Kecamatan
Artikel ini adalah bagian dari seri |
Pembagian administratif Indonesia |
---|
Penataan daerah |
Pada tingkat ketiga, Indonesia terbagi atas kecamatan, atau yang disebut dengan nama lain bila diatur khusus oleh peraturan daerah setempat. Kecamatan merupakan wilayah administratif yang merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah kabupaten/kota. Kecamatan dipimpin oleh seorang camat, yang diangkat dari kalangan pegawai negeri sipil oleh bupati/wali kota setempat dan bertanggung jawab kepada bupati/wali kota tersebut melalui sekretaris daerah kabupaten/kota.[1]
Pada beberapa kasus di Indonesia, ada kecamatan yang seakan-akan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibanding kecamatan-kecamatan di sekitarnya. Kecmatan tersebut menjadi pusat ekonomi, budaya, dan sejarah di dalam wilayah kabupaten tersebut. Contohnya adalah Kecamatan Jonggol pada wilayah Kabupaten Bogor bagian timur.
Pada provinsi-provinsi di wilayah Pulau Papua, daerah ini disebut distrik. Sementara di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, daerah ini disebut kapanewon (bila berada dalam daerah kabupaten) atau kemantren (bila berada dalam daerah kota).
Sejarah
Kecamatan adalah bagian wilayah dari daerah kabupaten atau kota yang dipimpin oleh camat. Kecamatan diatur sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa "Kecamatan atau yang disebut dengan nama lain adalah bagian wilayah dari Daerah kabupaten/kota yang dipimpin oleh camat."[2]
Pada pasal selanjutnya dinyatakan bahwa:
- Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah provinsi dan Daerah provinsi itu dibagi atas Daerah kabupaten dan kota.[3]
- Daerah kabupaten/kota dibagi atas Kecamatan dan Kecamatan dibagi atas kelurahan dan/atau Desa.[4]
Berdasarkan uraian tersebut di atas, pengertian kecamatan memiliki konteks 'kewilayahan'.
Kecamatan juga dipandang sebagai Perangkat Daerah dari Kabupaten/Kota (Perangkat Daerah adalah unsur pembantu kepala daerah dan DPRD dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah[5]), berdasarkan ketentuan Pasal 209 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pememerintahan Daerah yang menyatakan bahwa:
Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas:
b. Sekretariat DPRD;
c. Inspektorat;
d. Dinas;
e. Badan; dan
f. Kecamatan.[6]
Jadi berdasarkan uraian-uraian tersebut, dapat dipahami bahwa dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia posisi Kecamatan berkedudukan sebagai perangkat daerah kabupaten/kota sekaligus penyelenggara pemerintahan umum[7] (lihat pengertian wilayah administratif pada pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pememerintahan Daerah). Sebagai perangkat daerah, Camat melaksanakan sebagian kewenangan Bupati/Wali Kota yang dilimpahkan dan sebagai penyelenggara pemerintahan umum, Camat secara berjenjang melaksanakan tugas Pemerintah Pusat di Wilayah Kecamatan.[7]
Tugas pokok dan fungsi Kecamatan
- Kecamatan mempunyai tugas melaksanakan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik dan pemberdayaan masyarakat desa.
- Penyelenggaraan urusan pemerintahan umum
- Mengkomunikasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat
- Mengkomunikasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum
- Mengkomunikasikan penerapan dan penegakan peraturan wilayah provinsi, Gubernur dan peraturan bupati
- Mengkomunikasikan pemeliharaan prasarana dan sarana pelayanan umum
- Mengkomunikasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintah yang dilakukan oleh perangkat daerah di tingkat kecamatan
- Melaksanakan urusan pemerintah dan pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan desa
- Melaksanakan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah yang tidak dilaksanakan oleh unit kerja pemerintahan daerah yang ada di kecamatan
- Pelaksanaan tugas lain yang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan
- Pelaksanaan tugas yang dilaksanakan oleh Bupati untuk melaksanakan sebagai urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah[8][9].
Jenis layanan yang dilakukan di Kecamatan
Berikut ini beberapa pelayanan administrasi terpadu kecamatan yang umum dilakukan :
- Pelayanan perizinan yaitu pengesahan dari pejabat setempat. Salah satunya ialah Penerbitan izin usaha mikro kecil atau IUMK.
- Pelayanan non perizinan:
- Bidang keamanan dan ketertiban
- Rekomendasi atau pengesahan surat pengantar permohonan surat keterangan catatan kepolisian atau SKCK yang sudah disahkan oleh desa.
- Pengesahan rekomendasi surat pengantar izin keramaian atau penutupan jalan.
- Rekomendasi atau pengesahan surat keterangan domisili seseorang, organisasi, atau lembaga.
- Bidang Umum:
- Rekomendasi atau pengesahan surat keterangan untuk mendapatkan pembayaran tunjangan keluarga atau KP4.
- Legalisasi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK).
- Rekomendasi atau surat permohonan administrasi kependudukan.
- Rekomendasi atau pengesahan proposal perorangan maupun kelompok.
- Rekomendasi atau pengesahaan pembelian BBM berubsidi bagi pengecer, nelaya, maupun Isdustri.
- Pengesahan SPPT atau Surat Pemberitahuan Pajak Terutang.
- Rekomendasi atau pengesahaan surat pernyataan penghasilan.
- Bidang sosial kemasyarakatan:
- Rekomendasi atau pengesahaan surat keterangan miskin.
- Pembuatan atau pengesahaan surat keterangan dispensasi menikah.
- Rekomendasi atau pengesahaan surat permohonan perceraian.
- Rekomendasi atau pengesahaan surat pernyataan belum mengikat untuk segala kebutuhan.
- Rekomendasi atau pernyataan surat numpang nikah untuk dibawa ke KUA.
- Bidang perizinan tertentu:
- Rekomendasi atau pengesahan form permohonan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup atau SPPL.
- Pengesahaan atau rekomendasi form permohonan izin gangguan baru atau pergantian maupun perubahan.
- Rekomendasi atau pengesahan surat permohonan izin eksplorasi air tanah.
- Pengesahaan dan atau rekomendasi permohonan izin pemakaian atau pengusahaan air tanah dari sumur gali, sumur bor, maupun mata air atau izin tambang. (5) Penerbitan usaha UMKM[butuh rujukan]
- Bidang keamanan dan ketertiban
Urusan Pemerintahan Umum
Urusan pemerintahan umum adalah Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.[10] Urusan ini diklasifikasikan meliputi:
- Pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka memantapkan pengamalan Pancasila, pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pelestarian Bhinneka Tunggal Ika serta pemertahanan dan pemeliharaan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- Pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa;
- Pembinaan kerukunan antarsuku dan intrasuku, umat beragama, ras, dan golongan lainnya guna mewujudkan stabilitas kemanan lokal, regional, dan nasional;
- Penanganan konflik sosial sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Koordinasi pelaksanaan tugas antarinstansi pemerintahan yang ada di wilayah Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dengan memperhatikan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan, potensi serta keanekaragaman Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Pengembangan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila; dan
- Pelaksanaan semua Urusan Pemerintahan yang bukan merupakan kewenangan Daerah dan tidak dilaksanakan oleh Instansi Vertikal.[11]
Urusan pemerintahan umum dimaksud dilaksanakan oleh gubernur dan bupati/wali kota di wilayah kerja masing-masing. Untuk melaksanakan urusan pemerintahan umum, gubernur dan bupati/wali kota dibantu oleh Instansi Vertikal (Instansi Vertikal adalah perangkat kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian yang mengurus Urusan Pemerintahan yang tidak diserahkan kepada daerah otonom dalam wilayah tertentu dalam rangka Dekonsentrasi[12]). Dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum, gubernur bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri dan bupati/wali kota bertanggung jawab kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Gubernur dan bupati/wali kota dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum dibiayai dari APBN. Bupati/wali kota dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum pada tingkat Kecamatan melimpahkan pelaksanaannya kepada camat.[13]
Tujuan pembentukan
Untuk mengetahui maksud dibentuknya Kecamatan dalam sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dapat dipahami melalui ketentuan Pasal 221 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan bahwa: "Daerah kabupaten/kota membentuk Kecamatan dalam rangka meningkatkan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat Desa/kelurahan[14]".
Definisi
UU Nomor 5 Tahun 1974
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah tidak ditemukan pendefinisan istilah kecamatan secara langsung, namun pada Pasal 72 diatur hal sebagai berikut:
(1) Dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi, Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi dalam Wilayah-wilayah Propinsi dan Ibu kota Negara.
(2) Wilayah Propinsi dibagi dalam Wilayah-wilayah Kabupaten dan Kotamadya.
(3) Wilayah Kabupaten dan Kotamadya dibagi dalam Wilayah-wilayah Kecamatan.
(4) Apabila dipandang perlu sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya, dalam Wilayah Kabupaten dapat dibentuk Kota Administratif yang pengaturannya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.[15] Berdasarkan ketentuan tersebut, maka secara bebas definisi kecamatan adalah suatu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi merupakan bagian dari wilayah kabupaten atau kotamadya.
UU Nomor 22 Tahun 1999
Definisi Kecamatan menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana yang disebut pada Pasal 1 huruf m adalah sebagai berikut:
“Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota[16].”
Sebagaimana definisi ini maka Kecamatan bukan lagi wilayah administrasi dalam rangka dekonsentrasi, menurut Undang-Undang ini kedudukannya diubah menjadi perangkat daerah kabupaten atau Daerah Kota.[17]
UU Nomor 32 Tahun 2004
Pendefinisian secara langsung dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terdapat pada penjelasan pasal 126 ayat (1), yang menjelaskan sebagai berikut: “Kecamatan adalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah kota.[18]”
Undang-Undang ini tidak mendefinisikan istilah kecamatan pada batang tubuhnya melainkan pada penjelasan pasalnya. Pendefinisian langsung istilah kecamatan pada batang tubuh terdapat pada peraturan pelaksanaannya, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan, yang menyatakan bahwa:
“Kecamatan atau sebutan lain adalah wilayah kerja Camat sebagai Perangkat daerah kabupaten/kota.[19]”
Peraturan Pemerintah ini menjelaskan bahwa kecamatan hanyalah sebatas status pada wilayah tertentu sebagai kecamatan di kabupaten/kota, hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 1 angka 6 sampai dengan 8, yang menyatakan:
"Pembentukan kecamatan adalah pemberian status pada wilayah tertentu sebagai kecamatan di kabupaten/kota"[20]. "Penghapusan kecamatan adalah pencabutan status sebagai kecamatan di wilayah kabupaten/kota.[21]" "Penggabungan kecamatan adalah penyatuan kecamatan yang dihapus kepada kecamatan lain.[22]"
Perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan kecamatan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, kemudian dilanjutkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Perubahannya mencakup mengenai kedudukan kecamatan menjadi perangkat daerah kabupaten/kota, dan camat menjadi pelaksana sebagian urusan pemerintahan yang menjadi wewenang Bupati/Wali kota. Perubahan pentingnya yaitu:
a. Kecamatan bukan lagi wilayah administrasi pemerintahan dan dipersepsikan merupakan wilayah kekuasaan camat. Dengan paradigma baru, Kecamatan merupakan suatu wilayah kerja atau areal tempat camat bekerja.
b. Camat adalah perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dan bukan lagi wilayah administrasi pemerintahan, dengan demikian camat bukan lagi penguasa tungggal yang berfungsi sebagai administrator pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, akan tetapi merupakan pelaksana sebagian wewenang yang dilimpahkan oleh Bupati/Wali kota.[23]
UU Nomor 23 Tahun 2014
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pada pasal 1 angka 24 disebutkan:
“Kecamatan atau yang disebut dengan nama lain adalah bagian wilayah dari Daerah kabupaten/kota yang dipimpin oleh camat[24].” Pendefinisian kecamatan menurut Undang-Undang ini “mengingatkan” akan definisi kecamatan menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974.
Susunan organisasi
Kecamatan adalah bagian wilayah dari daerah kabupaten/kota yang dipimpin oleh camat/Distrik.[25] Sehingga dari pengertian tersebut, kedudukan kecamatan merupakan bagian wilayah dari daerah kabupaten/kota.
Maksud adanya kecamatan adalah dalam rangka meningkatkan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat Desa/kelurahan.[26] Hal tersebut sesuai dengan ketentuan ayat (1) Pasal 221 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan: "Daerah kabupaten/kota membentuk Kecamatan dalam rangka meningkatkan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat Desa/kelurahan".
Kecamatan dipimpin oleh seorang Camat/Distrik yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati/wali kota melalui Sekretaris Daerah [27] (merujuk pada ketentuan Ayat (1) Pasal 224 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah). Berdasarkan pengertian ini, maka kedudukan Camat/Distrik berada di bawah dan bertanggung jawab kepada bupati/wali kota melalui Sekretaris Daerah.
Kecamatan diklasifikasi atas:
- Kecamatan Tipe A yang dibentuk untuk kecamatan dengan beban kerja yang besar; dan
- Kecamatan Tipe B yang dibentuk untuk kecamatan dengan beban kerja yang kecil.[28]
Hubungan kerja
No. | Hubungan Kecamatan dengan ... | Sifat Hubungan | Keterangan |
---|---|---|---|
1 | SKPD Kab./Kota | Koordinasi teknis fungsional dan teknis operasional | Contoh: Dinas dan/atau UPT Dinas |
2 | Instansi Vertikal di wilayah kerjanya | Koordinasi teknis fungsional | Contoh: Koramil, Polsek, Mantri Statistik, KUA |
3 | Swasta, LSM, Parpol, Ormas di wilayah kerjanya | Koordinasi dan Fasilitasi | - |
Gambaran umum
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang -undang. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota atau antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, diatur dengan undang -undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Selain itu Negara mengakui dan menghormati satuan -satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintahannya menganut asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Prinsip penyelenggaraan desentralisasi adalah otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengatur dan mengurus semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberikan pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Kebijakan otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, secara eksplisit memberikan otonomi yang luas kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan mengelola berbagai kepentingan dan kesejahteraan masyarakat daerah. Pemerintah Daerah harus mengoptimalkan pembangunan daerah yang berorientasi kepada kepentingan masyarakat. Melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pemerintah daerah dan masyarakat di daerah lebih diberdayakan sekaligus diberi tanggung jawab yang lebih besar untuk mempercepat laju pembangunan daerah.
Sejalan dengan hal tersebut, maka implementasi kebijakan otonomi daerah telah mendorong terjadinya perubahan, baik secara struktural, fungsional maupun kultural dalam tatanan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Salah satu perubahan yang sangat esensial yaitu menyangkut kedudukan, tugas pokok dan fungsi kecamatan yang sebelumnya merupakan perangkat wilayah dalam kerangka asas dekonsentrasi, berubah statusnya menjadi perangkat daerah dalam kerangka asas desentralisasi. Sebagai perangkat daerah, Camat dalam menjalankan tugasnya mendapat pelimpahan kewenangan dari dan bertanggung jawab kepada bupati/wali kota.
Pengaturan penyelenggaraan kecamatan baik dari sisi pembentukan, kedudukan, tugas dan fungsinya secara legalistik diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sebagai perangkat daerah, Camat mendapatkan pelimpahan kewenangan yang bermakna urusan pelayanan masyarakat. Selain itu kecamatan juga akan mengemban penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintahan.
Camat dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh perangkat kecamatan dan bertanggung jawab kepada bupati/wali kota melalui sekretaris daerah kabupaten/kota. Pertanggungjawaban Camat kepada bupati/wali kota melalui sekretaris daerah adalah pertanggungjawaban administratif. Pengertian melalui bukan berarti Camat merupakan bawahan langsung Sekretaris Daerah, karena secara struktural Camat berada langsung di bawah bupati/wali kota.
Camat juga berperan sebagai kepala wilayah(wilayah kerja, namun tidak memiliki daerah dalam arti daerah kewenangan), karena melaksanakan tugas umum pemerintahan di wilayah kecamatan, khususnya tugas-tugas atributif dalam bidang koordinasi pemerintahan terhadap seluruh instansi pemerintah di wilayah kecamatan, penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban, penegakan peraturan perundang - undangan, pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan, serta pelaksanaan tugas pemerintahan lainnya yang belum dilaksanakan oleh pemerintahan desa/kelurahan dan/atau instansi pemerintah lainnya di wilayah kecamatan. Oleh karena itu, kedudukan camat berbeda dengan kepala instansi pemerintahan lainnya di kecamatan, karena penyelenggaraan tugas instansi pemerintahan lainnya di kecamatan harus berada dalam koordinasi Camat.
Camat sebagai perangkat daerah juga mempunyai kekhususan dibandingkan dengan perangkat daerah lainnya dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya untuk mendukung pelaksanaan asas desentralisasi. Kekhususan tersebut yaitu adanya suatu kewajiban mengintegrasikan nilai-nilai sosio kultural, menciptakan stabilitas dalam dinamika politik, ekonomi dan budaya, mengupayakan terwujudnya ketenteraman dan ketertiban wilayah sebagai perwujudan kesejahteraan rakyat serta masyarakat dalam kerangka membangun integritas kesatuan wilayah. Dalam hal ini, fungsi utama camat selain memberikan pelayanan kepada masyarakat, juga melakukan tugas-tugas pembinaan wilayah.
Secara filosofis, kecamatan yang dipimpin oleh Camat perlu diperkuat dari aspek sarana prasarana, sistem administrasi, keuangan dan kewenangan bidang pemerintahan dalam upaya penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan sebagai ciri pemerintahan kewilayahan yang memegang posisi strategis dalam hubungan dengan pelaksanaan kegiatan pemerintahan kabupaten/kota yang dipimpin oleh bupati/wali kota. Sehubungan dengan itu, Camat melaksanakan kewenangan pemerintahan dari 2 (dua) sumber yakni: pertama, bidang kewenangan dalam lingkup tugas umum pemerintahan; dan kedua, kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan oleh bupati/wali kota dalam rangka pela ksanaan otonomi daerah.
Dengan demikian, peran Camat dalam penyelenggaraan pemerintahan lebih sebagai pemberi makna pemerintahan di wilayah kecamatan, atas dasar pertimbangan demikian, maka Camat secara filosofis pemerintahan dipandang masih relevan untuk menggunakan tanda jabatan khusus sebagai perpanjangan tangan dari bupati/wali kota di wilayah kerjanya (Penjelasan Umum PP. 19 Tahun 2008).[29]
Referensi
- ^ "Pemerintahan Daerah". Undang-Undang No. 23 Tahun 2014.
- ^ Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
- ^ Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
- ^ Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
- ^ Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pememerintahan Daerah
- ^ Pasal 209 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pememerintahan Daerah
- ^ a b Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan
- ^ https://eprints.umm.ac.id/33805/2/jiptummpp-gdl-mohammadsh-44726-2-babipdf.pdf
- ^ https://jurnal.kemendagri.go.id/index.php/jbp/article/view/23/22
- ^ Pasal 9 ayat (5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
- ^ Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
- ^ Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pememerintahan Daerah
- ^ Pasal 25 ayat (2) sampai dengan ayat (6) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
- ^ Pasal 221 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
- ^ Pasal 72 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
- ^ Pasal 1 huruf m Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah
- ^ Penjelasan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
- ^ Penjelasan pasal 126 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
- ^ Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan
- ^ Pasal 1 angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan
- ^ Pasal 1 angka 7 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan
- ^ Pasal 1 angka 8 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Kecamatan
- ^ WASISTIONO, S., NURDIN, I., & FAHRUROZI, M. (2009). Perkembangan Organisasi Kecamatan Dari Masa Ke Masa. Bandung: Fokusmedia
- ^ Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
- ^ Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
- ^ Ayat (1) Pasal 221 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
- ^ Ayat (1) Pasal 224 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
- ^ Ayat (1) Pasal 223 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
- ^ https://jdih.mkri.id/mg58ufsc89hrsg/PP_19_Tahun_2008.pdf
Pranala luar
Media tentang Districts of Indonesia di Wikimedia Commons