutup kepala khas Moroko asal kota Fez
Referensi
- ^ khazanah, khazanah (21 desember 2020). "Asal Usul Peci, Perlu Kamu Ketahui". Barisan. Diakses tanggal 10/01/2024.
Tautan eksternal